Saya sendiri pun pernah mengalami patah hati. Rasa sedih, kecewa dan cemas harus saya telan, bahkan sampai kesulitan dalam menyusun frasa dan kata - kata untuk menggambarkannya. Maka barangkali jika tulisan ini adalah tentang pengalaman pribadi, yang bisa saya bagikan hanyalah sebuah refleksi dengan berkontemplasi pada kisah cinta dan pengalaman patah hati yang pernah dialami oleh seorang filsuf eksistensial, Soren Kierkegaard dengan tunangannya Regina Olsen.
Soren Aabye Kierkegaard (1813-1855), mungkin tidak hanya dikenal melalui karya - karyanya dalam dunia filsafat, tapi kisah cintanya dengan Regina Olsen juga turut mengenalkan namanya bahkan pada kaum yang awam terhadap filsafat itu sendiri. Bagaimana tidak, kedua insan yang sudah saling mencintai dengan tulus bahkan sudah sampai pada tahap pertunangan harus merasakan bagaimana pedihnya patah hati hanya karena adanya keraguan akan ketidakmampuan dalam diri Kierkegaard untuk membahagiakan Olsen kelak.
Pada salah satu kesempatan, Kierkegaard mengungkapkan keraguannya itu melalui sebuah surat yang cukup menyayat hati; “Agar tidak lebih sering mencobai sesuatu yang bagaimanapun juga harus dilakukan…biarlah hal itu dilakukan. Yang penting, lupakan orang yang menulis surat ini, lupakan lelaki ini, yang meskipun mampu melakukan sesuatu, namun tidak dapat membahagiakan seorang gadis.”