Rumah mereka tidak masuk listrik. kebetulan ketika saya kesana, genset miliknya sudah 3 hari rusak. "anak2 terpaksa gelap2", katanya sambil senyum.. Ceritanya, kadang ada nasi buat dimakan, kadang tak ada. kadang ada kerja kadang tidak. amat sulit mnjadi ayah sekaligus ibu bagi anak2 yang masih kecil dan rakus akan kasing sayang dan belaian ibu.."Kadang saya menitikkan air mata, ketika menyuci pakaian anak2, menyiapkan sarapan sebelum sekolah, saya jadi ingat ibu mereka...", dia berkisah.
Di antara sekian bnyak keluarga yang saya kunjungi, wak Tamba adalah kepingan yang paling menyentuh hati saya. banyak keluarga lain yang hidup lebih susah, makan sekali sehari, tidur sempit2an, rumah hampir rubuh, tapi cerita tentang wak tamba punya posisi tersendiri di hati. saya langsung terbayang jika saya pada posisi wak tamba.. seandainya saya punya istri, kemudian punya anak, di dalam perjalanannya isteri saya terlebih dahulu dipanggil Allah, meninggalkan anak2 yang butuh kasih sayang seorang ibu. Banyak wanita yang sanggup bertahan sendiri memperjuangkan nasib anaknya, tapi laki-laki..??? ...
Ah, yang jelas kita punya Allah yang telah mengatur segalanya. Mengutip kata-kata Stephan Hawking,: "Tuhan tidak sedang bermain dadu"