(1)
“Tunting --- para bangsawan dan ningrat Jawa bangkrut, mereka adalah manusia yang besar-besarnya menetek pada susu Hindia Belanda --- mereka bersembunyi di bawah ketiak kekuatan Belanda …………….. masing-masing mereka ingin ngawula pada Belanda. Eyang buyut Arum Purnami berwasiat agar anak-cucu-cicitnya walaupun hanya selir atau abdi-ponggowa harus bercita-cita tinggi, melahirkan putera-puteri terbaik, paling tidak setingkat Pangeran Puger.Mengerti kamu ?”
“Setelah Pemerintah menghapus Cultuur Stelsel para Ningrat pemeras dan penghisap penghidupan petani --- melolong kehilangan arah, kini mereka bangkrut, tetapi namanya mereka orang berkuasa, mereka tetap berlaku ceroboh dan penyerobot --- lihatlah rakyat tetap menjadi korban angkara murka mereka --- rakyat pesisir pun pada mengungsi ………………. Para pangeran banyak yang menjadi begal, perampok-penyamun. Mereka kini menjadi penindas hasil panen petani. Konon ada sedikit ketentraman di Kesultanan Mataram atau di Kesultanan Cirebon……………”
“Kalaulah kamu nanti mengabdi di Kesultanan Cirebon --- berpalinglah ke luar kraton ………… kalau kamu hanya mengabdi pada kepuasan para Pengeran atau bahkan menjadi selir Sultan ---- cita-cita Buyut tidak mungkin bisa engkau wujudkan.Para Bangsawan adalah manusia kerdil, penetek di ketiak para Kolonialis. Lihatlah ke luar kraton pada para pemungut pajak dan cukai, para Kapitan Cina dan para pengusaha yang menguasai barang…………… percuma kita membuang umur mengabdi kepada para ningrat”
Tunting mendengarkan dengan seksama --- sejak kanak-kanak ia telah berguru pada pengasuhnya mBok Atun --- ibunya Ratnaningsih diboyong Adipati Bang Wetan, konon kini menjadi selir di Kadipaten Karangasem.Selama hidupnya Tunting mendapatkan pelajaran yang mendalam masalah ranjang --- olah-saresmi dan politik di seputar kraton.mBok Atun selaku pewaris Buyut Canggah Arum Purnami mempunyai wasiat untuk melambungkan peranan TuntingWulandari setinggi-tingginya. Kalaupun tidak menjadi Permaisuri, bisa mencapai Selir Sultan atau Raja.
Tetapi mBok Atun telah melihat surutnya peranan dan kekuasaan para Raja dan Sultan di Tanah Jawa.
“Mbok dulu bercerita tentang kebon tebu dan jalur baja tanah jawa --- apakah Sultan Cirebon mempunyai kekuasaan atas tanah, petani dan jalur baja, mbok”
“Tunting para Sultan dan Raja adalah kaki tangan Belanda, para bangsawan adalah begundal penindas --- sekarang mereka banyak menjadi perampok dan begal.Kalau kamu sampai di Kesultanan Cirebon --- pelajarilah pengusahaan perkebunan tebu, pabrik gula dan kereta besi ………….. ada lagi Tunting belajarlah dari penderitaan rakyat, belajarlah dari perjuangan para petani. Raja dan bangsawan sudah bukan penguasa --- Penguasa kini adalah bangsa Belanda, Cina, Arab dan Orang Asing ………………… orang Jawa, termasuk para Raja dan Sultan adalah kawula Pemerintah Hindia Belanda, para bangsawan adalah penjilat Orang Asing --- kita harus menyesuaikan cita-cita Eyang Buyut Arum Purnami, kita harus menempel pada yang berkuasa --- berapa puluh keturunan kita hanya jadi pengabdi raja dan bangsawan …………. Kini mereka tidak lebih seperti kita ……………….. kawula Orang Asing.Ingat itu Tunting, para raja dan ningrat adalah kaki tangan penguasa Belanda. Mereka menetek pada Belanda “.
Tunting terkesima mendengar pelajaran hari ini --- raja dan para ningrat adalah kaki tangan Orang Belanda dan Orang Asing lainnya --- Orang Jawa adalah sasaran penghisapanOrang Asing.
Kemudian mBok Atun melagukan macapat berisikan ‘kaprayitnan’ (kewaspadaan) …………….. “Tunting kalau aku turut bersamamu menjalani kehidupanmu --- aku tetap akan menjadi gurumu …………… “
“Mbok biarlah aku memohon pada Ndoro Kanjeng agar mboke menyertai aku merantau ke Cirebon --- aku wani mbok, nanti kalau aku meladeni ndoro. “
Lantas mbok Atun melanjutkan ajarannya : “…………… Pakubuwono IV menyatakan kawula muda harus banyak bertukar pikiran, berguru dan meneladani ‘tiang sepuh’ --- orang muda harus bisa memilah yang baik dengan yang buruk, belajar cepat dalam mengambil keputusan --- jangan banyak ragu dan bimbang --- kemampuan itu hanya bisa dicapai oleh orang yang berlatih kecerdasan dari masa mudanya --- hayati adat-istiadat, dan tatakrama, pintarlah dalam duga dan perkiraan-perkiraan, pintar dalam duga dan prayoga ……………… “
“Apakah itu mbok ?” Tunting menyela.
“……………. Maksudnya pandai menggunakan ukuran kemungkinan-kemungkinan, perkiraan-perkiraan.”
Hening sejenak kemudian mBok Atun menyatakan : jangan lonyo --- jangan lemer --- jangan genjah --- jangan angrong pasakan --- jangan nyumur gumulung --- jangan ambutut arit…………………… “
“Baiklah Tunting, kita nantikan kabar Ndoro tiba dari Kadipaten Gebang. Kemarin mboke bertemu dengan Serang perahu Jung dari Gebang --- bahwa angin ribut melanda Laut Jawa, mboke ingin menyertaimu walau sampai ke dasar laut ………………… “
Mbok Atun kembali menyanyikan macapat, kali ini Sekar Wiranggong, tembang yang melankolik --- yang selalu menghanyutkan jiwa Tunting dalam keharuan.
(2)
Sementara itu Rudolfo Moravia sedang mengurus kapal yang akan berlayar dari pelabuhan Colombo ke Pulau Penang --- ia akan berangkat bersama dengan Karsiyem, Sang kekasih yang akan dipulangkan ke desanya di Mengkowo.
Rudolfo mengantongi misi sebagai militer-soldadu Hindia Belanda yang akan mengomandoi Legiun Afrika yang akan menjaga keamanan HindiaBelanda di Nusantara --- ia telah diijinkan secara rahasia untuk bekerja di Pulau Penangdan Malaka.
Dengan surat referensi Mr. Brant tampaknya ia akan mulus bekerja di Perusahaan Dagang Inggris di Semenanjung Melayu.
[MWA] (DKNM –Novel 03/07)