[caption id="attachment_133635" align="alignleft" width="300" caption="Baso Mang Komar/Doc. Myudiman"][/caption] Kota Tasikmalaya, dulu pernah menyandang sebutan
city with a thousand hills atau kota dengan seribu bukit. Sekarang? boleh jadi julukan itu berubah menjadi
a city with a million meat balls alias kota sejuta baso. Ini karena hampir di setiap sudut kota, bisa ditemukan jajanan mie dan bola-bola daging atau yang lebih dikenal dengan sebutan mie baso plus aneka variasinya. Bagaimana ceritanya Tasik menjadi kota baso? Entahlah,
wallahou alam bisshowab ... Sulit mengurai awal mula sejarah, mie bakso (atau baso dalam pelafalan orang sunda), hingga menjadi makanan yang demikian populer dan digemari oleh masyarakat khususnya di Tasikmalaya. Padahal, jika dirunut dari sejarahnya, baso bukanlah makanan asli Indonesia, apalagi asli Tasikmalaya. Makanan yang jika dirunut akar sejarahnya berasal dari Cina ini, telah menjadi makanan generik (
common food) yang juga dikenal di banyak kota lain. Hanya saja, orang Tasik mungkin dapat digolongkan sebagai pencinta berat mie baso. Tidak jelas juga bagaimana ceritanya, mie baso, kemudian menjadi sajian dan jenis makanan yang begitu digemari dan disukai oleh masyarakat kota Tasik dari semua kalangan ; tua-muda, laki-laki dan perempuan, remaja dan orang dewasa, cukup banyak menggemari makanan olahan dari mie dan daging ini. Kondisi inilah yang kemudian ditangkap para enterpreneur sebagai peluang bisnis. Mereka kemudian menjadikan baso sebagai usaha dan lahan bisnis yang menjanjikan. Terbukti tak sedikit pengusaha yang sukses dari usaha berjualan mie baso di Tasikmalaya. Para penjaja baso di Tasik sangatlah beragam. Dari yang berjualan dengan gerobak di emperan toko, hingga yang membuka gerai di gedung megah di jalan protokol kota. Selain beragamnya penjaja, beragam pula jenis baso yang bisa ditemui di Tasikmalaya. Baso Tasik dikenal karena adanya perpaduan beragam unsur kuliner Cina, Jawa, hingga Sunda yang pada akhirnya memunculkan keunikan dan kekhasannya sendiri-sendiri. Para perantau dari Wonogiri dan Solo, menghadirkan baso solo yang mendatangkan penggemar sendiri. Sedangkan Baso Tasik, sudah lebih dulu jadi tuan rumah dan tetap mendapat tempat terhormat dari para penggemarnya karena kaya dengan warisan dan tradisi kuliner yang sudah tertanam sejak lama. Masuknya beragam unsur kuliner dari berbagai tempat dan kota pada sajian mie baso di Tasik, tidak membuat baso asli Tasik tergusur. Justru sebaliknya semakin memperkaya kekhasan kuliner kota Tasikmalaya, dan memungkinkan para penggila baso memiliki banyak opsi untuk memilih jenis baso yang disukai. Ini juga berarti, warga dan masyarakat Tasik cukup apresiatif dan adaptif dalam menerima tradisi kuliner baru yang datang ke kota mereka. Baso dengan tradisi kekayaan kuliner Cina, ditandai misalnya dengan tekstur mie-nya yang kenyal dan berminyak, plus penambahan pangsit, siomay, ceker, sebagai pelengkap dan bumbu yang umum terdapat dalam ragam kuliner asal negeri Tiongkok. Sementara Baso Solo seperti Mas Haji Wiji dan Mas Haji Kiman, ditandai dengan rasa olahan daging yang khas, penambahan rebusan daging tetelan, serta kuah dengan rasa kaldu sapi yang gurih dan kental. Baso Tasik seperti Mang Komar tentu lain lagi. Mang Komar yang juga mendapat julukan baso Hobjur alias Hobby Juru (karena lokasi warung basonya pernah terletak di sudut alias juru dalam bhs Sunda - Restoran Hobby di Jl. Pemuda) menandai basonya dengan guyuran kuah udang giling yang membuat rasanya semakin eksotis dan gurih. Ingin bertualang dengan rasa baso yang lain? Cicipi saja baso Kurdi. Jika yang lain mencampur toge atau sausin, sebagai padanan mie, Mas Kurdi malah merajang kubis dan menambahkan racikan kencur dalam kuahnya. Alhasil rasanya pun begitu menggoda. Basonya lain daripada yang lain, karena dibuat dari tapioka (aci- dalam bahasa sunda), yang didalamnya diisi lemak sapi. Dan ketika baso itu pecah di mulut, sensasi yang dihadirkannya sungguh luar biasa. Top markotop.
Barade (Mau) Baso … Baso …!
KEMBALI KE ARTIKEL