Semoga kisah tersebut tak terjadi lagi. Dengan hadirnya Kiat Esemka -- sebuah merek mobil karya tangan pelajar-pelajar sekolah kejuruan di Solo -- maka per-sekolah-an tidak lagi sekedar mengejar gelar apa lagi sekedar menunda status pengangguran. Esemka telah membuktikan bahwa anak-anak remaja di sekolah kejuruan mampu menghasilkan dan menjadi sesuatu, bahkan sebelum mereka menyelesaikan sekolahnya.
Beberapa tahun lalu pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional mulai fokus pada pengembangan sekolah menengah kejuruan, namun setelah kabinet berganti semangat itu mulai surut. Kehadiran Kiat Esemka yang diberitakan luas bagai mengayunkan cambuk ke bokong Pak Menteri Pendidikan yang sekarang menjabat. Tak bisa tidak Pak Menteri harus mengulurkan tangan ikut mendorong kemajuan Esemka. Walau pada awalnya Pak Menteri berkomentar sinis mengingatkan agar Esemka jangan dipolitisir.
Pada era Orde Baru pernah pula ada konsep pendiikan link and match yang bertujuan memadukan metode dan bahan ajar terhadap kebutuhan lapangan pekerjaan. Namun konsep itu kemudian raib ditelan lupa sebagaimana para koruptor menjawab 'lupa' saat perbuatan mereka ketahuan. Tak pernah ada evaluasi apakah konsep itu sudah memenuhi kebutuhan dunia kerja apa tidak, apakah berhasil mengurangi jumlah pengangguran atau tidak.
Di era reformasi, yang diurus adalah porsi anggaran. Sampai-sampai, dari sekian banyak urusan dan kehidupan rakyat anya bidang pendidikan yang anggarannya dipatok oleh UUD yakni sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari total anggaran belanja negara. Namun dalam kenyataannya anggaran itu tidak membuka lebar akses pendidikan bagi anak-anak bangsa dan juga tidak memberi solusi terhadap masa depan lulusan sekolahan yang dicekam rasa putus asa karena tak bisa mendapatkan pekerjaan.
Anggaran itu justru memperbesar porsi bagi para penyeleweng anggaran negara.
Kiat Esemka bukanlah sekedar produk baru yang kebetulan buatan dalam negeri pula. Kiat Esemka adalah momentum untuk merombak total mindset kita sebagai bangsa. Pertama, mindset kita terhadap sekolah. Selama ini kita berpikir bahwa sekolah haruslah dilanjutkan pada jenjang yang lebih tinggi. Dengan adanya Kiat Esemka pikiran itu harus kita tinggalkan. Sekolah tidaklah harus tinggi, apa lagi kalau harus tinggi-tinggi amat. Perguruan tinggi biarlah untuk mereka yang benar-benar memiliki minat pada keilmuan atau kepada mereka yang ingin memperdalam keahliannya. Bagi yang ingin sekolah tapi tidak ingin jadi ilmuwan, janganlah ragu memilih sekolah kejuruan.
Kedua, mindset kita sebagai bangsa terjajah. Selama ini kita selalu mengimpor barang-barang kebutuhan dari luar negeri. Bahkan produk pertanian dan garam pun kita impor. Mulai sekarang, dengan dibuktikan oleh Kiat Esemka, kita harus mampu meyakinkan diri sebagai sebuah bangsa bahwa kita harus dan bisa mandiri secara ekonomi. Tidak boleh lagi kita biarkan produk impor membanjiri pasar kita, apa lagai kalau sampai tergantung kepadany. Bersamaan dengan itu, pemerintah mulai punya harga diri untuk tidak mau didikte oleh kekuatan asing dalam menentukan pilihan dan arah pembangunan ekonomi kita. Kita harus bangkit dari keterjajahan ekonomi.