Kisah pelarian Nazarudin masih gelap sampai sekarang, bahkan setelah ia ditangkap di Cartagena, Kolombia. Bahkan keberadaannya di Negara Kolombia masih simpang siur. Sebagian informasi mengatakan bahwa ia telah berada di Kolumbia selama empat hari sebelum akhirnya ditangkap, informasi lain mengatakan bahwa ia baru tiba dari Washington DC ketika ditangkap di Cartagena. Namun, salah satu stasiun TV swasta sore ini (19 Agustus 2011) berhasil melacak hotel yang di-inapi Nazarudin di Bogota, Ibu Kota Negara Kolombia, dimana ia sempat berada di kota sejak 22 Juli 2011 sebelum akhirnya ditangkap pada 8 Agustus 2011 (WIB).
Dimanakah Nazarudin berada sejak tanggal 23 Mei 2011 hingga 21 Juli 2011? Pertanyaan ini perlu dijawab dan dijelaskan oleh KPK maupun Kementerian Hukum dan HAM, atau oleh Mabes Polri atau oleh pejabat lain yang berkompeten.
Menjelaskan pelarian Nazarudin ini perlu untuk memulihkan citra dan kepercayaan publik terhadap pejabat pemerintahan, oleh karena selama dalam pelarian, keberadaan Nazarudin sangat simpang siur dan menimbulkan daya apatis serta ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah, khususnya dalam pemberantasan korupsi. Penjelasan ini sekaligus diperlukan untuk menjawab apakah instansi atau lembaga pemerintahan yang berwenang telah bekerja atau hanya sekedar omong kosong di media.
Bagi penyidik KPK juga, jejak Nazarudin diperlukan baik kepentingan pemulihan reputasi maupun untuk proses justisinya sendiri. Keberadaan Nazarudin selama dalam pelarian diperlukan untuk melacak keberadaan alat bukti yang mungkin saja telah ditinggalkan di tempat persembunyiannya.
Tidak tertutup kemungkinan, selama dalam pelarian Nazarudin berhubungan dengan orang-orang yang mungkin saja terkait dengan kasus yang melibatkan dirinya. Dengan melacak tempat persembunyiannya selama dalam masa pelarian tentunya kemungkinan ini bisa dibongkar oleh KPK.
Kemudian, bila selama dalam pelarian Nazarudin dibantu oleh seseorang atau sekelompok orang, tentu hal ini merupakan tindakan pidana. Dengan melacak tempat persembunyian maka aktor yang menyembunyikan Nazarudin bisa diidentifikasi dan tentunya harus dikenai pidana pula. Dengan melacak dan membongkar sindikat penyelamatan Nazarudin, kita pun jadi tahu peta kekuatan korup ini masih eksis sejauh mana. Sehingga kalau memang masih cukup eksis tentu kita bisa bantah dalih Marzuki Alie yang mengusulkan agar KPK dibubarkan saja. Sebaliknya, jika pelarian Nazarudin adalah keteledoran atau ketidakprofesionalan KPK memang patut ditimbang apakah KPK masih bisa diharapkan atau tidak.
Membongkar dan memaparkan keberadaan Nazarudin selama dalam pelarian adalah batu loncatan untuk membongar lebih jauh kasus korupsi Nazarudin, sekaligus untuk mengembalikan kepercayaan publik.