Mohon tunggu...
KOMENTAR
Fiksiana

Tunting Mendapat Tuntunan Malam Pertama

28 Desember 2011   07:03 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:39 380 0

Tunting mendapat tuntunan Malam Pertama


(1)

Sang Adipati mengundang mBok Atun ke Gandhok di sisi rumah utama --- di sana ada bingkai dinding yang terbuat dari jati prabatang, konon terpasang karena Eyang kakung Sang Adipati, yang mendirikan rumah joglo itu. Mementingkan corak doreng, dari pada klenik kesialan.


Adipati merasa banyak menemukan kesialan sejak Cultuur stelsel dihapus Pemerintah Hindia Belanda --- penghasilannya makin berkurang, masyarakat kawula mulai banyak membangkang, dan pindah ke pedalaman.


Ruangan itu penuh asap ratus dupa kemenyan dan aroma bunga rampai.Mbok Atun bersimpuh dan memberikan sembah pangebaktinya.


Adipati menyuruh mBok Atun menuntun Tunting mengenai ritual dan sikap wanita yang mengesankan di malam pertama.


“Ampun sendiko ndalem, Ndoro” Lantas mBok Atun membeberkan berbagai ilmu saresmi warisan Canggah Buyutnya, semua telah diturunkan --- namun memang ia belum secara khas menggambarkan pengalaman pertama sebagai wanita itu, diperawani oleh lelaki junjunganya.


“Yen istri kang warni; nora nana cacade yen den alapa; nadyan wijil ina; tan ana sirike yekti…………..’. mbok, wanita cantik, tidak tercela, dan tidak pula penting asal usul papa-hinanya --- di ranjang ia menyatu dengan junjungan yang menyintainya ………. Syukur junjungannya menghargai kesetiaan dan layanannya dengan perhiasan rajabrana.

“Sendiko dalem --- ‘ Munggah mudhun. Urip rekasa gelem, mukti uga bisa. Sabaya mukti sabaya pati’…………”


Adipati tidak menceritakan apa pun mengenai rencananya. Mengirim Tunting Wulandari ke Kadipaten Gebang di kulon Pekalongan.


Petang ini mBok Atun akan mengajarkan Serat Wasita Dyah Utami, ajaran keutamaan wanita yang dikarang oleh seorang wanita, Nyai Temenggung Adisara. Lantas setelah itu ia juga akan mengajarkan sikap prilaku dan gaya tubuh yang mengesankan di malam pertama.


(2)

Rudolfo memberi batas halaman History of Java, karangan Sir Stanford Raffles --- ia tercenung memandang ke arah sofa rotan, di mana Koran-koran berserakan.


Koran terbitan Bombay India, dan Koran terbitan Colombo bulan lalu, tahun 1871.Tadi ia membaca di sana, sambil senderan --- Karsiyem dengan setia duduk di lantai, se-waktu-waktu ia meladeni minuman tuannya.


Dari meja tulis di mana ia membaca karya Raffles itu, ia bisa melihat ke luar jendela kaca, ada bias cahaya bulan di dedaunan pohon-pohon --- bahkan terkadang terlihat gelombang pohon teh di perbukitan --- seperti daun keperakan. Ia menoleh ke arah biliknya.


Karsiyem sedang merajut bryen di sana –-- ia bersila dengan satu gulungan benang di pangkuannya, ada kalanya gulungan benang menggelinding menggelitik pubisnya. Memang hati ceria ketagihan cinta, syaraf sangat peka penuh khayalan.


Mereka telah tiga bulan memadu kasih di perkebunan Kandy, yang sepi, yang harus dihangatkan denganpaduan permainan seks, sebelum pulas tertidur.Karsiyem mempunyai naluri bahwa ia tidak lama lagi akan merasakan kehangatan permainan orang bule itu. Memang begitu, ia hanya berkemben selembar kain sari Hindu, hadiah Rudolfo.


Memang tampaknya kedua manusia ini --- telah mengalami asmara nala, atau sengsemi manah. Pertautan hati yang senantiasa menggairahkan berahi.


Karsiyem mencuri pandang ke arah jendela di samping meja tulis, di mana Rudolfo sedang mengkhayalkan sesuatu. Naluri Karsiyem memancarkanembun-embun cinta. Ia merasakan, karena memangia hanya berbalut sari sutra tipis.


Sikap penantian yang erotis itu --- dibayangkan Rudolfo, akan diikuti adegan, sementara ia berjalan menuju biliknya …………….. Karsiyem akan meletakkan bryen di bawah kolong ……… lantas mereka berdiri berhadapan ……………. Sementara itu, kain sari sutra yang lembut itu akan meluncur terlepas.


Kini, masih terdengar desah dan jeritan Karsiyem, di antara dernyitan lantai papan yang dilangkahi kedua manusia itu.


Dari kisi-kisi ada cahaya bulan --- sementara itu Karsiyem membersihkan dengan kasih sayang --- phallus dan rambut pubis Rudolfo. Inilah prilaku yang terasa sangat erotis dan eksotis yang dialami Rudolfo dalam hidupnya.Isteri dan sejumlah perempuan yang pernah tidur dengannya, tidak pernah melakukan ‘finishing’ yang begitu indah.


Setelah berkali-kali ia mengerang --- Rudolfo berterimakasih dengan belaian dan ciuman dalam. Aaaaaaaaaaaakh, Karsiyem si hamba sahaya itu mengerang, berterima kasih pula.


Perkebunan Kandy di PulauCeylon itu tampak mulai dijatuhi embun pagi --- terdengar sekali-kali suara burung kulik, ditingkah kokok ayam bersahutan di kejauhan --- mungkin di desa Orang Sinhala, atau mungkin di barak-barak Orang Tamil di kaki bukit T. 34 dan T. 53.


Karsiyem sebelum tertidur pulas --- walaupun hatinya berbahagia belakangan ini, tetapi ia terkadang tetap menangisi nasibnya sebagai koeli kontrak Soeriname --- yang terdampar di perkebunan Kandy di Ceylon --- ia merindukan hidup di desanya di Bagelen, sebagai Orang Jawa yang terjajah dan terbelenggu ………………kini ia tidak lebih hamba sahaya, walau pun pemerintah Inggris menyatakan ia orang merdeka (Pulau Ceylon tahun 1871).


[MWA] (Damar Kurung Nyai Moravia; Novel -03/08, bersambung)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun