- Kebebasan Pers yang TerbatasÂ
Permasalahan utama yang dihadapi oleh jurnalis di Indonesia adalah kendala terhadap kebebasan pers. Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sering kali menjadi alat untuk membatasi kebebasan pers dan meredam pemberitaan kritis. Kasus kekerasan terhadap jurnalis masih menjadi ancaman serius terhadap kebebasan pers di Indonesia. Selain menghadapi kekerasan fisik, jurnalis juga sering menghadapi kekerasan di ranah digital selama dua tahun terakhir. Selain menghadapi kekerasan fisik, jurnalis juga sering menghadapi kekerasan di ranah digital selama dua tahun terakhir. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mencatat terdapat 90 kasus kekerasan terhadap jurnalis sepanjang Mei 2020 hingga Mei 2021. Bentuk kekerasan yang dialami jurnalis mulai dari intimidasi, perusakan alat kerja, kekerasan fisik, ancaman dan teror, hingga pemidanaan atau kriminalisasi.
- Ketidaksetaraan Gender
Ketidakseimbangan gender dalam profesi jurnalistik di Indonesia, terutama di luar kota Jakarta, menciptakan ketidaksetaraan yang memprihatinkan. Ditemui bahwa jumlah jurnalis perempuan jauh lebih rendah dibandingkan dengan rekan-rekan laki-laki, menggambarkan ketidakmerataan representasi gender dalam dunia jurnalistik. Fenomena ini mungkin disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk norma sosial, ketidaksetaraan dalam kesempatan pekerjaan, atau bahkan stereotip gender yang masih melibatkan peran tradisional. Menurut hasil penelitian, masih dominannya jurnalis laki-laki dibandingkan perempuan di sektor media dan sedikitnya jurnalis perempuan yang berada di jajaran puncak manajemen. Perbedaan perlakuan dalam hal fasilitas pekerjaan pun masih dijumpai, misalnya saja fasilitas kesehatan, tunjangan keluarga yang diperoleh dikaitkan dengan status single walaupun sudah berkeluarga.
- SDM dan Teknologi yang Terbatas
Pengembangan jurnalisme seluler di Indonesia menghadapi dua tantangan utama yang saling terkait, yaitu sumber daya manusia (SDM) dan keterbatasan teknologi. Keterbatasan SDM tercermin dalam kurangnya keahlian yang diperlukan untuk mengoptimalkan potensi jurnalisme seluler. Pelatihan yang kurang memadai dan pemahaman yang terbatas tentang platform dan alat seluler dapat menjadi hambatan serius dalam menghadapi perubahan tren konsumsi berita. Di sisi lain, keterbatasan teknologi, terutama di luar pusat kota, melibatkan kendala akses dan infrastruktur yang terbatas. Faktor ini merintangi perkembangan jurnalisme seluler yang efektif.
- Pelanggaran EtikaÂ
Pelanggaran etika jurnalistik dapat terjadi ketika jurnalis tidak mematuhi kode etik jurnalistik yang berlaku. Pelanggaran etika jurnalistik dapat terjadi dalam berbagai bentuk, termasuk intrusi privasi, pemberitaan sensasional, konflik kepentingan, penyajian berita yang tidak seimbang, plagiarisme, pengaruh politik atau komersial, ketidakakuratan informasi, diskriminasi, stereotip, dan penerimaan hadiah atau imbalan. Misalnya, mengungkap informasi pribadi tanpa izin, mendramatisasi peristiwa, atau menyajikan berita dengan bias dapat merugikan kredibilitas jurnalis dan media. Selain itu, manipulasi politik atau komersial, serta ketidakjelasan dalam menyajikan fakta, juga dapat dianggap sebagai pelanggaran etika. Penting bagi jurnalis untuk mematuhi prinsip-prinsip etika jurnalistik, seperti objektivitas, kejujuran, dan keterbukaan, guna mempertahankan integritas profesi dan kepercayaan masyarakat terhadap media.
- Kesejahteraan Jurnalis
Problematika sumber daya manusia (SDM) jurnalis di Indonesia terkait dengan kesejahteraan jurnalis masih menjadi permasalahan yang seringkali terjadi. salah satu tantangan utama dalam pengembangan jurnalisme di Indonesia adalah keterbatasan sumber daya manusia dan teknologi yang terbatas. Hal ini menyebabkan jurnalis seringkali bekerja dalam kondisi yang kurang kondusif dan tidak memadai. Selain itu kesejahteraan jurnalis juga menjadi permasalahan yang kerap terjadi. Jurnalis seringkali mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, seperti gaji yang rendah, asuransi kesehatan yang minim, dan perlindungan hukum yang kurang memadai.