Mohon tunggu...
KOMENTAR
Filsafat

Kaum Modern Digusur Postmodern?

18 Desember 2013   12:51 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:47 248 0
Kaum Modern Digusur Postmodern? Kaum modern mengagung-agungkan kesamaan, seragam, dan rasional. Singular sangat dipehitungkan, dikagumi dan bersifat mendalam. Jika ada satu hal yang nyeleneh dan berbeda maka hal itu dianggap bukan kelompok mereka. Disini saya melihat ada pembatas yang secara tegas diamini secara kolektif. Ada penguasaan yang dianggap benar secara kelompok besar dan kelompok kecil hanya berhak di pinggiran saja. Coba kita lihat saja cara pandang masyarakat Indonesia, mahasiswa yang lulusan dari luar negeri misalnya saja London dan ada mahasiswa lulusan dari Mesir, secara sekilas kita akan membandingkan mereka, “pasti lulusan dari London itulah yang mempunyai pengetahuan labih tinggi dibanding lulusan Mesir”. Walaupun Indonesia mayoritas Muslim dan Mesir dekat dengan Islam, kita tetap menganggap orang-orang yang berkulit putihlah yang lebih maju dalam ilmu pengetahuan. Seperti Eropa lebih tinggi kedudukannya dalam semua bidang dibandingkan Asia. Pada zaman kita saat ini adalah zaman postmodern, dunia sekarang ini memusatkan seluruh usahanaya untuk menciptakan sarana-sarana kehidupan. Ini adalah kebodohan dari filsafat hidup manusia modern. Teknologi tanpa arah dan peradaban yang kosong dari cita-cita. Kebiasaan dari masyarakat modern adalah mencari hal-hal mudah, sehingga penggabungan nilai-nilai lama dengan kebudayaan birokrasi modern diarahkan untuk kenikmatan pribadi. Sehingga, munculah praktek-peraktek kotor seperti nepotisme, korupsi, yang menyebabkan penampilan mutu yang amat rendah. Tetapi kita tidak serta merta menyalahkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi karena fenomena-fenomena tersebut. Tidak pula secara spontan kita meninggalkan kehidupan postmodern ini menjadi zaman batu atau kembali ke zaman primitif dan hal itupun sepertinya susah untuk dilakukan mengingat manusia sangat tergantung dengan kebutuhan-kebutuhan teknologi dan ilmu pengetahuan. dengan kata lain, manusia pada zaman postmodern ini sungguh kurang beruntung keadaanya. Meskipun siapapun yang ada di dunia ini pasti dibelenggu oleh hukum alam, penykit, usia tua dan kematian. Penderitaan karena penyakit, kecemasan akan usia tua dan ketakutan akan kematian Dari Modernisme ke Postmodernisme Tantangan modernisme yang sedemikian menekan kekristenan belumlah usai ketika gereja kemudian harus berhadapan dengan filsafat baru —postmodernisme. Berbeda dengan filsafat modern yang berusaha memutlakkan kebenaran hanya berdasarkan rasio dan ilmu pengetahuan, postmodernisme justru memberikan pernyataan bahwa tidak ada kebenaran yang bersifat mutlak dan universal. Posisi kekristenan menjadi lebih sulit karena sesungguhnya pengaruh modern belum sepenuhnya lepas dan postmodernisme telah mulai menancapkan akar-akarnya semakin dalam. Kekristenan seakan dipaksa berdiri dengan berpijak pada dua perahu yang segera akan bersilang arah. Namun, sebelum berbicara lebih lanjut mengenai implikasi permasalahan ini bagi kekristenan, kita perlu mengetahui lebih jelas mengenai filsafat postmodernisme ini. Pada dasarnya, postmodern muncul sebagai reaksi terhadap fakta tidak pernah tercapainya impian yang dicita-citakan dalam era modern. Era modern yang berkembang antara abad kelima belas sampai dengan delapan belas –dan mencapai puncaknya pada abad sembilan belas dan dua puluh awal— memiliki cita-cita yang tersimpul dalam lima kata, yaitu: reason, nature, happiness, progress dan liberty.Semangat ini harus diakui telah menghasilkan kemajuan yang pesat dalam berbagai bidang kehidupan dalam waktu yang relatif singkat. Nampaknya, mimpi untuk memiliki dunia yang lebih