Masalah yang saya rasakan ketika menjalani keseharian di masyarakat yakni susahnya berinteraksi dengan orang-orang yang ada di desa. Pada tahun 2015, adalah tahun dimana saya memasuki kehidupan di dunia ke-Pesantrenan. Â Kebiasaan bangun pagi hingga tidur malam tak lepas dari peraturan yang mungkin sulit dan memberatkan bagi orang awam. Kalau orang lain mengatakan bahwa pondok pesantren itu adalah 'penjara suci' yang artinya kehidupan yang dilakukan harus sesuai perintah atau peraturan yang ada, mengapa demikian? Karena setelah santri melanggar peraturan maka ada sanksi atau hukuman yang harus ia laksanakan. Semuanya berjalan dengan lancar hingga akhirnya pada tahun 2019 Â adalah waktu kelulusan atau keluarnya saya dari pondok pesantren. Dari sini kehidupan baru kembali dimulai dan rasanya begitu sangat bertolak belakang atau bahkan bisa dibilang asing. Karena sudah terbiasa hidup dengan aturan maka di rumah kemudian merasakan bebas. Kembali lagi mengapa kebanyakan orang mengatakan pondok pesantren itu semacam penjara, karena mereka para santri juga merasakan kebebasan ketika sudah keluar dari pondok tersebut. Yang ingin saya tekankan disini sekaligus menjadi problem terberat yang dirasakan yaitu ketika berinteraksi dengan masyarakat yang ada di desa. Jika diambil dari contoh kecilnya yaitu ketika ingin keluar rumah ada rasa malu bertemu dengan orang-orang disekitar karena sudah didasari rasa tidak percaya diri tersebut. Maka kondisi tersebut jika tidak segera diperbaiki maka akan berdampak pada diri sendiri atau bahkan orang lain. Dan dampak yang saya rasakan adalah sulitnya berinteraksi dengan seseorang, susah mendapatkan relasi, dan sedikit juga teman yang bisa akrab. Bagi saya, pengalaman ini merupakan contoh Teori Sosiologi Pengetahuan yang digunakan oleh tokoh Sosiologi Modern yaitu Karl Mannheim. Dengan diengaruhi oleh beberapa pemikiran tokoh-tokoh sosiolog seperti Karl Mark, Weber, Scheler, Husserl, Lederer, Lukacs dan lain-lain. Maka bisa ditarik kesimpulan bahwa sosiologi pengetahuan mengkaji tentang hubungan antara masyarakat dengan pengetahuan. Dengan teori tersebut maka Karl Mannheim menjelaskan bahwa ada cara berfikir yang tidak dapat dipahami secara memadai selama asal-usul sosialnya tidak jelas. Artinya, sebuah pemikiran hanya dapat dipahami dengan baik jika faktor-faktor sosial yang terletak di balik lahirnya pemikiran tersebut dipahami dengan baik. Â
KEMBALI KE ARTIKEL