Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Anugrah Anak Sumbing (Cermin)

16 April 2012   01:21 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:34 853 0

*

Telah belasan tahun aku tentram mensyukuri kehadiran anak kedua-ku Tanto --- ia pintar rajin dan mempunyai caranya berbakti kepada orang tua.

Bapaknya telah 6 tahun meninggal dunia --- mas Budibakti memang pada mulanya sangat kecewa dengan kelahiran Tanto. Ia panik, dan melarikan diri, menghilang tanpa bekas. Rupanya ia kecewa berat mendapatkan kelahiran Tanto yang cacat. Tanpa alasan ia menuduhku berbuat zina --- yang menimbulkan cacat di bayi kami itu.

**

 

Aku juga menyesal, sedih, pedih dan terkadang bertanya pada Tuhan, “mengapa ia memberikan cobaan begini berat bagi keluargaku”. Mas Budi menghilang --- aku ditinggalkan sendiri merenungi, terkadang sepertinya perkawinan kami ini membawa penyesalan dan petaka.

 

Di tengah keluarga bapak-ibu aku anak ketiga dari 5 bersaudara --- di antaranya kami bertiga yang perempuan. Kami keturunan Cina, tetapi dari kelompok keluarga yang miskin.Dua saudara perempuanku cantik-cantik, putih kuning kulitnya --- aku berkulit gelap seperti sosok perempuan Jawa tetangga kami.

Aku menerima ketika bapak menjodohkan aku dengan mas Budi, seorang tukang kayu. Aku “narimo”,pelan-pelan keluarga kami menjadi bahagia apalagi setelah kelahiran anak pertama, Udinfiddin Narimo.

 

Segera perahu rumah tangga kami hancur berantakan --- ketika kelahiran anak kedua, Tanto rupanya sangat mengecewakan mas Budi. Ia panik, aku pun panik.

Masih di Klinik Bersalin, aku menyesali apa yang mungkin penyebab aku harus dianugrahi anak yang cacat --- aku tidak punyai siapa pun teman berbagi. Besok mungkin aku harus kembali ke rumah kontrakan kami --- rumah bedeng di tepi Kali Krukut. Ketika adzan bergema aku mengadu kepada Allah --- “Allah, apakah aku mampu menanggung beban ini, ya Allah tolonglah aku”.

 

Aku pulang ke rumah sendirian, aku memangku Tanto dengan baju dan popok kado saudaraku --- Bajaj itu panas sekali, debu dan asap menerpa kami. Dadaku sesak, air mataku untuk kesekian kali membasah pipi --- kupandangi bibir dan rongga mulut Tanto yang merah --- aku tidak mengerti apakah ia bernafas melalui mulut ataukah hidungnya.

Tantoku --- nama itu aku yang memberikan padanya. Karena bapaknya kecewa, tidak mau memberikan bahkan sepotong namapun.Ya, aku mengabadikan nama keluargaku. Tanto.

Mas Budi menghilang --- aku tidak memikirkan dia. Aku juga kecewa, tetapi aku akan tetap menerima Anugrah Illahi ini. Tanto.

 

Yang aku tidak dapat menerima bahwa, penyebab cacat ini bukan hukuman tuhan karena aku telah berselingkuh --- di klinik aku mendapat jawaban atas tuduhannya itu --- Allah memberikan Petunjuk-Nya, Hidayah-nya.“Taniti …………….. ingatkah engkau dengan obat pengatur haid dulu ?”.

 

Ya, aku panik, terlambat mens sementara anak pertamaku baru mau disapih --- kebiasaan teman-teman tetangga kuturuti, meluruhkan dengan mempercepat menstruasi.Terus terang --- aku bahagia dengan kehamilan, tetapi kemiskinan kami --- dan kehidupan bertetangga dalam kemiskinan --- membuat jiwaku selalu tertekan, kuatir dan dalam ketakutan. Hidup makin susah selalu tergambar di rumah-rumah petak di sana.

**

 

Mas Budi ngabur menyembunyikan kekecewaannya --- anak pertamaku tetap diasuh Lingling --- keluargaku menyumbang pembantu untuk menemani hidupku. Mereka menanggung biaya-hidupku.Tetapi beban hari depan Tanto sepanjang hari menggedor-gedor nurani-ku,

Malam sebelum aku keluar klinik --- ada peristiwa beban manusia lain, yang menjadi Petunjuk-Nya, perawat menunjukkan seorang bayi yang baru lahir dengan cacat di kaki dan kedua lengannya --- alangkah beratnya ia akan memperjuangkan hidupnya tanpa kedua tangannya ?

Ya Allah ampunilah hamba-Mu yang lemah ini --- mengapa Engkau tunjukkan pada Kami Kuasa-Mu yang terkadang tidak cukup kami mengerti ?

***

 

Dengan bantuan Pak RT, Pak Kardiman yang bekerja di percetakan --- nasib dan hari depan Tanto menampakkan sinar ke lebih baik. “Majalah S” mensponsori pembedahan bibir sumbing Tanto.Aku bangga dalam kemiskinan kami ada rejeki Tanto dari-Nya.

Aku menganggap perbaikan wajah Tanto sangat optimal. Aku bersyukur.

Tanpa kusadari keluarga kami utuh kembali --- “mas, ketika aku di-interview majalah itu --- mana suaminya bu ?Aku katakan mas ngabur tidak bertanggungjawab !Allah telah membantu kita mas --- berusahalah mas sekuat tenaga, agar hari depan kedua anak kita bisa lebih baik dari kita.”

Memang rejeki dan kehidupan kami pelan-pelan menanjak --- selain ketrampilan mas Budi meningkat, pendapatan meningkat. Kami akhirnya mempunyaiusaha kusen-pintu dan jendela. Usaha yang membantu kestabilan kehidupan kami.

Aneh akhirnya kami mempunyai anak lima orang --- hanya Tanto yang mengalami cacat, dan aku yakin obat sembarangan itu besar kemungkinan penyebabnya.

Sepanjang hidupnya Tanto tidak pernah minder dengan kelainan bawaan lahirnya --- ia tampaknya tumbuh normal badan dan jiwanya. Hal inilah yang menentramkan hatiku.

Anak pertama telah menikah, dan kini telah memberiku cucu. Mas Budi telah meninggal dunia, tiga anak telah bisa mencari nafkah --- termasuk Tanto.Walaupun ia hanya pengantar surat, sebagai Kurir, tetapi aku bangga ia mempunyai cita-cita untuk maju.

Bertahun-tahun aku telah menerima “cobaan dengan tawakal”, berdoa untuk untuk anak-anaku, bersyukur dengan apapun yang kami terima.

****

 

Sebagai seorang ibu, wajar berbincang dengan anaknya yang kini berumur 24 tahun, pemuda yang sehat rohani dan jasmaninya --- yang bekerja keras untuk meniti kehidupannya, ia yang mempunyai cita-cita untuk lebih maju.

Untuk apa ia bercita-cita ?

Dalam perbincangan tadi malam --- kalimat pertanyaan yang dulu timbul-tenggelam di dalam benakku …………….. yang kemudian lenyap ditelan rasa syukur.Sekonyong-konyong keluar dari mulut pemudaku. Meledak seperti menghancurkan seluruh isi kepala dan dadaku.

“Mama mengapa abang mengalami bibir sumbing ma ?”

(Di masa kanak-kanaknya aku menantikan kalimat pertanyaan itu --- di masa remajanya tidak pernah sekali pun ia tampak menyesali bibirnya yang kurang sempurna itu --- mengapa ia menanyakan hal itu. Aku tidak bisa memberi banyak jawaban dan alasan kemungkinan bisanya terjadi hal itu --- sambil membelai rambut pemudaku …………….).

Abang, Allah menganugrahkan begitu banyak kenikmatan kepada hamba-hamba-Nya dengan adil --- hukum Allah untuk Ke-Maha Adilan-Nya adalah ……………….. ada Manfaat ada Mudharat ………………… jangan-jangan pada saat ibu hamil muda, bunda entah menelan obat apa --- obat mempunyai Manfaat, tetapi ia juga mengandung Mudharat.Abang kita bersyukur atas Ke-Maha Adilan-Nya. Ia memberikan berbagai nasib masing-masing hamba-Nya untuk menjadi iktibar bagi sesama manusia ………………”

Pagi ini setelah  ia pamit meninggalkanku, aku melakukan sholat Dhuha --- memohon ampun, memohon rejeki bagi kami, memohon kelapangan jodoh bagi Tanto-ku ………… Amin Ya Rabbil Alamin.

Aku bersimpuh dan meneteskan air mata --- bukan karena penyesalan, tetapi tetap bersyukur atas Rakhmat dan Petunjuk-Nya. Anak itu mengadu pada ibunya --- walaupun ia telah dewasa.

[MWA] (Cermin Haiku -34)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun