(1)
Sumilirnya angin di bebukitan dengan tanaman palawija
Orang-orang baru panen, sepinya pergerakkan orang-orang --- mana itu pertumbuhan ?
Aku bertanya dalam kerumunan rakyat jelata yang rindu ke peraduan Sang Pendekar Pembangunan
Orang-orang tua renta dengan nafas satu-satu langkah satu-satu, menatap ke atas masih terus menanjak …. Biarlah
Orang-orang muda hampir putus asa untuk mencapai altar bersimpuh mengadukan nasib.
Orang-orang lapar dengan menunggang ojek, mengejar-ngejar penumpang, pedagang tua renta mengacungkan : intip, intip, intip
Orang-orang perempuan membeberkan kaos-kaos : Tak tinggal, malah rekoso !
(2)
Pohon-pohon menjelang musim panas yang panas
Orang-orang menimbang panen ubi jalar --- wajah mengadah hidup yang bergulir dari generasi ke generasi perlu kepastian
Perlu perubahan
Perlu jaminan --- anak-putu harus terjamin lebih baik merdeka, sekali merdeka tetap merdeka
Merdeka adalah harapan nyata --- bukan janji kosong dan kebohongan, demi kebohongan --- kami menapak lagi
Nafas dan doa kami buatmu, bapak
(3)
Di Epitaph pualam doa rakyatmu dipanjatkan --- rakyatmu bersimpuh rindu dengan sapaanmu
Rakyatmu rindu senyum optimisme --- bisa memberi harapan dalam kemerdekaan, bukan hiruk pikuk agitasi pertumbuhan
Pertumbuhan yang dibayar mahal dengan kesia-siaan --- engkau lihat bangsa ini rapuh dari Sabang sampai Merauke
Bangsa ini goyah bapak
Bangsa ini mengalami dekadensi moral, karakternya runtuh seperti tebing yang longsor
Ratib pertumbuhan yang kosong --- moral dan falsafah Bangsa tertinggal dalam slogan dan poster.
Katakan : Tidak !
Ya, tidak ada harapan !
(4)
Pat papat
Matesih, Giribangun --- Karanganyar
Bapak, Indonesia kini membutuhkan Pemimpin Besar yang melebihi kemampuan dan kinerjamu
Rakyatmu muak dengan Pemimpin seperti kepik menghisap di batang padi.
Pemimpin pembohong seperti Togog menempel pada kekuasaan yang kopong dan puso
Untuk Indonesia, mereka bekerja menghasilkan puso belaka
Puso !
[MWA] (Puisi II -02)