Yang sedang Nisa pikirkan adalah tugas menulisnya yang belum selesai. Guru bahasa Indonesianya memberi tugas menulis cerita pendek sebagai tugas portofolio di akhir semester ini. Semua temannya sudah mengerjakan. Sebenarnya Nisa ingin sekali segera menyelesaikan tugas itu seperti teman-temannya, sayangnya hal tersebut tidak kunjung terwujud.
Tak seperti kelihatannya, tugas menulis cerpen tergolong cukup sulit. Beberapa temannya yang kesulitan bahkan ada yang menggunakan cara alternatif yang kurang baik, yaitu memplagiat tulisan orang. Nisa bisa saja menggunakan cara itu demi menyelesaikan tugas dengan cepat. Namun, ia tidak menyukai cara itu. Menurutnya lebih baik hasil karya sendiri, sejelek apapun itu, daripada mengakui karya milik orang lain.
Setelah lama bertahan dalam posisi 'berpikir'nya, Nisa menyerah juga. Ia memutuskan untuk tidur saja malam itu. Mungkin besok pagi sudah ada ide, pikirnya.
Sebelum tidur seperti biasa Nisa memeriksa ponsel pintarnya, bisa saja ada agenda yang terlewat atau sesuatu yang terlupa. Ketika ia selesai memeriksa dan hendak menonaktifkan ponselnya, sebuah notifikasi pesan masuk. Hmm ... dari Sici, tanpa sadar Nisa termenung lagi. Jawab tidak ya? Ia bimbang karena niat awalnya adalah untuk segera tidur setelah memeriksa jadwal di ponsel. Apa ku pura-pura gak liat aja? Tepat saat Nisa berpikir begitu notifikasi lainnya masuk. Rupanya itu Sici lagi.
"Sudah tidur ya?"
Melihat itu Nisa merasa tidak enak juga. Ah jawab sajalah, tidak ada gunanya juga aku mengacuhkan dia. Lagipula, kalaupun aku langsung mematikan ponsel tidak menjamin aku akan langsung tertidur. Segera saja Nisa membatalkan niatnya untuk tidur.
"Belum tidur nih, pusing mikirin alur cerita buat tugas cerpen. Ada apa?" Nisa mengirimkan pesan jawaban pada Sici. Tak sampai semenit temannya itu sudah membalas lagi.
"Mau nanya soal ekonomi. Tapi aku jadi nggak enak nih, nggak jadi deh."
"Ehh nggak papa kok, tanya aja, Ci. Asal jangan soal yang ngitung yaa ...." Buru-buru Nisa membalas, merasa tidak enak hati.
"Ooh enggak ngitung kok ini, tenang aja." Sici membalas lagi, kemudian mengirimkan sebuah foto. "Soal itu, jawabannya apa ya kira-kira?"
Nisa membaca soal ekonomi yang dikirimkan Sici. Ternyata soalnya tentang materi inflasi. Ia kemudian berpikir sejenak. Setelah itu ia mengirimkan pesan lagi kepada Sici. "Kayaknya jawaban B. Alasannya menurut aku, karena pas inflasi uang yang beredar jadi meningkat trus harga uang jadi turun deh."
"Ooh iya ya, benar juga. Aku sempet keblinger tadi sama pengertiannya. Makasih ya, Nis." Nisa tersenyum sejenak melihat balasan dari Sici.
"By the way, semangat ngerjain tugas bahasa Indonesianyaa!" Sici mengirimkan pesan tambahan. Nisa kembali teringat dengan tugasnya itu. Namun sayangnya ia sudah menyerah untuk mengerjakannya malam ini. Ia mengirimkan pesan lagi pada Sici, "Aku ngerjain besok aja deh, belum ada ide sekarang."
Tring! Notifikasi pesan muncul lagi. Sici membalas pesannya yang tadi, tertawa. "Hahahah," balas Sici. Tidak sampai di situ, ternyata Sici kembali menanyakan sesuatu. "Eh kalau orang yang diutangin namanya piutang kan ya?" Nisa agak heran dengan pertanyaan itu, ia menjawab, "Maksudnya?"
"Ini loh ada soal lagi, trus aku bingung jawabnya. Yang minjemin uang istilahnya berpiutang kan?" Untuk soal kali ini ternyata lumayan membingungkan. Nisa mendiskusikannya dengan Sici selama beberapa saat. Akhirnya mereka sepakat memilih satu jawaban yang terlihat paling tepat.
Setelah selesai mendiskusikan soal tersebut, Nisa berbasa-basi mengenai kegiatan di sekolah Sici. Mereka memang berada di SMA yang berbeda, tetapi dulu mereka satu SMP. Ternyata tak jauh berbeda dengan Nisa, Sici juga sedang menjalani pekan Penilaian Akhir Semester (PAS) di sekolahnya. Bedanya, esok hari adalah hari terakhir Sici menjalani PAS di sekolahnya, sedangkan Nisa masih harus menjalani PAS empat hari ke depan.
Setelah itu, percakapan di antara mereka ditutup karena Nisa izin undur diri untuk pergi tidur. Usai menonaktifkan ponselnya, Nisa benar-benar tidur nyenyak malam itu.
Dan ternyata tidur malam itu adalah keputusan yang tepat. Keesokan paginya ketika Nisa bangun untuk salat subuh, tubuhnya terasa segar. Rasanya ia sangat bersemangat untuk mengikuti PAS hari itu. Nisa bergegas bangkit berwudu lalu mendirikan salat subuh. Selepas salat subuh, Nisa mengaktifkan ponselnya kembali. Dilihatnya ada sebuah notifikasi pesan masuk. Tenyata Sici yang mengirimkannya pada dini hari. Nisa membuka pesan itu dan membacanya.
"Nis, aku tahu kamu harus buat cerpen apa! Kamu buat aja cerita tentang kejadian tadi malam. Jadi begini, kamu yang jadi tokoh utamanya. Alurnya tuh, kamu bingung mau nulis cerpen apa, padahal kurang dari sehari lagi deadlinenya. Tiba-tiba, aku, alias temen tokoh utama, ngirim pesan nanyain soal ekonomi. Terus kamu jawab pesan aku. Walaupun akhirnya kamu tetep tidur, tapi kamu dapet solusi masalah kamu. Yaa ... sekarang ini maksudnya, aku ngasih ide kamu harus nulis apa. Hehehe ...."
Setelah membaca pesan Sici yang lumayan panjang itu, Nisa tersenyum simpul. Ia merasa sangat lega karena akhirnya ia mendapat sebuah alur untuk dituangkan dalam cerita pendek. Tak lupa ia membalas pesan Sici, berterimakasih. "Aaaa makasih ya, Ci ...." Dalam hati ia merasa bahagia memiliki teman yang baik dan menawarkan solusi yang sederhana untuk masalahnya. Untung saja aku membalas pesannya malam itu.Â