Kedua, JKN ini adalah wujud pembatasan pemerintah sebagai regulator. Lagi-lagi kita menghadapi cengkeraman internasional juga. Jadi, secara perpolitikan internasional, Indonesia mengikuti konsep good governance yang dibawa World Bank. Konsep good governance adalah efektif dan efisiensi. Mereka membeberkan dan mem-blow up fakta bahwa jika semua layanan diambil alih oleh pemerintah, maka hasilnya korupsi, inefektif dan inefisiensi. Maka seharusnya, ketika kita menganut konsep good governance yang digawangi oleh WB, seharusnya semua layanan publik dimitrakan pada swasta. Karena jika diberika pada pemerintah hasilnya akan buruk. Konsep ini cukup banyak diadopsi Indonesia termasuk untuk layanan kesehatan. Mereka lupa jika layanan publik diberikan pada swasta, maka kebobrokan-kebobrokan yang sangat banyak akan terjadi. Cuma lagi-lagi tidak di blow up. Yang pasti jika layanan publik itu diberikan pada swasta, dampak nya adalah kesehatan semakin mahal. Bagus sih bagus bagi orang yang bisa bayar, kalau yang ga mampu bayar jadinya seleksi alam, mati. Konsep good governance yang disampaikan oleh World Bank sampai ranah kenegaraan, termasuk Indonesia harus menganut yang seperti itu. Nanti ke depannya, pegawai negeri akan dipotong jumlahnya dan tidak ada lagi uang pensiun. Hal ini sejalan dengan konsep JKN, jika pegawai negeri tidak mendapatkan pensiun, otomatis mereka bukan lagi terdaftar sebagai peserta askes, jadi mereka harus bayar JKN. Kebijakan-kebijakan ini memang sistemis, kalau kita ga melihat secara detail kita akan menganggap bahwa hal itu adalah sesuatu yang wajar. Padahal hal itu sudah dibuat oleh korporasi asing yang menggurita. Bahkan mereka sangat detail dalam menjalankan program-program nya. Kalau pemerintah tidak diamputasi perannya, kesehatan tidak bebas diperdagangkan dengan leluasa, sehingga bentuknya harus berupa kemitraan dengan swasta. Kalau modelnya kemitraan dengan swasta, pemerintah hanya sekedar regulator saja. Maka yang terjadi 1/3 masyarakat miskin Indonesia saja yang dijamin kesehatannya oleh pemerintah dengan kualitas seadanya. Sedangkan 2/3 nya dikompetisikan, dijual untuk mendapatkan keuntungan. Ini kan jahat sekali, dan mereka membalut kejahatan mereka seolah-olah program ini untuk kebaikan masyarakat (pencitraan).