Jadi siswa yang cerdas di Negeri Belanda, dibiayai oleh para Engku di kampung halaman-nya --- atas rekomendasi gurunya, Tuan Horensma, guru Kweekschool Bukit Tinggi.
Bea siswa para Engku di kampungnya yang hanya f. 50 itu --- menyeret Tan Malaka dalam kemiskinan --- kamar kost murahan dengan belanja makan yang minimalis, di perantauan.
Gurunya, Horensma menghubungi sebuah Studiefonds di Nederland untuk membantu muridnya yang cerdas itu --- yang mendapat kesulitan kesehatan dan keuangan.
Tan Malaka mendapatkan bantuan pemondokan yang lebih sehat di Bussum, perawatan dan pengobatan, agar mencapai kondisi sehat seperti semula di Indonesia.
Kondisi Eropa dalam Perang Dunia I selama Tan Malaka belajar di Nederland --- dari pergaulan dan bacaan, Tan Malaka berkenalan dan piawai dengan filsafat yang progresif ketika itu.
Karena alasan kesehatan Tan Malaka berniat pulang dulu --- bagaimana pun ia harus membayar kembali bea siswa dari para Engku di kampung, dan utang bea siswa yang diterimanya dari Studifons di Nederland --- gurunya menalangi lebih dahulu utang kepada Studiefons f. 4000 (sementara kepada para Engku masih terhutang f.2000-an).
Dengan referensi Dr. Janssen --- Tan Malaka mendapat lowongan kerja di Perkebunan Sinembah Mij, Sumatera Timur.Tan Malaka kembali ke Hindia Belanda untuk bekerja, melunasi hutangnya --- ia memperoleh panjar f. 1500 dan nantinya bergaji f. 350 per bulan.
Tan Malaka bekerja sebagai pembantu pengawas semua sekolah untuk anak-anak kuli di Perkebunan Sinembah. Daerah yang dijuluki ‘Deli-het Goudland’ --- daerah emas. Yang disaksikan Tan Malaka sebagai, “………………… dan bercampur gaul dengan golongan bangsa Indonesia sendiri yang paling melarat-malang, terhisap-tertindas, yang kita ingat dengan nama ‘kuli kontrak’ ………………” (Dari Penjara ke Penjara, Tan Malaka, jilid 1/3).
Di masa itulah disaksikan betapa ‘ketidak adilan’ terhadap buruh kuli Indonesia yang digaji kecil --- beratus-ratus kali lebih kecil dibanding gaji si Kolonialis.
Tan Malaka menyadari konsep pendidikan dan pengajaran yang diusung Kapitalis-kolonialis adalah politik etis --- untuk menyediakan kebutuhan tenaga kerja --- buruh murah.
Akhirnya Tan Malaka disingkirkan karena alasan :
1.Warna kulit
2. Konsep Pendidikan Anak Kuli
3. Tulis menulis dalam berbagai surat kabar di Deli (Medan)
4. Pergaulan sesama Kuli bangsa Indonesia.
Ini beberapa kutipan yang menyangkut sikap dan konsep Tan Malaka untuk Anak-kuli di dalam masyarakat kuli kontrak :
“……………. Disamping itu saya memajukan hak saya sebagai orang Indonesia Merdeka, ialah membantu mengangkat derajat bangsa saya dan berhubungan dengan siapa saja yang saya anggap pantas……………..”
“……Bahwa maksud pendidikan anak kuli terutama, ialah mempertajam kecerdasan dan memperkokoh kemauan serta memperhalus perasaan si murid, seperti dimaksudkan dengan anak bangsa apapun dan golongan apapun juga, bahwa disamping pendidikan kecerdasan, kemauan dan perasaan itu mesti ditanam kemauan dan kebiasaan bekerja tangan dan perasaan menganggap pekerjaan tangan adalah penting dan bagi masyarakattak kurang mulianya dari pada pekerjaan otak semata-mata……………………”
Tampak konsep pendidikan Tan Malaka, serta aktivitasnya, pergaulannya --- sangat mengkuatirkan kaum Kapitalis-kolonialis --- ia disingkirkan ……………..
Setelah itu ia memulai kehidupannya sebagai politisi, patriot, dan Negarawan yang terbesar dimiliki Indonesia, dengan konsep kebangsaan yang meliputi seluruh Asia Tenggara dan Australia.
Tan Malaka-lah Pemimpin Indonesia yang pertama-tama merumuskan dan, mencita-citakan Republik Indonesia Merdeka dengan tulisannya “ Naar Republiek Indonesia “, mendahului Bung Hatta maupun Bung Karno.
[MWA] (Hello Hari Ini – 35)