Vonis hukuman mati pun di Indonesia bisa bertele-tele eksekusinya --- adakah permainan suap di situ ? Mungkin saja !
Penegakan hukum di Indonesia sudah demikian bobroknya --- Polisi, Jaksa, Hakim, Pengacara, Panitera, Jajaran Kehakiman --- semuanya bisa ‘di-mainkan’ (mengenang ungkapan Wapres Adam Malik, almarhum).
Penjahat narkotik, sipir penjara dan atasannya dapat dibina menjadi ‘channel of distribution’ narkotik. Dari dalam Lapas !
Para Hakim Tipikor atau pun di Lembaga kehakiman lainnya --- seperti kehilangan hati nurani dan rasa keadilan, dalam memutuskan hukuman ringan bagi para Koruptor, pengkhianat bangsa ( tetapi aparat penegak hukum tega menahan, merekayasa, menghakimi sampai memvonis-sesatkan Rakyat Jelata dalam kasus enteng dan remeh-temeh).
Sebelum terjadi Revolusi Sosial kontemporer --- ingatlah Revolusi Sosial pernah terjadi di Jawa dan Sumatera sekitar awal 1946 --- tanda-tandanya mirip suasana krisis Rasa Keadilan saat ini.
Kepala staf Umum TKR (Tentara Keamanan Rakyat) Letnan Jenderal Urip Sumoharjo menyiarkan Maklumat Markas Besar Umum pada tanggal 31 Oktober 1945 --- dengan berbagai konsiderans kegentingan penegakkan hukum, dikeluarkan Instruksi Pengadilan Tentara.
Dikutipkan : “Berhubung dengan gentingnya keadaan pada masa ini ……………………………. Sebelum ada pengadilan tentara yang tertentu, sebagai berikut ………….. Undang-undang Tentara………… Peraturan sementara ……………..”
Pasal 1 sampai 3 tidak dikutip --- berikut Pasal 4 yang secara spontan pasti membuat kita, Bangsa Indonesia --- apa pun status, pangkat, dan jabatannya --- pasti ngeri melakukan Tindak Pidana Korupsi dan penyalahgunaan wewenang.
Kutipan ………………..” …………Pasal 4. Hukuman yang dapat dijatuhkan kepada siapa yang disalahkan atau dasar syarat-syarat yang syah sebagai berikut :
a) hukum mati dengan cara gantung, dipotong lehernya atau ditembak.
b) hukum penjara dengan kerja-paksa lamanya dari sedikitnya satu hari sampai selama hidup
c) hukuman tahanan sedikitnya satu hari dan setingginya 3 bulan lamanya
d) hukuman denda serendah-rendahnya f 10,- setinggi-tingginya f 10.000,- yang jika tidak bayar diganti dengan hukuman tahanan setinggi-tingginya tiga bulan lamanya.
Pasal 5 -7 tidak dikutip.
Yang sangat efektif untuk mencegah Calon Koruptor, dan lain-lain; juga Penegak Hukum dan Aparat Kehakiman melakukan Tindak Pidana Korupsi, Suap-Sogok dan sejenisnya --- termasuk penyalah gunaan Wewenang --- adalah Pasal 1 butir a) dan b) --- yang lain bisa dikembangkan dan di-kurs sesuai jaman kontemporer.
Kalau hanya dengan mentolerir vonis penegakan hukum yang diprakekkan saat ini --- Negeri ini pelan-pelan tetapi pasti --- mengundang bala, yang namanya Revolusi Sosial.
Sudah ratusan peristiwa goncangan dan krisis selama masa Kemerdekaan --- bisa terjadi peristiwa yang lebih dahsyat dari Gestapu/PKI Oktober 1965 dan Gerakan Reformasi Mei 1998, ketika Krisis Moneter berubah menjadi Krisis Multi-dimensi.
(Bahan bacaan --- Sekitar Perang Kemerdekaan INDONESIA jilid 2/11, DR. A.H. Nasution, Penerbit ANGKASA Bandung, DISJARAH-AD, 1977)
[MWA] (Polhankamnet-07)