Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Jangan Alergi Terhadap SARA, Nyatakan Apa Adanya

31 Juli 2012   17:16 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:23 504 3
Dari jaman dinosaurus, barangkali setiap makhuk memang membentuk kelompok berdasar kesamaan-kesamaan fisik alamiahnya, begitu pula manusia. Namun dengan majunya peradaban, manusia saling berinteraksi lintas suku, lintas ras, lintas bangsa, lintas batas negara, maka kesamaan pemikiran dan cita-cita menjadi salah satu faktor berkelompoknya orang-orang.

Berdasarkan pengamatan saya,  pilihan-pilihan seseorang untuk berkumpul dan besosialisasi tetap saja lebih dulu mengacu kepada faktor-faktor alamiah. Sehingga tak aneh kalau orang-orang akan berkumpul dan memilih berkelompok pertama-tama dan utama berdasarkan hubungan darah, kemudian pada lapisan kedua berdasarkan hubungan kesukuan, selanjutnya berdasarkan hubungan asal usul kedaerahan. Selanjutnya, orang-orang berkumpul berdasarkan keyakinan atau agama yang dianut. Barulah kemudian pada lapisan terakhir orang-orang berkumpul berdasarkan pilihan-pilihan rasional seperti kesamaan ide, gagasan dan cita-cita.

Seseorang cenderung memilih orang yang seiman dalam politik dan menyerukan orang yang seiman untuk memilih yang seiman, seharusnya tidak jadi masalah. Biasa-biasa saja, tak usah risau. Tak perlu pula didramatisir akan terjadi pergolakan sosial berbau SARA (istilah favorit Orde Baru: Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan). Hal itu adalah dorongan alamiah saja dalam diri setiap insan (walah... memilih kata 'insan'.... kepengaruh Rhoma Irama.....).

Rhoma Irama yang Raja Dangdut (apakah dia masih bertahta??? sementara mbak Inul lpun masih tetap melenggang manis....) dengan terbuka menyerukan pada warga jakarta untuk memilih yang seiman, kenapa bikin heboh? Menurut saya hal itu tak perlu dihebohkan. Toh, Rhoma Irama tak menyerukan warga jakarta untuk memusuhi orang bukan islam. Dia pun tak menyerukan agar memusuhi orang yang tidak beragama Islam. Apa bedanya seseorang menyerukan untuk memilih kandidat berdasarkan asal usul partai tertentu dengan orang yang menyerukan untuk memilih berdasarkan pada agama tertentu? Bukankah partai adalah golongan juga?

Atas nama persatuan kita ingin menegasi adanya golongan-golongan masyarakat kita berdasarkan agama, sementara eksistensi golongan-golongan atas nama partai boleh dicuatkan sampai setingngi langit. Inikah yang kita mau? Eksistensi golongan-golongan berdasarkan suku kita tenggelamkan atas nama demokrasi, sementara eksistensi golongan-golongan berdasarkan partai sah-sah saja kita kembangkan. Inikah yang kita mau?

Menurut saya yang paling pentinga adalah tidak boleh ada sekat permanen yang memisahkan antara satu golongan dengan golongan lain di republik ini. Itulah yang diinginkan dalam persatuan kita sebagai sesama bangsa. Janganlah kita menjadi phobia terhadap golongan-golongan, baik atas nama suku-atas nama agama, atas nama ras maupun atas nama marga sekalipun bagi mereka yang punya marga. Karena memang dari golongan-golonga itulah kita adanya sebagai bangsa. Jika setiap insan yang hidup dan menghirup udaranya tanah air Indonesia meyakini seyakin-yakinnya eksistensi Republik Indonesia, dimana Pancasila sebagai Landasannya, Merah Putih sebagai panji kebesarannya, maka pencoblosan di bilik suara yang hanya berlangsung lima menit itu, bahkan suara-suara kampanye yang hanya berbilang bulan masa koar-koar itu,  tidak akan mampu mengikis rasa persatuan dalam dadanya.

Lagi pula demokrasi memang memberi ruang bagi kita untuk menyatakan secara bebas apa maunya kita sejauh hal itu tidak melanggar hukum dan tidak menyebarkan permusuhan dan rasa kebencian terhadap pihak lain. Jika menyatakan pilihan dan kesukaan saja, bisa menyeret kita kepada kegelisahan sosial hal ini berarti kita belum siap berdemokrasi. Maka kalau tidak siap, tinggalkanlah. Hukum apa yang dilanggar oleh Rhoma Irama kalau ia menyerukan untuk memilih kandidat seiman? Menurut saya, kelompok lain juga ada saja yang secara diam-diam menganjurkan mendukung yang seiman. Entah itu dari kubu Foke atau dari kubu Jokowi-Ahok. Bukankah yang diam-diam itu justru jauh lebih berbahaya karena orang banyak tidak tahu apa yang sedang mereka rencanakan dan pikirkan?

Jika Rhoma Irama menyerukan untuk memilih kandidat yang beragama Islam, tidak berarti dia sedang menyerukan umat Islam untuk memusuhi orang beragama bukan islam. Demikian juga dari kalangan agama lain, Kristen misalnya, jika seseorang yang beragama kristen menyerukan memilih kandidat yang beragama kristen tidak berarti bahwa ia sedang menyerukan untuk memusuhi kelompok yang bukan beragama kristen. Jika seorang menganjurkan untuk memilih kandidat tidak berdasarkan agama dan tidak juga berdasarkan asal usul suku si-kandidat, hal inipun sah-sah saja. Persoalannya adalah apakah orang banyak mengiyakan dan mengikuti anjurannya atau tidak. Dalam hal terakhir ini, hanya kotak suaralah yang paling tahu -- seandainya kota suara bisa bersaksi.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun