Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Mengapa Bakso Begitu Digemari?

28 Oktober 2011   13:40 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:22 124 1

Begini ceritanya. Di dekatrumah, ada penjual bakso yang biasa mangkal. Lokasi mangkalnya tepat di depan masjid. Setiap hari bakso tersebut selalu diserbu pembeli, terutama pada saat jam makan siang, dari pukul satu sampai pukul dua siang. Jika saya hendak membeli pada jam-jam tersebut, Insya Allah saya akan menunggu tak kurang dari setengah jam. Waktu yang cukup lama hanya untuk menikmati seporsi bakso yang harganya sekitar 4.000-7000/ porsinya.

Saya sebenarnya keheranan, kenapa tukang bakso ini ramai dikunjungi. Faktor pertama mungkin memang bakso ini enak. Ya, perasaan enak memang relatif. Tapi rasanya ibu-ibu, yang saya pikir merupakan penggemar bakso, mempunyaisatu standar tentang bakso yang dianggap enak. Pertama mungkin dari baksonya. Baksonya secara teksur lembut juga rasa daging sapinya terasa. Kedua, mie-nya. Mie telur-nya harus terasa kenyal,lembut, namun mudah dipatahkan oleh lidah, sendok, atau mulut. Kemudian yang paling penting ialah kuahnya. Ya, kuah yang berasal dari kaldu sapi ini harus benar-benar wangi. Selain itu, saya pikir kriteria bakso itu enak atau tidak, ya kita harus mencoba baksonya dengan kuahnya murni. Tanpa ditambah saus, kecap, merica dan penyedap rasa lainnya. Dengan itu maka cita rasa bakso yang sebenarnya dapat terasa.

Oh ya, hampir lupa. Hal terakhir yang membuat bakso begitu dipuja ialah si pedagang juga menjual ceker ayam dan menyediakan sisa tulang-tulang sapi yang dijadikan kaldu di dasar panci besar untuk diberikan kepada pelanggan yang memintanya. Ya, mencari dan mengemut tulang sum-sum memang sangat mengasyikkan untuk penggemar bakso.

OK. Itu kriteria pertama, secara teknis rasa baso, yang membuat tukang bakso dapat begitu laku. Hal itu tentu dapat ditemukan di banyak tukang bakso. Namun ada lagi kriteria agar tukang bakso ini dapat terus laku dan bertahan di tengah persaingan ketat para pedagang bakso.

Hal itu ialah pemilihan lokasi mangkal atau pun pemilihan lokasi dagang (jika pedagang itu menetap dan menyewa tempat). Hal ini berpengaruh besar pada banyak tidaknya pelanggan yang akan membeli baksonya. Hal ini terkait dengan lokasi dagang yang berdekatan dengan pusat keramaian, tempat gosip ibu-ibu, rumah yang tengah mengadakan arisan, halaman masjid, taman, atau mangkal di tempat lainnya dimana terdapat kerumunan orang yang tengah bersantai, istirahat sejenak. Ruang sosial tempat banyak kumpulan individu bertukar pendapat secara santai, berbincang, sambil bersenda gurau.

Hal di atas dikarenakan, pembeli bakso (terutama ibu-ibu) tak semata membeli bakso untuk menikmatinya. Mereka juga mencari kawan untuk ngobrol setelah penat dari pekerjaan rumah atau istirahat sejenak dari tugas-tugas kantornya. Saat mereka memesan bakso, menunggunya disajikan, sambil makan, dan setelah memakan bakso ialah merupakan waktu yang asyik bagi mereka untuk mengobrol satu sama lain. Bergosip, membicarakan isu seputar artis, tentang anak-anaknya yang rewel, bergunjing tentang tetangga mereka, mengkritik cara belajar dari guru anaknya di sekolah, sampai kritik-kritik teradap pemerintah yang disampaikan apa adanya seputar kenaikan harga pangan, pemadaman listrik,atau mahalnya pendidikan. Maka, tak aneh rasanya jika sejak mereka memesan bakso sampai bakso mereka habis dan tinggal hanya membayarnya, akan menghabiskan waktu sampai tiga jam.

Selain itu, hal yang membuat tukang bakso selalu ramai dikunjungi oleh pembeli ialah keramahan, kesabaran, dan ke-lapangdada-an si penjual dalam menanggapi ocehan, keluh kesah, dan segala topik yang dikeluarkan oleh pembelinya (terutama ibu-ibu). Ini bukan perkara mudah lho. Apalagi menyambut pelanggan dan menanggapinya dengan penuh senyum dan perhatian. Di banyak kesempatan, muka pedagang yang judes membuat orang malas kembali lagi ke tempat dagangannya.

Sang pedagang harus bisa melayani ocehan ibu-ibu atau menanggapi dengan cepat pernyataan dari mereka. Atau, jika si penjual tak mengerti dengan obrolan yang diajukan oleh pelanggannya, setidaknya si penjual dapat menjawabnya dengan “iya, iya saja” atau mengamini apa yang diutarakan oleh pelanggannya. Hal ini akan membuat pelanggannya merasa dihargai sekaligus menyediakan saluran bagi mereka agar dapat melampiaskan segala eskpresi emosinya dengan lepas. Dan pada akhirnya, secara psikologis, hal ini akan membuat pelanggannya lebih lepas, lega, karena keluh kesahnya telah mampu diutarakan dan disampaikan pada seseorang dan tidak disimpan di dalam benak mereka saja.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun