Sebelum kasus Dharnawati, masyarakat sudah menyaksikan kasus Nazarudin, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat yang melibatkan pejabat di Departemen, Anggota DPR dan Pengusaha yang ingin mengeruk untung dari proyek pembangunan. Perkara Nazarudin saat ini sedang dikembangkan pula ke Departemen Pendidikan Nasional dan beberapa departemen lain yang pernah digarap oleh Nazarudin dan konco-konconya.Kisah mafia anggaran ini ternyata tak pernah berakhir dan akan terus ada. Mafia anggaran tidak hanya ada di pemerintahan pusat, melainkan juga di pemerintah daerah. Di daerah, permainan mafia anggaran bahkan dilakukan dengan cara yang vulgar, maklum pemain lokal. Berikut dua kisah permainan proyek yang kotor itu, saya sajikan dalam tulisan ini.
Penjaja Proyek di Diknas Sumedang
Seorang oknum guru yang menjadi pengurus PGRI bertindak sebagai 'pemain lapangan' dengan menawarkan proyek pembelian laptop. Korbannya adalah para pengusaha dari Jakart atau daerah lain di luar Sumedang yang mencoba menjaja peluang di daerah. Oknum pengurus PGRI ini menjanjikan bahwa guru-guru SD dan SMP yang telah mengikuti program sertifikasi guru di wilalyah Kabupaten Sumedang diarahkan untuk membeli laptop sebagai sarana mengajar.
Untuk meyakinkan calon korban ia memperkenalkan pengusaha kepada pejabat eselon III. Setelah berbasa-basi di hadapan pejabat dilanjutkan dengan bisik-bisik dan janji muluk bahwa para guru yang akan membeli laptop bisa mencapai ribuan orang. Sang operator lapangan tidak hanya menawarkan peluang ini pada satu orang pengusaha melainkan kepada beberapa, melalui operasi bisik sana bisik sini. Para pedagang atau distributor laptop berbagai merek berlomba menawarkan diri. Melihat peluang calon konsumen yang demikian banyak, para pengusaha rela mengeluarkan dana puluhan bahkan sampai ratusan juta rupiah. Namun setelah sekian lama bahkan setelah lebih setahun tak ada juga realisasi order pembelian laptop, barulah para pengusaha sadar bahwa mereka sedang dipermainkan bahkan ditipu sang oknum guru yang sekaligus oknum pengurus PGRI.
Bahkan si oknum ini pernah pula membuat surat edaran palsu dengan kop surat palsu dan tandatangan palsu mengatasnamakan seorang staf yang sudah pensiun, untuk meyakinkan calon korban. Dalam surat palsu tersebut seakan-akan pejabat di Diknas Kabupaten Sumedang telah mengeluarkan edaran yang isinya menyarankan agar para guru bekerja sama dengan perusahaan tertenu untuk bimbingan teknis penggunaan laptop.
Lebih parah lagi, untuk meyakinkan tipu dayanya terhadap pengusaha yang menjadi calon korban, oknum pengurus PGRI ini memperkenalkan seorang Kepala Sekolah SD sebagai kandidat Kabagdikdas yang akan segera dilantik. Lucunya, si Kepala Sekolah ini dengan percaya diri mengiyakan pula. Namun belakangan setelah ketahuan mereka berdalih bahwa Bupati menarik kembali SK nya sehingga tidak jadi dilantik. Vulgar dan nekat bukan?
Kasus ini sekarang sedang disidik di Polda jabar karena salah satu pengusaha yang menjadi korban melaporkan kelakuan dua oknum guru ini. Sedangkan beberapa pengusaha lainnya belum mau melapor dengan alasan masih ada harapan untuk mendapatkan proyek di instansi dinas yang bersangkutan.
Penjaja Proyek di Kab. Bandung
Di Kabupaten yang satu ini, pelakunya adalah orang yang mengaku tim sukses pasangan Bupati-Wakil Bupati terpilih yang saat ini sedang menjabat. Dengan berbekal Daftar Isian Anggaran Satuan Kerja (DASK), ia bisa menunjuk proyek apa saja yang diinginkan oleh para rekanan Pemda Kab. Bandung. Si peminat kemudian menyerahkan sejumlah uang sebagai tanda jadi sekaligus jaminan bahwa proyek tersebut akan menjadi jatahnya. Konon, karena telah menjadi kelaziman memberi uang dimuka untuk mendapatkan bagian pengerjaan proyek di instansi pemerintah daerah dimana pun di seluruh Indonesia, para pengusaha menyetujui permintaan sang aktor penjaja proyek.
Selain berbekal DASK, sang aktor dikenal dekat dengan penguasa terpilih dan bisa membawa calon rekanan untuk menghadap ke 'bos'. Maka banyak pengusaha yang tergiur dengan tawarannya. Dari sekian banyak yang ditawarkan, memang ada yang mendapatkan sesuai yang diperjanjikan tetapi ada juga yang mendapatkan jatah proyek yang tidak sesuai dengan yang diperjanjikan, dan bahkan ada yang tidak mendapat bagian proyek sama sekali padahal uang muka sebagai tanda jadi telah diserahkan kepada mantan tim sukses.
Tak bisa dipastikan apakah lebih banyak yang mendapat jatah proyek yang dijanjikan atau lebih banyak yang tidak kebagian. Yang pasti, pihak-pihak yang tidak mendapat bagian atau jatah proyek mulai bereaksi menagih janji Sang Penjaja Proyek. Kasus ini sekarang sedang ditangani kuasa hukum masing-masing pihak dan tidak tertutup kemungkinan akan menjadi urusan polisi pula.
Demikianlah kisah ini diturunkan dalam tulisan ini agar menjadi pelajaran bagi kita semua agar tidak terjerat janji muluk para penjaja proyek sekaligus sebagai renungan bagaimana membenahi Indonesia ke depan.***