Jarak yang pasti semakin dekat dengan kita adalah masa depan. Kita semua mesti percaya, bahwa semua masa depan tidak lah ada yang pasti. Semuanya serba mungkin, dan semuanya serba tidak mungkin. May be yes, may be not. tapi kita juga mesti harus percaya, bahwa hanya ada satu masa depan yang pasti. Yaitu MATI. rasanya tidak ada seorangpun di dunia ini yang tidak percaya hal ini, walau dia orang yang tak ber-Tuhan sekalipun.
Dari tiga tahapan waktu ini, hanya satu tahapan yang akan menjadikan kita manusia berguna, yaitu di tahapan masa kini, ya... Sekarang. Jika kita mengisinya dengan sesuatu yang positif, maka kita akan menciptakan masa lalu yang berguna, dan mempersiapkan masa depan yang jumawa. Sebaliknya, jika sekarang kita hanya mengisi waktu dengan sesuatu yang negatif, maka kita akan menorehkan sejarah kelam dalam mengisi cerita dunia, dan menanggungkan masa depan yang penuh hina.
Tiga tahapan waktu ini merupakan landasan dasar dari ilmu manajemen, bil-khusus, manajemen hidup, yang menggiring kita pada tahapan-tahapan planning, organizing, actuating/directing, dan controlling/ evaluating.
Karena mati merupakan sesuatu yang pasti, maka tidak main-main, nabi memperingatkannya dalam sebuah hadist; dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi Muhammad s.a.w bersabda: "Apabila seorang anak Adam mati putuslah amalnya kecuali tiga perkara : sedekah jariah, atau ilmu yang memberi manfaat kepada orang lain atau anak yang saleh yang berdoa untuknya." (Riwayat Muslim, dll).
Hanya 3 perkara yang bisa selamatkan kita; Pertama, Sedekah jariah; dalam beberapa penjelasan, sedekah jariah diartikan sebagai pemberian yang bermanfaat dan baik, mewakafkan hartanya kepada kepentingan orang banyak saat dia hidup, alias sekarang. Pahalanya akan mengalir kelak saat dia telah meninggal dunia. dan ini hanya dia yang bisa melakukan saat dia hidup. Ini adalah 1/3 dari 3 perkara tersebut hanya bergantung kepada kita sendiri. Kita menitipkan materi.
Perkara yang kedua adalah Ilmu yang bermanfaat. Bahwa pada saat dia hidup pernah mengajarkan sesuatu kepada seseorang dan orang tersebut menggunakan ilmu yang dia ajarkan tersebut kepada orang lain. Ini hanya bisa dia lakukan pada saat dia hidup, kita harus lakukan itu sekarang. 1/3 dari 3 perkara kita yang ciptakan tetapi tergantung pada orang yang memanfaatkan ilmu yang kita ajarkan. Kita menitipkan sesuatu yang bersifat non-materi
Jika kita tidak memiliki keduanya, masih ada 'kesempatan dalam kesempitan' melalui perkara ketiga. Anak yang shalih yang mendo'akannya.. Ini juga hanya bisa kita lakukan (menjadikan anak kita shalih) pada saat kita masih hidup, sekarang. 1/3 dari perkara yang tiga tersebut. tergantung kita dan anak kita. Kita menitipkan materi dan non-materi sekaligus.
Apa maknanya? Bahwa hanya 1/3 yang kita bawa pasti saat kita mati yang nilainya benar-benar kita hadirkan sendiri tanpa tergantung dengan orang lain. Jika 1/3 itu tidak ada, berarti ada 2/3 lagi sisanya yang membantu menyelamatkan kita. tapi ingat, dari 2/3 itu tidak bisa kita kontrol lagi. Artinya, jika kita analogikan dengan tabungan, maka 1/3 yang pertama adalah simpanan pokok kita yang nilai nominalnya tetap dan tidak berubah. sedangkan 2/3 sisanya adalah ibarat bagi hasil, atau bonus yang nilainya akan berfluktuasi sesuai dengan keadaan atau bahkan tidak dapat sama sekali.
Apa kabar bagi yang tidak/belum memiliki keturunan? Anak yang Shalih yang disebutkan dalam hadist ini menurut tafsir para ulama, bukanlah harus anak kandung, siapa saja yang kita pelihara dan kita perlakukan seperti anak kita sendiri. Oleh karena itu ayat ini menggunakan kata 'waladun shalihun', bukan 'banin shalihun'. Oleh karena itu pula kita dianjurkan untuk memelihara anak yatim atau orang-orang miskin di rumah-rumah kita agar mereka kita didik seperti anak kita sendiri agar mereka menjadi anak yang shalih/shalihah.
So, mari kita perbaiki MASA LALU dengan berbuat SEKARANG untuk MASA DEPAN, hanya dengan menjawab pertanyaan;
Seberapa besarkah (simpanan pokok) Sedekah Jariah kita?
Seberapa banyakkah kita berbagi (sharing) ilmu atau hal-hal yang positif kepada orang lain?
Sejauhmanakah kita mendorong anak-anak kita agar dia menjadi shalih/shalihah?