Sebelum saya memasuki pokok permasalahannya, izinkan saya bercerita sedikit sejarah tentang awal mula banjir di Jakarta, jadi kita tidak perlu lagi menyalahkan gubernur Jakarta mana pun yang memerintah, karena di setiap tahunnya, masalah banjir bisa jadi tidak akan pernah bisa selesai.
Apabila tidak ada gerakan dari kita, warga Jakarta maupun pendatang di Jakarta, sendiri yang membantu Jakarta agar tidak terendam banjir setiap musim hujan.
# Pembuatan Terusan zaman VOC
Abad ke 17, perebutan kekuasaan wilayah Batavia oleh VOC, menjadi cikal bakal penyebab banjir. Karena melihat posisi Batavia (Jakarta) yang strategis, maka VOC pun membuat Terusan dengan mengadakan pembukaan jalur pelayaran yang menghubungkan Timur (Maluku) dan Barat, kemudian lalu lintas air dan drainase.
Terusan tersebut dilakukan dengan cara penggalian dan pengerukkan sungai, yang ternyata malah berdampak Terusan seringkali mengalami pendangkalan, akibat air sungai selalu membawa lumpur dari pegunungan, sehingga membuat Terusan tersebut mampet.
Melihat Terusan tersebut walau seringkali mengalami pendangkalan, tapi sangat bagus untuk pertahanan wilayah, maka pada tahun 1647, 1653, 1659, 1678 dan 1687, VOC mempeluas sistem Terusan yang bertujuan agar pengaliran air di sawah dan ladang tebu bisa terjamin.
Namun efek sampingnya, malah membuat Batavia memiliki potensi bahaya banjir dan pengendapan lumpur.
# Letusan Gunung Salak
Tahun 1699, Gunung Salak meletus sehingga menimbulkan banjir lumpur dan hujan abu, hal ini mengakibatkan semua jalan air (Terusan) tersumbat. Garis pantai pun berpindah sekitar 75 meter ke arah laut dalam waktu sebulan saja.
Agar tidak terjadi banjir pada tahun-tahun berikutnya, maka lumpur dan abu pada Terusan dan sepanjang aliran sungai pun dikeruk. Namun hal ini hanya bisa bertahan beberapa tahun saja. Jadi penduduk Jakarta, harus rajin mengeruk lumpur-lumpur tersebut agar tidak terjadi banjir kembali.
# Pabrik Kilang Tebu dan Buang Sampah Sembarangan
Sekitar tahun 1685, ada pabrik kilang tebu yang membutuhkan banyak pasokan air, sehingga dulu penempatan pabriknya berada di dekat sungai. Nah, limbahnya sendiri membuat saluran air jadi berlumpur.
Oleh karena itu, VOC mengerahkan warga Indonesia dan narapidana untuk membersihkan saluran air yang mampet tersebut dengan menggunakan tangan, alat pacul dan keranjang, supaya benar-benar bersih.
Tapi wilayah yang dibersihkan hanya yang berhubungan dengan kepentingan VOC saja, sedangkan daerah lain yang terkena dampak dari pabrik kilang tebu tersebut sama sekali tidak dipedulikan. Makanya, mampetnya ke mana-mana akhirnya.
Lanjut, pada masa pemerintahan VOC oleh Jenderal Deandels dan awal penjajahan Inggris di Indonesia, sekitar tahun 1686-1815, kebersihan lingkungan kurang diperhatikan.
Sampah-sampah seperti daun-daunan, sampah dapur, kotoran kuda, sampah jalan, puing bangunan, dan bahan pembungkus makanan, semuanya dibuang seenaknya ke air sungai. Hiks, ternyata ini habitat buruk yang masih terpelihara sampai sekarang.