Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan Artikel Utama

Kayu Jati Nenek Asyani

17 April 2015   11:12 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:59 210 2
Nenek itu bersikukuh bahwa ia tidak mencuri,kayu itu miliknya lalu apa alasan perhutani menuduh nenek Asyani? nenek yang buta hukum yang tidak mengerti apa-apa yang diperhadapkan dengan ahli-ahli hukum yang layak menghakimi para pejabat yang yang korupsi.Memang tidak salah menjalankan hukum itu sangat baik tapi yang saya lihat kuatnya ketimppangan hukum yang terjadi di masyarakat Indonesia.

Perhutani melawan nenek Asyani,yang satu di mobil mewah yang satu jalan aja tidak kuat apalagi berhadapan dengan hukum yang menuduh dirnya sebagai pencuri.

SITUBONDO, KOMPAS — Asyani binti Mu'aris (63), terdakwa kasus pencurian kayu jati milik PT Perhutani, menangis histeris pada akhir sidang di Pengadilan Negeri Situbondo, Jawa Timur, Kamis (16/4). Di depan hakim, ia bersimpuh dan memohon agar hakim tak memercayai pernyataan jaksa yang menyatakan dirinya terbukti mencuri.Yang nenek lakukan hanya menagis dan meras bahwa yang dia tebang adalah kayu jati miliknya sendiri.

Dilihat dari harganya mungkin nenek Asyani tidak mengira dirnya akan tersangka pencurian kayu di perhutani apalagi menurut anggapannya atau sebenarnya itu adalah miliknya sendiri.

"Sakit hati ini dibilang mencuri. Kayu itu milik saya sendiri, yang saya simpan bertahun-tahun," katanya sambil menekan- nekan dada.kalau dilihat dari jawaban nenek Asyani begitu yakin dan sangat yakin bahkan dia tidak lupa bahwa kayu itu disimpannya bertahun tahun.Lalu bagaimana dengan pihak perhutani yang merasa dirinya kehilangan satu pohon jati ingatkah ciri- ciri kayu jati yang hilang,dan adakah saksi yang dapat dipercaya bahwa itu kayu milik Perhutani?

Menggampangkan sekali dengan hanya dengan bukti-bukti ini, Saya bukan ahli dalam hukum saya hanya menyampaikan hal yang ada dibenak saya

Jalannya sidang

Dalam sidang, jaksa Ida Haryanti membacakan replik. Menurut dia, Asyani tak dapat menunjukkan surat keterangan asal-usul hasil hutan.

Jaksa juga menyebut, pengacara tak ikut dalam sidang lapangan di lahan milik Perhutani karena tunggang-langgang kehujanan. Dalam sidang lapangan itu terlihat tunggul kayu PT Perhutani yang hilang batangnya cocok dengan tiga ikat bilah kayu jati yang menjadi barang bukti di pengadilan. Dua dari tiga bongkong bilahan batang itu diakui Asyani sebagai kayu miliknya.

Mungkin kalau yang mengambil kayu ini adalah orang berada atau sebut orang yang berpengaruh anda pasti tidak begitu bersemangat untuk mengadili pelakunya,jujur saja kebiasaan di negara kita ini yang kuat itu yang menang.

Dan nenek Asyani adalah kaum lemah,sia sia saja menuntutnya terlalu mahal kalau untuk makan aja juga suli

Karena itu, jaksa tetap menuntut Asyani dengan hukuman 1 tahun penjara, masa percobaan 18 bulan, dan denda Rp 500 juta subsider 1 hari kurungan.

"Kami menuntut hukuman percobaan atas dasar kemanusiaan, tetapi kami menuntut ada hukuman agar bisa memberikan pelajaran bagi terdakwa. Selain itu, memberi peringatan kepada warga lain agar tak melakukan kesalahan serupa," ujar Ida.

Jangan bicara atas nama kemanusiaan,tindakan yang ada tidak mengatas namakan kemanusiaan, mana mereka perambah hutan dan para pengusaha hasil hutan yang kaya raya tapi meninggalkan kesengsaraan?

Apakah sebanding dengan tindakan yang hanya tiga gondong kayu aja sampai mengemis?

kalau atas kemanusiaan bersikaplah adil,jangan memabawa bawa kemanusian tapi anda menginjaknya.Banyak perambah hutan jati di jawa dan hutan lindung yang berkeliaran bebas,mengapa anda tidak berusaha menyeretnya ke pengadilan, atas dasar apa? kemanusiaan juga.

Sungguh tragis nasib nenek Asyani yang karena ketidak tauan dan ketidak mampuannya diperlakukan sedemikian.sebelum anda memnjarakan nenek Asyani periksa dulu hati anda sudah berapa banyak ketidak adilan anda ketuk di meja pengadilan anda,lalu anda menjawabnya sendiri sebelum keptusan itu bumerang bagi hidup anda dan yang memenjarakan nenek Asyani.

Pengacara Asyani, Supriyono, mengatakan akan mengajukan duplik atau jawaban atas replik jaksa Senin (20/4). Selama ini ia telah memberikan bukti-bukti tentang kepemilikan kayu Asyani.

Pengacara pun menolak dikatakan lari tunggang-langgang saat sidang di lapangan. "Saya memang tak ada, tetapi tim saya ada di sana dan ada dokumentasinya.

Jadi, tidak benar kami tak melihat pembuktian itu," katanya.

Soal kecocokan tunggul di lahan Perhutani dengan bilah kayu barang bukti, menurut Supriyono, itu tak bisa dijadikan patokan. Jaksa melihat persamaan tunggul dan batang hanya berdasarkan pengamatan kasatmata.

Asyani tak mengakui bilah-bilah besar itu sebagai miliknya. Ia hanya mengklaim bilah-bilah kecil yang sebagian sudah keropos sebagai miliknya. Adapun pelaku penggergaji kayu hingga kini belum terlacak. (NIT)

Lalu apa jawaban perhutani tentang hal ini,kenapa kesalahan hanya ada pada nenek Asyani? Adakah dari pihak penuntut merasa bersalah juga sampai kecolongan kayu? Lalu bagaimana pungsi perhutani mengawasi lahannya.

Bila nenek Asyani bisa mencuri kayu perhutani (kalau betul nenek yang mengambilnya) berarti perhutani memiliki kesalahan yang sangat besar,kalau nenek aja bisa mencuri kayu milik Perhutani.

Apakah tidak lebih baik dijadikan pembelajaran agar tidak mengulangi lagi dengan cara memberitahukan mana yang menjadi bagian perhutani dan bagian masyarakat setempat.apakah neneka Asyani layak masuk penjara?

Kita semua mengoresi diri,dan dimana pihak-pihak yang bisa memberi solusi terbaik selain penjara kepada nenek Asyani,adakah mata yang terbuka untuk ini.

Kalau atas dasar kemanusiaan bertindaklah secara manusiawi dan adil tanpa membeda-bedakan kedudukannya.

Mari kita renungkan keputusan pengadilan atas nenek Asyani.

Hongkong 170415

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun