“Hanya ‘perubahan’ , realitas yang terus menerus mengalir” --- Bung Karno ingin mengajak Bangsanya “mengelola perubahan” menuju masyakarat Adil dan Makmur --- ia gagal memainkan instrumen politiknya --- mengelola partai-partai berazaskan Nasakom. Indonesia malahjatuh miskin !
Lantas Pak Harto tampil tidak memakai referensi atau pidato yang berapi-api; semisal komando melawan Nekolim dan bersenjatakan Nasakom --- Pak Harto tampil dengan pragmatisme, Rencana Pembangunan Lima Tahun --- Repelita.
( Bung Karno, sebelumnya dengan akronim : Pemnasta --- Pembangunan NasionalSemesta).
PakHarto membawa perubahan di bidang pangan dan pertanian, industridan lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi dan pendapatan nasional, infra struktur dan pendidikan--- sejarah mengkoreksi hasil pembangunan itu. Dipicu Krisis Asia, malah menjadi krisis Multi-dimensi di Indonesia.
BudayaKorupsi menjaring Indonesia dalam biaya super koruptif --- kapal karam hiu kenyang, pata pepatah Melayu --- Indonesia hampir karam, para bankir dan birokrat kekenyangan mengotak-atik perbankan dan keuangan Indonesia.Bencana BLBI itu adalah Sejarah Korupsi di Indonesia yang tetap menjadi misteri, walaupun Utang asing dan bunganya menelikung NKRI.
Penyebabnya itu juga, Budaya Korupsi. Indonesia hanyut dalam perubahan, terus terseok-seok dalam janji-janji Partai Politik dan Politikus --- Indonesia gagal mengelola perubahan ke arah positif . sampai hari ini Presiden RI Susilo tidak berhasil memberikan perubahan positif yang dijanjikannya.
“Arang habis besi binasa “, APBN makin besar, dengan sistematis digerogoti para koruptor dari Partai Politik dan kaum Birokrat. Kini Budaya Korupsimenguasai secara sistematis Sumber Daya Indonesia.
Siapa yang harus menyelamatkan NKRI ?
Tampaknya ia tidak mempunyai kompetensi untuk mengelola Perubahan.Perubahan alamiah yang merupakan kekuatan eksternal,‘Panta rhei’, malah makin merusak sendi-sendiinternal ber-Negara.
Proses kegagalan, faksinasi, fraksinasi dan deformasi menggejala --- segala bentuk ketahanan nasional seperti dirusak oleh “radikal bebas Sang Syiwa”. Indonesia Bingung !
Koalisi Politik menjadi ajang transaksional ala bermain catur --- sibuk dengan gerak taktis dan tipu-tipu,momen-momen berlalu setiap kali hanya menghabiskan APBN dan energi nasional. Bidak dan Menteri-menteri habis dipertaruhkan untuk mencapai Kebijakan yang tidak strategis. Bermain catur ala Prinsip Zero Sum.
Secara pribadi pun, di kantor dan pasar, anda mengalami politicking eksternal --- hanya anda-anda yang pintar mengelola perubahan, yang secara optimal memperoleh kepuasan bathin --- anda harus memperoleh “nilai optimal dari setiap rupiah yang anda peroleh dan belanjakan”.
Orang-orang yang mempunyai akses di Perpajakan kini mengolah mismanagemen birokrasi --- untuk memperkaya diri, bahkan tidak mustahil dari Kebijakan Peranggaran pun akan terbukti, secara sistematis menjadi Sumber Koruptif para Kader Partai Politik.
Saksikanlah kasus Nazaruddin --- Tunggu kasus Angelina Sondakh (dan kawan-kawan) apakah membuktikan --- terjadi ‘perubahan negatif’ bagi NKRI, tetapi berkah perubahan positif bagi mereka yang berkuasa mengelola “Budaya Korupsi”.
Presiden RI harus berbuat Perubahan apa --- pada situasi yang kian memburuk ini ?
“Tebas itu Kaum Koruptor !” {Kroco)
[MWA] (Features -57; Filsafat -17)