Mohon tunggu...
KOMENTAR
Ramadan

Beda Awal Puasa, Lailatul Qadarnya Kapan?

7 April 2024   16:16 Diperbarui: 7 April 2024   16:29 194 0
*Beda Awal Puasa, Lailatul Qadarnya Kapan?*
_Zaki Mubarak_

Tahun ini, awal puasa beda. Tanggal Satu Ramadhan ada yang di hari Senin ada juga yang Selasa. Biasanya, perbedaan ada di Satu Syawal sehingga perayaan Idul Fitri berbeda hari, namun awal puasanya sama. Kini, awal puasanya beda sehingga bisa dipastikan perayaan Lebarannya sama. Karena, karakter bulan Hijriah, jika jumlah bulan satu ada 30 hari maka dipastikan jumlah bulan berikutnya adalah 29 hari. Jadi fix, lebaran kita akan dirayakan di hari yang sama. Walau awal puasanya beda.

Masalahnya ada pada ngincer Lailatul Qadar. Berbagai penjelasan hadits telah menunjukan kapan Lailatul Qadar itu muncul. Pertama di hari sepuluh terakhir, yakni tanggal 20-30, kedua di tanggal yang ganjil. Jika satu Ramadhannya beda, lantas tanggal ganjil yang mana? Ikut yang awal atau ikut yang akhir? Jika tanggal awal maka ganjil yang akhir jadi genap, begitupun sebaliknya. Artinya, ini diametral: ganjil dan genap tak bisa sama. Solusinya harus dua-duanya. Artinya jika ingin dapat Lailatul Qadar, ya harus setiap malam. Karena setiap malam ganjil, pun setiap malam genap.

Jadi rugi dong? Tidak. Justru ini untung karena setiap malam jadi punya peluang Lailatul Qadar 50:50. Jika ingin menentukan salah satu karena butuh spesifik, maka harus paham hakikat Lailatul Qadarnya. Jika diterjemahkan, Lailatul Qadar adalah "Malam Ketetapan". Orang yang dapat Lailatul Qadar bisa dipastikan dapat ketetapan (taqdir) yang baik. Amalnya seperti beribadah seribu bulan (83 tahun 3 Bulan). Mereka bertemu Malaikat yang turunnya spesial di malam itu. Arti lain adalah "malam kemuliaan" atau "malam yang sempit". Orang yang dapat Lailatul Qadar akan dipastikan mulia hidupnya dan hanya segelintir saja yang dianugerahi itu.

Lantas apa bisa tergantung pada ganjil genap? Tidak. Itu hanya sebagai indikator, Allah takan kalah karena alasan ganjil genap atau karena i'tikaf di masjid. Itu hanya untuk memudahkan sekaligus memotivasi. Turunnya hujan, semilir angin dingin, alam yang tenang adalah indikator saja. Yang jelas, ini hak perogratif Allah untuk memberi karunia bagi pencarinya. Syaratnya bukan pada waktu, bukan tempat, bukan pula karena kondisi alam. Syaratnya ada pada kesucian. Allah itu Maha Suci, tak mungkin Dia memberikan pada jiwa yang kotor, tempat yang najis dan prilaku yang dibenci. Bisa saja Lailatul Qadar turun di pasar, tapi masjid utama. Bisa saja kiai-santri yang dapat tapi Allah pun senang pada pengusaha atau penguasa yang adil.

Jadi, mencari Lailatul Qadar adalah momentum. Boleh diupayakan dengan hitungan-hitungan teknis dan kode-kode taktis. Siapapun boleh berupaya, namun tetap proses tak akan menghianati hasil. Merekalah yang sepanjang tahun berbuat baik, mensucikan jiwa, menghindari subhat, tak kenal lelah atas roja' dan khauf, wara' beribadah, membasahi bibir dengan wirid, mengolah hati dengan sinar ilahiah, menumbuhkan iman-islam dalam sanubari dan upaya bertaqarub pada-Nya. Lailatul Qadar adalah "gong" dan pelantikan atas amal ibadah dan kesolehan personal dan sosial yang Allah sematkan. Hanya mereka yang pantas saja untuk anugerah hebat ini. Lantas, apa kita sudah memantaskan diri?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun