Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Terbelit Hutang, Hilang Rumah, Dapat Surga

25 Februari 2011   17:12 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:16 2445 3
Setelah pensiun dari salah satu BUMN ternama, Tuan R mencoba melakukan usaha mandiri. Lalu Tuan R berkenalan dengan seroang yang katanya punya objekan bisnis batu bara. Tak pikir pikir panjang, Tuan R nimbrung dalam bisnis batubara dengan menggelontorkan modal 1,2 miliyar. Rumah digadaikan, sebagian tabungan ikut kesedot. Tunggu sebulan, tak ada untung. Wajarlah. Dua bulan, belum juga dapat hasil. Bulan ketiga mulai terasa saku terkuras biaya operasional ini itu. Ah... mungkin bulan keempat ada hasil. Ternyata bulan kelima tidak juga. Ketika teguran dari bank datang barulah sadar, tak terasa bulan ketigabelas sudah datang.

Waktu telah berbilang tahun, hutang di bank tak juga terbayar. Berkali teguran tak membuahkan solusi, yang ada Tuan X bertambah panik. Bank bukan lembaga sosial, maka ia tak mungkin mengampuni siapa saja yang bikin ia rugi. Maka ketika mencoba merayu sedih memohon pengertian dan kekeluargaan tentu orang bank hanya bisa berkata 'maaf, kami sudah mengerti dan kami sudah beri tenggang namun Tuan tetap ingkar janji'. Tak ada lagi pilihan jalan, Tuan R musti keluar dari rumah sendiri. Untung saja masih ada rumah satu lagi yang sempat kebeli dari menabung gaji.

Tuan R tak patah, dia mencoba bangkit dan berusaha lagi. Cari teman cari relasi kesana kemarai. Lalu pada suatu hari ada peluang pengadaan pompa dari negeri ginseng. Dengan janji menjadi distrubutor tunggal Tuan R mencari modal lagi. Kali ini tanah warisan menjadi saksi sekaligus jadi barang hipotik. Namun lagi-lagi, untung tak dapat diraih malang tak dapat ditolak, proyek gagal lagi. Hutang di bank mesti ditebus lagi. Proyek gagal uang habis, tanah warisan mau diambil alih. Tak ada pilihan lain.  Ini tanah warisan harus diselamatkan karena menyangkut harga diri. Lagi-lagi, Tuan R cari pinjam kesana kemari.

Saat ada bank perkreditan rakyat (BPR) yang siap memberi duit, Tuan R langsung teken akad kredit. Sertifikat berpindah dari bank umum ke bank BPR, tapi uang tunai yang bisa diraih hanya sepertiga dari nilai yang disetujui. Maklum saja, BPR langsung transfer krdit yang disetujui ke bank pemilik piutang awal. Sebagian lagi sebagai pembayaran bunga di depan untuk enam bulan, sebagian lagi untuk bayar asuransi kredit, sebagian lagi untuk biaya administrasi, dan berbagai potongan lain yang sudah disetujui oleh Tuan R. Bahkan ada potongan untuk pinalti deposito segala, serta potongan asuransi jiwa sebagai syarat persetujuan kredit. Sungguh, memang begitu praktek BPR di negeri ini, memberi kredit dengan bunga tinggi dan banyak potongan disana-sini.

Hutang di BPR tak pernah tercicil. Proyek yang ingin diraih tak juga terealisasi. Maka tanah warisan Tuan R terancam eksekusi untuk yang kedua kali. Rasa panik pun mulai menghantui. Tuan R sudah minta tolong dan pegertian berkali-kali tetapi pihak BPR bilang sudah lebih dua tahun Tuan R ingkar janji, maka tak ada pilihan lain barang hipotik mesti kami ambil.

Singkat cerita, Tuan R sang pensiunan yang ingin mandiri ini terbelit lagi. Ia tak mau melepas tanah warisan dari keluarga istri. Akan tetapi penetapan eksekusi sudah terjadi, pernyataan pengosongan sudah ditandatangani. Maka Tuan R mencari pinjaman kesana kemarai untuk membeli kembali tanah warisan yang sempat tergadai. Siang malam ia berajalan kesana kemari mencari investor yang bisa memberi tunai untuk menebus kembali tanah warisan yang telah tergadai. Bahkan katanya ia sering harus pulang tengah malam untuk melobi para pemilik duit.

Hari ini ia datang berkonsultasi kepada kami meminta cara keluar secara damai.  Beberapa hari yang lalu dia masih optimis bahwa hari ini akan ada yang memberi uang tunai. Tetapi saya sudah beri peringatan bahwa itu hampir mustahil karena objek telah di tangan BPR. Masalah dengan BPR belum terurai, jangan menggali lubang menutup lubang. Kalau pun ada investor yang mau bantu Tuan R pasti dikenai syarat-syarat yang memberatkan. Namun Tuan R tetap optimis, karena ia memang manusia optimis kelas utama yang tak pernah gontai dibelit masalah.

Hari ini dia datang dengan harapan yang hampir mati. Ternyata investor memang tak menepati janji. Aku katakan bahwa beberapa hari lalu aku telah memperingati, bahwa hal itu hampir mustahil. Mencari investor itu sama saja dengan membelit diri sendiri, wong masalah dengan BPR masih belum juga terurai. Hilap dikit malah nanti ditipu orang lagi. Nah, dari pada Tuan R capek mencari uang tunai kesana kemari lebih baik Tuan R sembahyang sampai pagi, mohonkan hidayah kepada kami agar bisa mengurai masalah dengan BPR yang bertindak bagai lintah darat itu. Dari pada capek mencari uang talangan kesana kemari, hasilnya nihil dan tanah warisan tetap dieksekusi. Dan hasil akhirnya tetap juga disesali, maka lebih baik Tuan R sembahyang sampai pagi, paling hasil akhir hilang tanah dapat surga.

Begitulah kisah di hari ini, yang sungguh tak bisa aku hindari. Semoga kami mendapat hidayah untuk membantu Tuan R yang sedang panik dan terbelit hutang disana-sini.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun