Mohon tunggu...
KOMENTAR
Money

Masih Mau Boikot Pajak? Ini Dia Pajak Pengisi Pundi Pemerintah Kabupaten/Kota

18 April 2010   16:12 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:43 931 0


1. Pajak hotel

Pajak hotel dikenakan atas jasa-jasa yang disediakan oleh usaha penginapan. Jasa-jasa tersebut dintaranya jasa persewaan kamar, jasa binatu, penyewaan ruangan pertemuan, serta jasa-jasa lainnya yang disediakan sebagai fasilitas penunjang bagi pelayanan pengguna jasa penginapan. Besarnya tarif oleh UU ditentukan maksimum sebesar 10% dari nilai/biaya jasa. Karena menggunakan batas maksimum tarif maka ada kemungkinan di beberapa daerah/kota terdapat perbedaan tarif, mungkin saja ada daerah yang menetapkan tarif sebesar 5%.

Pemungutan tarif dilakukan oleh pengusaha hotel. Jadi, pada saat pembayaran oleh konsumen (pengguna jasa hotel) sudah termasuk pajak daerah. Pengusaha jasa hotel yang kemudian berkewajiban menyetorkan ke kas daerah melalui Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten/Kota.

Titik rawan penyelewangan pajak ini adalah saat terjadi kolusi antara pengusaha hotel dengan oknum pegawai Dispenda, sehingga yang disetorkan bukan jumlah real yang dipungut melainkan jumlah yang disepakati setelah disisihkan sejumah nilai yang dibagi-bagi. Nilai yang disisihkan untuk bancakan ini sudah dianggap kelaziman.

2. Pajak Restoran;

Pajak restoran adalah pajak yang dikenakan atas jasa penyediaan makan minum di rumah makan, café, bar dan sejenisnya. Tarif maksimum sebesar 10% dari nilai jual. Mekanisme pemungutannya sama dengan pajak hotel.

Apakah setiap warung nasi memungut pajak restoran dan wajib menyetorkannya kepada Dispenda? Hal ini bergantung pada ketentuan yang diatur oleh Perda daerah setempat. Undang-undang hanya mengamanatkan bahwa ada batas omzet tertentu yang dikenakan kewajiban memungut dan menyetor pajak restoran. Berapa batas omzet penjualan yang dikenai pajak, bergantung pada pemerintah daerah masing-masing.

3. Pajak hiburan;

Pajak hiburan adalah pajak yang dipungut atas penyelenggaraan kegiatan hiburan yang memungut bayaran. Jadi, hiburan yang diselenggarakan dalam rangka ulang tahun, pernikahan, kampanye partai, oleh karena tidak memungut bayaran bagi para pendengar atau penikmat hiburan di lokasi tersebut, maka tidak dikenakan pajak.

Jenis-jenis kegiatan hiburan yang dikenakan pajak hiburan diantaranya adalah: pertunjukan film di bioskop, diskotik, karaoke, klab malam, billiar, panti pijat, pertandingan olah raga yang menjual tiket kepada penonton, dan lain-lain yang diatur oleh Perda setempat dengan mengacu kepada UU no. 34 tahun 2000 dan Peraturan Pemerintah No. 65 tahun 2001, serta ketentuan perundangan lain yang lebih tinggi.

Tarif pajak hiburan dikenakan dengan batas maksimum sebesar 30% nilai pungutan yang dipungut penyelenggara kepada konsumen. Tarif bervariasi berdasarkan jenis hiburan, misalnya di suatu kota tariff hiburan diskotik dikenak 30%, panti pijat 20%, film bioskop 25%, biliar 10%; sedangkan di kota lainnya misalnya: dikotik 30% , panti pijat 10%, bioskop 15% dan biliar tidak dikenakan pajak. Jadi, tariff bervariasi berdasarkan jenis hiburan, juga bervariasi untuk masing-masing daerah.

4. Pajak Reklame;

Reklame adalah media luar ruang yang dipajang di daerah terbuka untuk dibaca, dilihat atau diketahu umum dengan tujuan untuk mempromosikan atau memperkenalkan produk tertentu. Jenis-jenis reklame yang dapat dikenakan pajak diantaranya: billboard, electronic display, spanduk, stiker yang ditempel, balon udara, dan lain-lain alat yang dipajang di tempat umum dengan tujuan untuk memperkenalkan atau mempromosikan suatu produk.

Pajak reklame dikenakan kepada siapa saja yang melakukan kegiatan memajang informasi suatu produk di tempat umum dengan maksud untuk promosi.  Pengenaan tarif adalah berdasarkan nilai sewa reklame dengan  mempertimbangkan nilai strategis peletakan, ukuran dan perkiraan nilai. Daftar harga biasanya dibuat berdasarkan peraturan Walikota/Bupati dengan merujuk pada Perda tentang pajak reklame.

5. Pajak penerangan jalan;

Pajak ini, salah satu yang paling rawan dalam penyelewengan. Kebiasaan pemerintah daerah menyusun perkiraan penerimaan berdasarkan target, penyebab rawannya penyelewenangan Pajak Penerangan Jalan (PPJ). Yang memungut pajak ini adalah PLN selaku penyedia jasa ketenagalistrikan. Dalam hal di suatu daerah atau ada pihak lain yang menjadi penyedia jasa listrik (misalnya di kawasan industry) maka penyedia tenaga listrik wajib memungut PPJ (misalnya pengelola kawasan) berdasarkan tariff yang ditentukan dalam Peraturan Daerah (Perda) setempat.

Besarnya tariff maksimum 10% dari nilai jasa tenaga listrik. Misalnya, jika kita membayar rekening listrik sebesar RP 110.000 (seratus sepuluh ribu sebulan) berarti yang Rp 10.000,-,- (sepuluh ribu rupiah) adalah PPJ. Akan tetapi, harus diperhatikan bahwa besaran tarif  tidak harus 10%. SElain bervariasi berdasarkan Peraturan Daerah masing-masing, biasanya tarifnya bervariasi berdasarkan besaran daya terpasang. Disamping itu dibedakan juga tarif berdasarkan penggunaan industri atau bukan industri.

6. Pajak Galian C;

Berdasarkan UU Ketentuan Pokok Pertambangan, bahan galian terbagi atas:

a. Bahan Galian Strategis; misalnya minyak umi, gas alam, aspal, batu bara, dan berbagai jenis lainnya yang sejenis.

b. Bahan Galian Vital; misalnya besi, mangan emas, platina, perak, dll.

c. Bahan Galian yang tidak termasuk dalam kedua golongan tersebut; missal garab batu, tawas, pasir kwarsa, bentonit, berbagai jenis bebatuan, pasir, dll

Bahan yang terakhir inilah yang disebut sebagai Bahan Galian Golongan C. Pengenaan tarifnya berdasarkan nilai jual bahan. Undang-undang mematok, maksimum pengenaan tariff pajaknya adalah sebesar 20%. Nilai jual bahan galian adalah berdasarkan nilai transaksi sebenarnya, namun Perda biasanya menetapkan nilai dasar agar tidak terjadi manipulasi nilai oleh pengusaha tambang. Yang lazim dikelabui adalah jumlah volume pengambalian bahan galian.

7. Pajak Parkir;

Pajak Parkir adalah pajak yang dikenakan kepada perusahaan penyelenggara jasa parkir bukan di badan jalan. Jadi perusahaan penyedia jasa parkir menyediakan tempat khusus, atau mengelola suatu area milik pihak lain (misalnya mall) yang digunakan untuk menyediakan jasa parkir. Pengenaan tariff parker di daerah badan jalan bukan tidak termasuk dalam katagori pajak daerah melainkan masuk ke dalam retribusi parkir.

Pajak parker paling tinggi 20%. Artinya, bias lebih rendah dari itu, bergantung Peraturan Daerah. Jika tarif parkir di suatu mall sebesar Rp 2000 jam pertama dan Rp 1000 setiap jam berikutnya, dan jika kita parkir selama empat jam berarti kena tarif parkir Rp 4000, jika tarif pajak mengenakan tarif maksimum (20%) maka besaran pajak dari nilai Rp 4000 yang kita bayarkan adalah sebesar Rp. 670,-

Titik-titik Rawan.

Pajak Daerah (Propinsi maupun Kabupaten/Kota) jarang menjadi perhatian publik. Padahal pajak daerah ini sangat rawan terhadap penggelapan karena kolusi antara petugas pemungut (Dispenda) dengan Wajib Pajak (perusahaan atau pihak yang memungut). Disamping Pemerintah Daerah tidak punya tenaga-tenaga profesional yang punya kemampuan melakukan pemeriksaan, juga disebabkan oleh kebiasaan lama yang menjadikan sumber pendapatan daerah ini menjadi ATM pejabat yang dulu dikenal sebagai dana taktis.

Dahulu dikenal adanya dana taktis Kepala Daerah, Kepala Dinas, serta Muspida (Kepala Kejaksaan, Kepala Kepolisian, Kepala Pangadilan, serta Komandan Kodim), dana taktis tersebut diantaranya bersumber dari APBD, sebagian besar bersumber dari penyisihan pungutan pajak dan/atau retribusi daerah sebelum masuk ke kas daerah. Agar tidak dievaluasi oleh fungsi pengawasan parlemen (DPRD) maka klasifikasi dana ini dibuatkan nomenklatur istimewa yang disebut sebagai ‘dana non bajeter'. Untunglah, reformasi birokrasi mulai menghapus secra perlahan nomenklatur ‘dana non bajeter' ini. Ditambah lagi dengan langkah Menkeu menertibkan rekening liar pemerintah daerah.

Selaian ketiadaan tenaga profesional pemeriksa serta keberlangsungan kebiasaan lama, titik rawan penggelapan pajak daerah terletak pada kebiasaan daerah dalam menetapkan perkiraan pendapatan berdsarkan target. Contoh yang paling mudah adalah penerimaan dari pajak penerangan jalan (PPJ), masih ada saja daerah yang menetapkan berdasarkan target padahal pengguna listrik dan golongan pemakaian sudah bisa didapatkan dari data base PLN. Artinya, PLN selama ini mengelabui jumlah pungutan PPJ dari konsumen listrik dan hanya disetorkan ke kas pemda sekedar memenuhi target yang terlebih dahulu disepakati antara oknum PLN dengan oknum dispenda.

Jika dengan PLN saja bisa terjadi kolusi, maka dengan pihak swasta akan lebih lagi. Pengusaha pastilah selalu berusaha mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Sehingga tidak mengherankan misalnya jika terjadi kolusi antara manajemen hotel untuk menggelapkan sebagian besar pajak hotel yang telah dipungutnya kemudian dibagi kepada oknum Dispenda. Untuk mengamankannya biasanya disepakati berapa jumlah setoran bulanan kepada Kepala Dinas, berapa setoran bulanan kepada Bupati/Walikota, serta berapa yang bias disisihkan untuk dibagi dengan para kroco yang semacam gayus.***

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun