Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Jilboobs, Fenomena Menyimpangkah?

21 Agustus 2014   04:15 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:00 269 0
sebenarnya kita tidak bisa bisa serta merta menyalahkan satu pihak dalam memahami fenomena jilboobs ini.

jilboobs paduan kata jilbab dan boobs (payudara) sebelumnya Mbak Julia Suryakusuma telah menulis artikel di Jakarta Post 'Jilboobs': A Storm in a D-cups

fenomena jilbab dalam konteks sejarah pada masa orde baru adalah sebagai sebuah simbol perlawanan. tanpa kita sadari memang pada masa orde baru terjadi integrasi koersif terhadap agama dan kepercayaan yang telah membuat punahnya hampir 400 kepercayaan di Indonesia.

tetapi sejarah yang terus berubah mengubah pula bentuk jilbab sebagai simbol perjuangan masa orde baru menjadi simbol keislaman pada masa kini, reformasi. bahkan, beberapa komunitas mulai memperkenalkan jilbab tidak lagi sekedar penutup kepala tetapi juga item fashion sehingga para artis pun ramai-ramai berjilbab. jilbab menjadi komoditas kapitalis dengan istilah hijab dan dipopulerkan oleh berbagai media kini.

Jilboobs dianggap sebagai suatu fenomena berjilbab yang menyimpang. bahkan MUI sudah terang-terangan melarangnya.

penampilan memang salah satu syarat utama kita mau melakukan interaksi. dan pakaian yang pantas adalah syarat utama bagi kita untuk menilai bagaimana seseorang layak kita perlakukan dalam interaksi. jilboobs adalah salah satu fenomena berpakaian perempuan yang dianggap menyimpang. tubuh perempuan memang tidak ada habisnya untuk diperdebatkan seakan-akan Indonesia ini sudah kehabisan stok masalah untuk diselesaikan.

secara natural atau bentukan, jujur saja. perempuan memang menyukai bersolek. perempuan suka tampil menarik (Sebenarnya manusia memang ingin tampil menarik) jilboobs adalah salah satu kelakuan perempuan untuk tampil menarik.

tapi tunggu dulu, jangan dulu rekatkan nilai terhadap fenomena ini. mari kita analisis terlebih dahulu.

apakah salah perempuan yang sebagai manusia untuk tampil menarik?

di Indonesia kini akibat pempopuleran pemakaian jilbab sebagai "penyempurna" islam membuat seakan-akan alasan bahwa untuk beragama islam maka perempuan harus berjilbab. disini dilematikanya muncul. islam bukan agama kaku yang muncul dengan satu sumber dan satu tafsir. alasan mengapa islam bisa dengan mudah diserap oleh penduduk indonesia sejak abad ke-11 adalah karena kelenturan islam dan keramahan islam terhadap budaya setempat.

apakah jika saya muslim dan saya tidak berjilbab maka saya tidak bisa dianggap beragama islam?

jilboobs adalah dampak keinginan perempuan untuk berjilbab agar dibilang islam tanpa kehilangan sisi menarik sebagai perempuan, sebagai manusia agar bisa dihargai oleh lawan interaksinya.

memang, berjilbab yang syar'i adalah dengan menutupi aurat terutama dada. tetapi saya jujur ingin tetap dianggap sebagai seorang muslim .  saya ingin tampil menarik dengan menunjukan dada saya yang indah seperti yang ada di foto profil saya ini tanpa harus merusak esensi berjilbab yang dianggap baik maka saya tidak menggunakan jilbab.

jika memang islam harus dan memaksa perempuan untuk berjilbab maka yang akan terjadi adalah seperti itu. fenomena berjilbab yang dianggap salah, atau orang ramai-ramai tidak mau beragama islam lagi karena agama islam sedemikian kakunya.

saya rasa kita tidak bisa menyalahkan satu pihak saja atas segala yang terjadi dan kita anggap menyimpang. tidak akan ada inovasi jika tidak ada penyimpangan. yang terpenting adalah mencoba melepaskan nilai dari segala fenomena yang terjadi dan belum kita ketahui sebabnya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun