Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Menanggapi dengan tenang dan arif

12 Februari 2011   16:25 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:40 96 0
Belakangan ini muncul berita tentang E. Sakazaki di susu formula yang membuat heboh media dan publik Indonesia. Bagai gayung bersambut, mediapun mencoba untuk mengangkat hal ini ke permukaan. Mereka berhasil melakukannya.

Tapi ada beberapa hal yang sangat disayangkan dalam hal ini.

1. Kalaulah memang penelitian yang dilakukan di IPB menemukan bakteri tersebut pada susu formula yang mereka periksa, seharusnya dan sebijaknya mereka mengumumkan hal itu.

2. Di media dikatakan bahwa tim peneliti IPB tersebut tidak mau mengumumkan hal tersebut karena mereka tidak harus mempertanggungjawabkan hal tersebut pada pemerintah, dalam hal ini BPOM dan Kemenkes, tapi mereka harus bertanggung jawab kepada masyarakat luas.

3. Sangat kentara sekali egoisme lembaga yang muncul dalam kasus ini.

4. Masing-masing lembaga tersebut memiliki komunikasi dan koordinasi yang buruk sekali

5. Adanya unsur ketidak-profesionalan lembaga-lembaga tersebut.

6. Masyarakat dibuat bingung dan "ketakutan"

7. Lagi-lagi YLKI kelihatan tidak bekerja dengan baik

Terlepas dari ketujuh hal tersebut di atas, saya tidak bermaksud menghakimi, kita masyarakat jugalah yang harus mengambil inisiatif sendiri. Ditengah dunia informasi dan teknologi yang sudah cukup canggih ini, kita dapat mencari informasi yang banyak tentang hal-hal tersebut. Sering saya lihat bahwa media tidak cukup jelas menyampaikan informasi kepada publik. Sebagai contoh, bakteri E. Sakazaki yang diutarakan pada media kebanyakan hanyalah dari pengaruh negatif dan cara "membunuh" bakteri tersebut. Hampir tidak ada media (setahu saya) yang menyampaikan informasi tentang cara, mekanisme dan metode bakteri tersebut bisa ada di dalam susu formula, serta informasi lainnya yang bersifat informatif-membangun.

Indonesia memiliki SNI dan para produsen memiliki prosedural CPMB (cara produksi makanan baik), kalau kita teliti, prosedur yang dimiliki oleh para produsen susu itu seringnya "lebih baik" daripada SNI. Mulai dari pemilihan bahan baku, proses produksi, pengemasan, penyimpanan, pendistribusian dan saran saji, para produsen susu formula di Indonesia ini menurut saya sudah sangat cukup baik.

Ada banyak hal yang bisa kita analisa dari kejadian, kenapa peneliti IPB tidak mengumumkan hasil penelitian mereka. Saya coba memaparkan hal itu:

1. Penelitian itu sendiri tidak pernah mereka lakukan (alias HOAX)

2. Bahan baku yang mereka  teliti tidak ditreatment dengan baik

3. Bahan baku (susu formula) tidak terkontaminasi tetapi dibuat seolah-olah memang terkontaminasi

Saya menggaris bawahi point ke-3. Mari kita berasumsi bahwa susu formula itu terkontaminasi, kita bisa menanyakan hal lain. Apakah kontaminasi terjadi pada saat kemasan susu tersebut sudah dibuka atau belum? Apakah kontaminasi terjadi pada bahan bakunya? Apakah kontaminasi terjadi pada saat preparation? Kenapa tidak ada laporan kematian bayi/balita dalam periode tahun 2003-2006 yang disebabkan oleh karena mengkonsumsi susu formulasi itu?

Bila memang kontaminasi terjadi sedari proses produksi dan ini terjadi begitu lama (2003-2006), berarti lembaga-lembaga yang bertanggung jawab dalam hal ini sudah pasti GAGAL! Baik BPOM, Disperindag, Kemenkes, Lembaga Pendidikan dan masyarakat (DPR). Kalau hanya mengurus susu saja tidak ada komunikasi dan koordinasi yang baik antar lembaga dan departemen, bagaimana dengan kasus yang lain seperti korupsi, terorisme dll? Bukankah akhirnya muncul stigma yang negatif terus dari masyarakat terhadap mereka?

Do not judge the book by its cover, demikian kata pepatah asing. Namun menurut saya sebaiknya mari kita nilai setiap produk yang hendak kita konsumsi dan pakai bukan hanya dari covernya saja tetapi hal-hal lain juga. Sebelum memutuskan untuk mengkonsumsi atau menggunakan suatu produk yang belum Anda kenal dengan baik, konsultasikanlah terlebih dahulu ke ahlinya. Pemerintah bertanggung jawab penuh untuk meminta para produsen agar mereka mencantumkan informasi yang lengkap dan jujur atas produk mereka, baik di kemasan ataupun di media lainnya (Misalnya di website perusahaan).

Karena tidak ditemukannya kasus kematian bayi yang mengkonsumsi susu formula produksi tahun 2003-2006, maka kita dapat asumsikan (untuk sementara) bahwa informasi dari tim peneliti IPB itu adalah hoax dan susu itu aman dikonsumsi. Supaya lembaga sebesar IPB bisa dipercaya publik lagi, sebaiknya mereka segera melakukan klarifikasi atas pemberitaan mereka sebelumnya.

Tidak ada rahasia yang patut disimpan bila rahasia itu membuat nyawa melayang. Tuhan sendiripun membukakan kepada kita "rahasia-Nya" agar kita tidak "mati".

Demi kebaikan bersama, mari kita saling menolong mengerjakan peran terbaik kita untuk kebaikan bersama. Mari bergandeng tangan untuk membuat bangsa ini menjadi lebih baik dan maju lagi, bukan saling tuding dan rahasia-rahasian.

Maju terus media, BPOM, Kemenkes, IPB, DPR, para produsen dan masyarakat. Berikanlah yang terbaik dari Anda untuk kebaikan bersama.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun