Nabila Rahma
Mahasiswi Universitas Islam Negri Sunan Ampel Surabaya
Â
Dalam Teori Ilmu Negara, kebebasan pers adalah salah satu pilar utama demokrasi yang efektif. Penangkapan Jurnalis dan Aktivis: Tantangan Kebebasan Pers Kebebasan ini dianggap sebagai hak asasi manusia yang paling penting di banyak negara, termasuk Indonesia, di mana ia diatur dalam konstitusi mereka.
Namun, dalam kehidupan nyata, kebebasan pers seringkali menghadapi banyak masalah. Ini terutama berlaku untuk aktivis dan jurnalis yang mengkritik pemerintah. Fenomena ini akan dibahas melalui teori ilmu negara dan bagaimana hal itu berdampak pada kebebasan media di Indonesia.
Â
Teori Ilmu Negara dan Kebebasan Pers:
Teori ilmu negara mempelajari hubungan antara negara dan masyarakat. Ini membantu kita memahami bagaimana kekuasaan digunakan dan bagaimana hak-hak individu dilindungi atau dilanggar. Dalam konteks kebebasan media, teori ini menunjukkan bahwa negara bertanggung jawab untuk menjaga hak-hak rakyatnya, termasuk hak untuk menyuarakan pendapat dan memperoleh informasi. Namun, dalam banyak kasus, negara justru menghalangi kebebasan ini dengan menerapkan represi.
Dalam banyak negara dengan pemerintahan yang otoriter atau semi-otoriter, pemerintah sering merasa terancam oleh kritik dari aktivis dan jurnalis. Penangkapan mereka sering dianggap sebagai upaya untuk menjaga stabilitas politik dan mencegah penyebaran informasi yang salah. Meskipun demikian, tindakan ini menunjukkan ketidakmampuan pemerintah untuk menanggapi kritik yang konstruktif, yang mengakibatkan pelanggaran hak asasi manusia.
Kasus Penangkapan Aktivis dan Jurnalis di Indonesia:
Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia telah melihat banyak penangkapan aktivis dan jurnalis yang meliput masalah sensitif seperti korupsi, pelanggaran hak asasi manusia, dan kebijakan pemerintah yang kontroversial. Contohnya urnalis yang melaporkan tentang pengendalian pandemi COVID-19 atau konflik sosial di wilayah tertentu sering ditangkap atas tuduhan menyebarkan informasi palsu atau mengganggu ketertiban umum.
Adanya undang-undang yang sering disalah gunakan untuk menghalangi kritik memperburuk kondisi ini. Jurnalis dan aktivis yang dianggap berbahaya bagi pemerintah sering dijerat dengan undang-undang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik). Penangkapan dalam situasi ini tidak hanya merupakan tindakan hukum, tetapi juga merupakan alat untuk menanamkan ketakutan di masyarakat.
Bagaimana Penangkapan Mempengaruhi Kebebasan Pers:
Penangkapan aktivis dan jurnalis memengaruhi kebebasan pers dan masyarakat secara keseluruhan. Pertama, tindakan ini menciptakan suasana ketakutan, yang menghalangi jurnalis untuk melaporkan berita-berita yang berhubungan dengan pemerintah atau topik yang sensitif. Ini berakibat pada kualitas informasi yang diberikan kepada publik yang lebih rendah, dan masyarakat menjadi kurang sadar akan masalah penting.
Kedua, penangkapan ini mempengaruhi pluralisme media. Karena jurnalis merasa terancam, mereka cenderung menghindari liputan yang dapat menimbulkan konflik dengan pemerintah, yang mengurangi keanekaragaman pendapat di media. Ini sangat berbahaya karena masyarakat membutuhkan banyak informasi untuk membuat keputusan yang baik.
Ketiga, penangkapan aktivis dan jurnalis mengganggu demokratisasi. Kebebasan pers adalah alat penting bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses politik dan mengevaluasi kinerja pemerintah. Demokrasi menjadi cacat dan masyarakat kehilangan kontrol atas pemerintah ketika suara-suara kritis dibungkam.
Â
Dampak Politik dan Sosial
Kritik terhadap kebijakan pemerintah sering direspons dengan tindakan represif selama pemerintahan Presiden Joko Widodo. Pada tahun 2023, 18 aktivis yang menginap di Masjid Raya Sumatera Barat telah ditangkap karena menyuarakan kritik mereka terhadap pemerintah. Ini menunjukkan bahwa kebebasan berkumpul dan berbicara semakin terbatas. Penangkapan ini mengganggu demokrasi karena menghentikan diskusi publik dan kritik kritis kebijakan pemerintah.
Â
Upaya untuk Meningkatkan Kebebasan Pers:
Meskipun kebebasan pers di Indonesia menghadapi banyak tantangan, ada beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk memperbaikinya.
Pertama menghasilkan kualitas informasi yang diberikan kepada publik yang lebih rendah, yang pada gilirannya menyebabkan masyarakat menjadi kurang sadar akan masalah penting.
Kedua, pluralisme media terpengaruh oleh penangkapan tersebut. Memperkuat perlindungan hukum bagi jurnalis dan aktivis sangat penting dalam kasus di mana jurnalis merasa terancam. Pemerintah harus membuat kebijakan yang mendukung kebebasan berpendapat dan melindungi jurnalis dari ancaman.
Ketiga, masyarakat sipil dan organisasi non-pemerintah harus aktif mengawasi dan melaporkan pelanggaran kebebasan pers karena tekanan publik akan membuat pemerintah lebih sulit untuk mengambil tindakan represif tanpa mendapat sorotan publik.
Keempat, masyarakat harus lebih terdidik tentang media dan lebih memahaminya. Masyarakat akan lebih mampu memperjuangkan hak-hak pers jika mereka memahami pentingnya melindungi kebebasan pers.
Â
Kesimpulan
Di Indonesia, kebebasan pers diancam secara signifikan oleh penangkapan aktivis dan jurnalis yang menyuarakan kritik terhadap pemerintah. Dari sudut pandang teori ilmu negara, kita tahu bahwa penangkapan ini bukan hanya melanggar hak asasi manusia tetapi juga menimbulkan ancaman terhadap demokrasi dan pluralisme. Oleh karena itu, semua pihak, termasuk pemerintah, masyarakat sipil, dan individu, harus bekerja sama untuk memperjuangkan kebebasan pers.