(1)
Asyik juga mengikuti perjalanan Pendekar Kobat, yang dikawal ketat oleh 3 Janda Lucu --- ini tidak lain karena diplomasi dagang Baba Swei Lung --- baba itu tahu Pendekar Kobat bukan sembarang pendekar --- ia juga seorang Nakhoda Selat Malakayang handal.
Nakhoda yang dapat menembus blokade cukai Kerajaan Banten di pelintasan Selat Sunda dengan Laut Jawa --- Baba Swei Lung juga sudah mendengar bagaimana Nakhoda Kobat melumpuhkan Lanun Cina --- sisa Armada Mongol di Muara dan Sepanjang Sungai Musi sampai di Palembang.
Ternyata perjalanan dari Jepara ke Ampeldenta cukup mengasyikan bagi Pendekar Kobat --- maupun ke-3 Janda Lucu --- berkali-kali mereka mengalami pertarungan dengan Garong dan Gerombolan di hutan-hutan Wingit atau hutan jati.
Sepanjang jalan itu mereka selalu bermalam di mana ada keramaian maupun pesta adat --- ternyata ke-3 Janda itu mempunyai kegemaran turut berebut Apem, di berbagai tempat sepanjang perjalanan --- kegaduhan selalu berbuntut pertarungan.
Pendekar Kobat biasanya membiarkan saja ke-3 wanita itu bertarung, kata mereka latihan dan mengembangkan jurus-jurus baru. Boleh juga.
Yang penting setiap malam, Pendekar Kobat mendapat pengawalan pribadi yang berganti-ganti. Asyik !
(2)
Minta ampun --- di Tambakboyo, karena bermalam di suatu pedukuhan sepi, eh, menjelang subuh segerombolan Bajingan mengepung perkemahan Pendekar Kobat dan kawan-kawan. Semula katanya mereka di utus Adipati Mancanegara Bang Wetan --- agar menyerahkan ke-3 Janda itu, dengan tuduhan menipu di Blambangan.
Bertarung di remang-remang subuh --- gedebak, gedebuk, gedebak, blok, gedebuk, bab, bib, bub --- jrek jrek, jrek gitek giteg.Heran Pendekar Kobat.
Setelah para gerombolan kabur dengan meninggalkan beberapa temannya, patah tulang atau muntah-muntah --- bahkan ada yang muntah darah.
*
“He, Pucuk Klumpangjurus apa pula yang cik pragakan tadi jreg-jreg-mbut.mbut, jreg jreg gitek gitek ? Tanya Sang Pendekar.
“Oh, tuanku itu pengembangan Jurus Aki Baguer menjadi Jurus Giteg Ngambang --- begitu ia menendang dengan tenaganya sendiri awak lambungkan --- lantas kejar tendang selangkangannya. . Pasti jengkang ia, Encik Nakhoda !”
“Mengapa bisa berbunyi mbut mbut, bagaimana pula itu”
“Ah, itu hanya bunyi celana pangsi ditarik dalam posisi kuda-kuda Encik”
**
“Kulihat Cik Mayang Terurai juga bukan main hebatnya --- hanya berdiri menanti serangan, cuba apa pula jurus yang tak begitu jelas kusaksikan tadi”
“O itu pengembangan Tari Ketuk Tilu Encik Guru --- Ta’ juluki Jurus Merak Mengibas Debu --- para gerombolan lanang atau pendekar jantan, banyak bukan memukul Encik, mereka kadang-kadang coba meramas, meraba, memeluk atau merogoh Cik Gu !”
Pendekar Kobat terangguk-angguk coba mengerti.
“Mereka berapa pun menyerang, kita diam saja sambil bersikap giteg --- seperti burung merak.Lha mereka mencoba meremas dari belakang ta’ plentir jarinya sampai patah --- ia nyrobot dari samping tak patahkan tangan sampai bahunya --- di merangkul dari belakang ta’banting ke depan ta’ tutug tengkuk, bisa-bisa mati dia.”