Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Sebuah Kegetiran

22 Agustus 2014   22:21 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:50 22 0
Pengadu : Kawan, aq ada kabar buruk buat kamu.

Domba : Tentang apakah?

Pengadu : Tentang Dia yg mjd pujaanmu. Skarang ia punya pacar baru.

Domba : Oh, kalo ttg hal itu aq sudah tak terkejut lagi.

Pengadu : Loh, kok bisa?

Domba : Bisalah. Aq sdh tau ia punya pacar tdk hanya satu, masih ada beberapa. Ditambah bbrp TTM plus bbrp selingkuhan juga...mungkin kamu trmasuk salah satunya :)

Pengadu : Lantas knapa engkau masih mengharapkannya? Knapa engkau memelihara sakit hati? Jk engkau telah tau kebenarannya?

Domba : Prcayalah, kau tak akn meskipun aq menjelaskannya scr gamblang.

Pengadu : Coba saja...

Domba : Dlm hati ini, spt bisa melihat ADA BAGIAN DIRINYA YG BEGITU RAPUH MEMINTA UNTUK DISENTUH DAN DIRAWAT. Betapapun ia merasa gembira akan perbuatannya yg nyata salah dengan mengingkarinya, ia sebenarnya hanya sangat berharap belaian kasih sayang. Semua hal salah yg dilakukannya, meskipun sekali lagi ia menyangkalnya dengan mengaku hepi/gembira, itu hanya sebuah pelarian. Aq melihat pada hatinya yg berontak. Ada sesuatu yg sangat diharapkannya. Sebuah tempat berlabuhnya hati untuk memulai awal baru yg lebih indah dan dinamis. Sebuah awal baru untuk langkah terakhir.

Dan pada titik inilah aku ingin hadir dan menyentuhnya untuk kemudian menyepuhnya menjadi lebih bercahaya dalam sisa hari...

Pengadu : Jika memang kamu melihatnya spt itu, lantas kenapa ia mengabaikanmu? Bahkan ia seperti tidak rela denganmu.

Domba : Utk masalah itu, hanya dia yg tau alasannya. Tapi jika engkau meminta analisisku, aku bisa membeberkannya. Logika dari prasangkaku knapa ia bgitu antipati adalah krn engkau sbg kawanku untuk aku curhat dan sbg penyambung lidahku kepadanya (aku mengambil contoh persona dari kamu, kawan), tetapi justru engkau tambahi atau engkau kurangi setiap kata2ku. Hingga ketika sampai kepadanya sudah menjadi bukan kata2ku, sehingga terbentuk opini untuk bersikap antipati kepadaku dlm hal keintiman meskipun ia masih bersedia berteman dgn aku. Ini adalah strategi klasik seorang munafik, menikam dari belakang secara halus.

Pengadu : Ah itu hanya prasangkamu kawan... Aku bukan spt itu.

Domba : selow aja bray

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun