Mohon tunggu...
KOMENTAR
Fiksiana

Pulau Penang nan Elok; Jenderal Elberg bertemu Tunting (DKNM-03/10)

19 Februari 2012   10:33 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:28 186 0

(1)

Pulau Penang adalah salah satu Bandar pelabuhan yang sangat ramai di Selat Malaka --- kejayaan Kerayaan Melayu telah berakhir di sana --- malah Kerajaan Aceh yang masih ada di ujung utara Pulau Sumatera, sudah lama tidak berpengaruh lagi dalam perdagangan di Malaka atau pun Pulau Penang.

Saat ini yang berkuasa adalah Inggris di Pulau Penang, Malaka dan Tumasik (Singapura).

Karsiyem dalam pelukan Rudolfo, ia bertelekan pada rail haluan kapal --- rupanya kapal telah membuang sauh dini hari tadi --- Karsiyem nyaman dalam pelukan yang ringan tetapi mesra itu.

 

Rudolfo masih mengingat Kerajaan Aceh --- ‘pemberontak Aceh’ telah menghancurkan Legiun Mangkunegaran, tampaknya Rudolfo segera harus bertugas memimpin Legiun Afrika yang saat ini sedang dikonsolidasi di Purworejo, di Jawa.

 

Mereka saling berhadapan --- berlaga hidung, kemudian Rudolfo mengecup dahi Karsiyem, dilanjutkan dengan ciuman bibir yang hangat.

 

“Sebentar lagi kita akan mendarat di Pulau Penang --- kita akan tinggal di perbukitan, aku akan mencari rumah di sisi bukit. Karsiyem dulu kita tinggal di Bukit T 29 memandang undak-undak bukit kebun teh di Kandy --- nanti, lihat ke sana,kita akan mencari rumah di sisi timur, agar tiap pagi memandang matahari terbit “

 

Pulau Penang dulunya milik Kesultanan Kedah --- disewakan Sultan Muhammad Jiwa, Raja Kedah kepada Inggris pada tahun 1786 --- untuk menjamin keamanannya dari serangan kerajaan-kerajaan Siam dan Burma.

Keamanan Kerajaan Kedah dibawah perlindungan British East India Company --- suatu Kompani yang memiliki kekuatan militer. Sejak 1826 pulau ini menjadi bagian Straits Settlement --- Inggris, Kapten Francis Light menamakan pulau ini, Pulau Prince of Wales.

Di Pulau Penang Rudolfo akan bekerja di Harrison & Crossfield Coy --- perusahaan yang meng-impor tekstil dan barang-barang produksi Britain --- lantas mengangkut hasil hutan dan  lada, sebagai barang ekspor dari Sumatra dan Semenanjung Melayu.

 

Rudolfo tersenyum, ia ingin sekali bertempat tinggal di Tanjung Penaigre di timur Pulau Penang --- ia tersenyum kembali --- memang ia lelaki romantis, ia ingin bangun pagi dengan menatap terbitnya mata hari --- menyongsong malam dalam kegelapan bayang-bayang bebukitan.

 

Rudolfo membopong lagi Karsiyem, dari haluan kapal SS Golden Dirhammas, kembali ke Cabin.

 

(2)

 

Selepas senja di gelapnya malam, hanya tampak tinggi bulan di puncak nadir --- mBok Atun akan menggunakan Damar Kurung untuk melihat peruntungan Tunting Wulandari yang akan diserahkan kepada Panglima Tentara Hindia Belanda.

 

Memang Adipati Branjangan menantikan kabar kedatangan Jenderal Elberg, yang sedang turne ke Purworejo --- ke basis militer mereka di sana, mungkin juga ia akan ke Mangkunegaran dan Yogyakarta. Biasanya ia ada beberapa hari pula di Garnizun Semarang.

 

Sejak senja Damar Kurung telah berputar mempermainkan teka-teki kehidupan manusia --- kini perputarannya di-iringi tembang yang berisikan ajaran hidup dan filsafat maunusia yang berada di bawah pengaruh Kudrat Illahiah.

 

“Lan nuwuno apura Hyang Widhi / tobata ing batos / rumangsa driyanta / mumulenen luhure sami / kang sira glani /nulak walatipun //.

 

Itu bait penutup untuk malam itu, bait ke-13 dari Serat Selokatama.

Tadi sebelum menembangkan macapat terakhir --- mBok Atun telah mengabarkan dan membeberkan rencana Adipati menyerahkan Tunting untuk di-darmabakti-kan kepada Kerajaan Belanda --- mengabdi kepada Pemerintah Hindia Belanda --- penguasa yang sebenarnya di Tanah Jawa.

 

“Tunting, kecantikanmu adalah jaminan hidupmu akan mukti, pelayananmu yang akan menentramkan jiwa ragamu baik siang maupun malam. Ketika kamu akan mengabdi ke Kesultanan Cirebon --- mboke telah menitipkanmu Cundrik dan batik Truntum --- kalau nanti tuanmu keberatan dengan senjata piyandel itu, katakan itu benda pusaka nenek moyang --- perhiasan diri ...................

 

Ternyata Simbok menembang lagi : “Boknawa lingsem temah runtik / dadi tan pantuk don / dene lamun ingulap netyane / datan rengu lilih ing panggalih / banjurna dera ngling / lawan tembung alus //

“Sekarang kamu sudah bisa berbahasa Belanda --- diperhalus ketrampilan bahasamu, agar tuanmu tambah senang melekat --- kalaulah kamu dibawanya ke tengah budayanya, diajarkannya kamu tatacara budaya Belanda, sungguhlah mempelajarinya --- agar kamu jangan kikuk, apalagi kalau seandainya tuanmu menganggapmu --- perhiasan unggul dari Tanah Jawa .................... ingat perempuan Jawa adalah bidadari kahyangan ................. sekarang kekuasaan di tangan Kompeni, kalau kamu berada di tengah mereka jadilah --- tetap perempuan Jawa yang, ngabekti, ngrumati dan ngajeni...........................”

“Jenderal Elberg konon sudah sepuh, kamu akan aku ajari melayani lelaki yang mempunyai pengalaman dengan banyak wanita --- lelaki tidak boleh kamu hina dengan cara apapun --- sabar, layani dia dengan sabar --- puaskan dia. Dia adalah jenderal yang menguasai seantero Nuswantoro. Kamu pasti wanita teristimewa bagi dirinya ................. Oh, ini aku beri kamu batikSawat Luhur untukkamu kenakan saat bertemu pertama dengannya ...........“

[MWA] (Damar Kurung Nyai Moravia ; novelbersambung 03/11)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun