Asas
Ta'abbudi merujuk pada aturan-aturan hukum yang bersumber dari
nash (Al-Qur'an dan Hadits) yang harus diterima secara utuh oleh manusia dan dilaksanakan sesuai dengan ketetapan yang ada. Ketentuan ini bersifat mutlak, sehingga tidak memerlukan penalaran lebih lanjut, tidak dapat dinegosiasikan, serta tidak boleh diubah, dikurangi, atau ditambah. Tugas manusia adalah melaksanakan ketentuan tersebut sebagaimana yang telah ditetapkan dalam
nash.[1] Hal-hal yang ditetapkan berdasarkan ketentuan
nash yang
qath'i (pasti, tetap, dan tidak dapat ditafsirkan dengan cara lain) dianggap oleh para
 fuqaha sebagai perkara
ta'abbudi yang wajib dipatuhi dan dilaksanakan oleh umat Islam tanpa perlu mempertanyakan alasan atau cara pelaksanaannya.[2] Salah satu ketentuan
nash yang
qath'i adalah mengenai sistem waris Islam. Dalam sistem waris Islam, besaran bagian laki-laki dalam pembagian harta warisan adalah satu bagian, sedangkan besaran bagian perempuan dalam pembagian harta warisan adalah setengah bagian. Meskipun secara sekilas tampak tak adil, namun hak untuk menerima bagian bagi laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan yang setara. Keadilan tidak berarti harus membagi dalam jumlah yang sama, melainkan harus proporsional atau dikenal sebagai
al-mizan, yaitu sesuai dengan hak dan kewajiban masing-masing secara seimbang.[3] Ketentuan ini harus dilaksanakan sesuai dengan
nash tanpa adanya perubahan, pengurangan, atau penambahan. Penambahan dalam aspek ibadah semacam ini sering disebut sebagai
bid'ah, istilah yang umum dikenal di kalangan umat Muslim.[4] Â
KEMBALI KE ARTIKEL