baik dengan modal pengetahuan berhasil terwujud. Namun, tidak lama, sampai kemudian ditemukan juga begitu banyak dampak negatif dari ilmu pengetahuan bagi dunia. Teknologi mutakhir ternyata sangat membahayakan dalam peperangan dan efek samping kimiawi justru merusak lingkungan hidup. Dengan demikian, mimpi orang-orang modernis ini tidaklah berjalan sesuai harapan. Rasionalitas modern gagal menjawab kebutuhan manusia secara utuh. Ilmu pengetahuan terbukti tidak dapat menyelesaikan semua masalah manusia. Teknologi juga tidak memberikan waktu senggang bagi manusia untuk beristirahat dan menikmati hidup. Di masa lampau, ketika hanya ada alat-alat tradisional yang kurang efektif, semua orang mengharapkan teknologi canggih akan memperingan tugas manusia sehingga seseorang dapat menikmati waktu senggang. Saat ini, teknologi telah berhasil menciptakan alat-alat yang memudahkan kerja manusia. Seharusnya, semua orang lebih senggang dibanding dulu, tetapi kenyataannya, justru semua orang lebih sibuk dibanding dulu. Teknologiinstan yang ada saat ini justru menuntut pribadi-pribadi untuk lebih bekerja keras untuk mendapatkan hasil yang maksimal dari efektifitas yang diciptakan. Ironis. Berangkat dari perbedaan mimpi dan kenyataan modernism inilah postmodern muncul dan berkembang. Modernisme sesungguhnya sudah mendapat serangan dan kritik sejak Friederich Nietzsche (1844-1900), namun serangan tersebut belum benar-benar diperhatikan sebelum tahun 1970-an. Gerakan untuk menyingkirkan modernisme secara langsung datang melalui kehadiran dekonstruksi sebagai sebuah teori sastra yang mempengaruhi aliran baru dalam filsafat.Dekonstruksi merupakan sebuah gebrakan awal untuk menentang teori strukturalis dalam sastra yang mengatakan bahwa semua masyarakat dan kebudayaan mempunyai struktur yang sama sehingga teks (hasil sastra) dapat dibaca dan dimengerti secara universal. Dekonstruksi, dalam hal ini, menganggap bahwa tidaklah benar demikian. Makna tidaklah terdapat dalam teks, tetapi pemaknaan muncul dari masing-masing pribadi yang membaca teks. Secara tidak langsung, hal ini seakan menyatakan bahwa seorang penulis tidak dapat menuntut haknya atas pemaknaan teks yang ditulisnya, semua orang boleh membaca teks tersebut dan memaknainya sesuai dengan penafsiran masing-masing. Dari teori sastra dekonstruksi, filsafat postmodern menerapkannya kepada realitas. Pemaknaan sebuah realitas sah-sah saja dinilai berbeda oleh masing-masing orang. Tidak ada standar tertentu untuk memaknai atau memahami suatu hal tertentu. Makna tidak lagi bernilai obyektif –dalam artian diterima secara universal. Pemaknaan menjadi subyektif; dan pemaknaan subyektif menjadi kebenaran bagi pribadi bersangkutan. Karena itu, postmodernisme tidak mengakui adanya satu kebenaran dan modernisme dianggap sebagai suatu kebodohan. Tidak ada makna tunggal dalam dunia, tidak ada titik pusat dari realitas secara keseluruhan. Walaupun ada cukup banyak pengaruh baru yang dimunculkan oleh postmodern dalam berbagai aspek kehidupan, sangat penting diperhatikan bahwa gerakan baru ini bukanlah anti terhadap hasil-hasil yang dicapai oleh era modern. Yang menjadi titik perlawanan postmodern terhadap modernsime adalah cara pandang (worldview) dan filsafat modernis yang dianggap gagal. Yang dilakukan kaum postmodernis pada intinya adalah pembongkaran cara pandang dan asumsi-asumsi dasar dibalik segala cita-cita modern –yang dilihatnya sebagai akar permasalahan timbulnya berbagai bencana. Karena itu, tidaklah salah jika dikatakan bahwa postmodern lebih menunjuk pada suasana intelektual dan ekspresi kebudayaan yang mendominasi masyarakat kini. http://greatandre.blogspot.com/2011/04/modern-dan-post-modern.html

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun