Hidup ini, yang selalu riang gembira --- konon itu terpantul dari body-language dan intonasi serta artikulasi pengucapan.
“Dik, tolong sambungkan kepada ibu !”Komunikasi sangat terbatas.
Sambungan begituan bisa sehari 2 kali --- tetapi tidak tiap hari.
Mengurus proyek yang terbentang dari Tanah Semenanjung sampai ke Malaysia Timur. Keren dan selalu percaya diri --- rasanya segalanya tercukupi.
Jam kerja suka-suka, penuh tanggung jawab --- tiap saat menghadapi persoalan yang harus diputuskan. Hebat.
Hidup penuh petualangan --- dulu seorang Wak mengatakan “Kalau mau berpetualang, harus mempunyai dasar”. Dimengerti statement itu, setelah dewasa hal itu menjadi pertimbangan Diego setiap kali ia memasuki episode ‘petualangan’
Wijoyo Centre basis kantor pusat di mana Diego bekerja --- ia tidak canggung-canggung walau telah berbulan-bulan meninggalkan lingkungan kerja. Mungkin beberapa hari kemudian telah meninggalkan Jakarta lagi. Begitu pola kerjanya.
Namanya petualangan --- mendebarkan dan tantangan, tentu ada bea-nya. Orang Jawa mengatakan “Jer basuki mawa bea”. Pedoman hidup yang menjadi andalan Diego sejak 1964 --- yang memberinya pun masih diingat. Almarhum Mas Solikhin.
“Saya selalu menanti-nanti telepon bapak --- saya senang bertemu bapak”. Anak itu cantik, kulitnya rada gelap, tetapi totalitas wajah dan penampilannya sungguh menyenangkan. Hanya itu.
Keluar dari ruang President Director, kok malah berjumpa lagi dengan anak itu --- ya, ia hanya Receptionist.
“Bapak mau ke mana saya ingin menghadap bapak”, kamar dan meja Diego di lantai III, sekarang mereka di lantai II. Sekilas timbul desakan petualangan Diego.
Ia membisikkan sesuatu ke telinga gadis itu. Gadis itu menunjukkan arah --- Diego tidak menyadari bisikannya telah membuat gelora di hati, emosi, otak dan syaraf gadis itu. Anak itu segera panik, turun ke meja tugasnya atau menanti Pak Diego (?).
Ia panik karena ada tugas untuk berjumpa dengan Pak Diego --- tetapi mengapa pertemuan kedua ini sangat sensasional ? Suara bisikan itu tidak pernah dirasakan Yanti sebagai perempuan, 21 tahun selama ini. Ia merinding.
Bibir lelaki itu menyentuh daun telinganya.Nafasnya tersengal.
Yanti sudah pernah berpacaran --- sudah berpengalaman disentuh lelaki. Walaupun kini memang ia sedang jomblo. Bersimpang siur adegan perjumpaan dengan pak Diego di dalam mentalnya, bersimpang siur pula adegan yang bisa terjadi dalam bayangan Yanti. Yanti kuatir, ia takut itu bisa menjadi skandal di kantor. Bahaya.
Panggilan ke kamar 307.
Yanti gugup --- ia telah berpengalaman kerja di 3 tempat; di perusahaan ini sudah 2 bulan. Mengapa ia menjadi gugup (?).
“Pak, saya akan menyerahkan ticket dan allowance bapak, dalam bentuk dollar”. Setelah bertatap mata sekilas --- Yanti terpaksa menikmati debar jantungnya --- yang bergelora seperti jatuh cinta.
“Tik, saya panggil kamu Titik --- namamu Yanti”.Hati Yanti meledak-ledak mengapa ia memanggilku Titik (?).
“Istrahat siang, Titik bersama saya --- kamu senang ya ke Cinnamon ?”.Ampun ini akan menjadi skandal.
“Terimakasih pak, saya”
“Saya tunggu kamu di situ”
Itu permulaan kisah petualangan --- untuk selanjutnya, Diego hanya memegang kata-kata Yanti.
“Bapak saya kesengsem pada bapak, pertama menerima telepon untuk disambungkan ke “Ibu” --- entah mengapa nama dan suara bapak saya rindukan.Tetapi setelah bertemu muka …………. dan menerima bisikan bapak ……………….. di rumah saya berpikir --- mulanya saya terpesona dengan sosok bapak dalam gossip di kantor --- tetapi kini, saya menyatakan saya kesengsem……………….”.
Memang Deigo pun kesengsem --- penampilan, kecantikan, dan komunikasi dengan Yanti memang menyenangkan.
Pada hal ia hanya lulusan SMIP. Sekolah Menengah Ilmu Pariwisata --- sekarang mungkin nama pendidikan itu, SMK Jurusan Pariwisata.
[MWA] (Cermin Haiku – 17)