Cut Nyak Dhien
Cut Nyak Dhien
Lahir : 12 Mei 1848
Kesultanan Aceh Lampadang, Kesultanan Aceh
Meninggal : 6 November 1908 (umur 60)
Belanda Sumedang, Hindia Belanda
Sebab meninggal
Meninggal karena sakit-sakitan setelah diasingkan oleh Belanda.
Tempat pemakaman: Komplek Makam Cut Nyak Dhien, Sumedang, Jawa Barat
6°51′47.7″S 107°54′59.1″E
Nama lain :Ibu Perbu / Ibu Ratu / Ibu Suci (Sumedang)
Dikenal atas: Pahlawan Nasional Indonesia
Gerakan politik: Perang Aceh dengan Belanda
Lawan politik: Belanda Belanda
Suami/istri: Ibrahim Lamnga
(m. 1862; meninggal 1878)
Teuku Umar
(m. 1880; meninggal 1899)
Anak: Cut Gambang
Orang tua: Teuku Nanta Seutia
Kerabat: Teuku Mayet Di Tiro (Menantu)
Hasan Di Tiro (Cicit): Keluarga
Teuku Rayut : (Saudara Kandung)
(1964) Pahlawan Nasional Indonesia
Pada tahun 1880, Cut Nyak Dhien menikah dengan Teuku Umar, setelah sebelumnya ia dijanjikan dapat ikut turun di medan perang jika menerima lamaran tersebut. Dari pernikahan ini Cut Nyak Dhien memiliki seorang anak yang diberi nama Cut Gambang.[2] Setelah pernikahannya dengan Teuku Umar, Cut Nyak Dhien bersama Teuku Umar bertempur bersama melawan Belanda. Namun, pada tanggal 11 Februari 1899 Teuku Umar gugur. Hal ini membuat Cut Nyak Dhien berjuang sendirian di pedalaman Meulaboh bersama pasukan kecilnya. Usia Cut Nyak Dien yang saat itu sudah relatif tua serta kondisi tubuh yang digrogoti berbagai penyakit seperti encok dan rabun membuat satu pasukannya yang bernama Pang Laot melaporkan keberadaannya karena iba.[3][4] Ia akhirnya ditangkap dan dibawa ke Banda Aceh. Di sana ia dirawat dan penyakitnya mulai sembuh. Keberadaan Cut Nyak Dhien yang dianggap masih memberikan pengaruh kuat terhadap perlawanan rakyat Aceh serta hubungannya dengan pejuang Aceh yang belum tertangkap membuatnya kemudian diasingkan ke Sumedang. Cut Nyak Dhien meninggal pada tanggal 6 November 1908 dan dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang. Nama Cut Nyak Dhien kini diabadikan sebagai Bandar Udara Cut Nyak Dhien Nagan Raya di Meulaboh.[5]