Pencitraan adalah penting --- apakah dengan alasan corporated, maupun kelembagaan --- bahkan terutama untuk kepentingan “diri pribadi”.
Self-Image penting untuk pergaulan hidup, pengembangan karier,dan ukuran pencapaian kesuksesan.
Dalam lingkungan sehari-hari --- belakangan ini di Indonesia, telah menjadi adegium politik. Politik Pencitraan --- terasa menyebalkan, apabila telah dibekali sentiment dan sikap politik.Hanya pencitraan dan retorika saja !Huh.
Mengamati daftar isi sebuah buku. Langsung pada topik Self-Image, halaman 11. Begini ceritanya, aneh menyangkut pula topik tulisan sebelum ini.Narcissisme.
Ini saduran tulisan DR Howard M. Newburger dan Marjorie Lee itu : “ Siapapunyang bermaksud mengembangkan ataupun merubah “pencitraan-pribadi-nya”, janganlah terperosok pada salah pengertian seputar Mitos tentang Narcissus ………..”
Memang, pencitraan jangan bercampur baur dengan sikap narcissisme --- yang konotasinya menjadi kasus gangguan psikologis.
XYZ dalah seorang lelaki (kebetulan), setammat SMA di kota di pedalaman Pulau Jawa --- ia bernazar mengelilingi sendang di desanya dengan bertelanjang bulat di pagi buta --- dengan modal ijazah SMA ia merantau ke Jakarta.Di Jakarta dia mendapat kenyataan pahit --- kegantengannya yang ia andalkan menjadi citranya, tidak memuluskan impiannya.
Beruntung Ia mendapatkan cinta seorang wanita karier --- Self-Image-nya selalu menderanya, ia tidak berharga selain menjadi bagian dari bayang-bayang Sang isteri.
Buku melanjutkan tulisannya, dengan mitologi : “ Narcissus, ia adalah seorang pemuda-gembala, yang dicintai oleh seorang gadis remaja bernama Echo. Sayang, cintanya tidak dibalas Narcissus --- Echo menjadi patah hati dan merana, akhirnya ia menemukan ajalnya dengan tragis ……………… Nemesis, seorang Dewi Pengutuk, membimbing Narcissus ke arah aliran Sungai yang tenang --- ia terpesona dengan citra wajah dan sosok-nya, sudah menjadi takdirnya ia terperosok-terjebur dan ……………mati hanyut. Tragis………..”
Ternyata banyak versi tentang tokoh Narcissus ini, ingat link: http://sosbud.kompasiana.com/2011/11/29/pewaris-pesona-sang-narcissus/
--- salah satunya, tragedi itu dilanjutkan, Sang Narcissus menjadi asal-usul bunga yang sering tumbuh di tepi sungai,yakni Bunga Narcissus.
Kelakuan yang cendrung menjadi prilaku psikologissemacam itu ---menggila pada sosok tubuh dan wajah, yang dipersonafikasikan dalam segala bentuk ‘pencitraan’ --- adalah mengarah pada kegelisahan batin dan menjadi gangguan jiwa yang berbahaya …………………..
Kembali kepada tokoh XYZ yang bernazar bugil tadi --- hidupnya sangat gelisah dan menderita, karena di lingkungan kerja, dianggapnya ia tidak berarti apa-apa, di organisasi manjerial ia tidak sebagaimana impiannya. Ia macet dalam karier --- isterinya lebih gemilang. Isterinya yang terpandang.
Ketika orang sekitarnya berebut citra dengan titel ke-Sarjanaan --- ia makin ciut.Isterinya mendorongnya agar juga mempunyai gelar kesarjanaan yang keren --- kemudian ia menjadi “Mr. XYZ MBA”,ia menebar kartu namanya yang eksotik dan khas, bermarna hitam --- ia merasa sakit hati sekali apabila si penerima kartu namanya tidak berkomentar, atau seperti tidak terkesan dengan ‘MBA-nya’.
Citranya dianggapnya tetap suram dan makin suram --- sosok tubuh dan wajahnya ia poles pula dengan mobil-nya sebagai penduduk Jakartayang sukses.Ia makin gelisah ‘tubuh dan wajahnya’ plus titelnya, bahkan mobilnya --- tidak mengangkat “Citra-pribadi-nya”.
Karier isterinya makin menanjak --- menjadi Sekretaris Direksi suatu Perusahaan Multi-National --- dengan sisa umur di Instansinya, ia terus dengan grasa-grusu memoles citranya.Ia terjun ke dunia politik.
Dengan apa yang telah diperoleh bersama isterinya --- ia merasa dapat memenangkan Pemilukada di Kabupaten Tetangga desa kelahirannya.Modal Narcissisme di ‘tubuh dan wajahnya’, gelar-gelar kesarjanaan yang didapat (?), modal kekayaan dipertaruhkan. Ternyata Zhoooooong !
Kegagalan di Pemilukada, ia makin merasa tersisih dan terkalahkan di instansinya --- dalam usia di awal 50-an, segera ia mendapat berbagai penyakit degeneratif ………………………… ia terpuruk, merasa menjadi pecundang dalam hidupnya
Ia selalu kecewa bila menatap ‘tubuh dan wajahnya’ di Cermin --- memang Orang Narcissus selalu merasa gelisah, ia ingin selalu ,memoles ‘citranya’.Kini ia terdampar ‘di rumah saja’ --- ia kecewa tidak bisa berbuat apa pun untuk citranya sekarang.
Mengapa ia tidak bersyukur (saja) ?
Masalah pencitraan, Self-Image, citra pribadi --- memang tidak usah harus menjadi gilanya kaum pengidap Narcissus --- bisa pula menjadi ‘metode orang normal’ untuk mengembangkan diri di lingkungan kerja atau sosialnya.Tidak puas-puasnya memoles citra.
Cuma berapa intens-kah? Sebaiknya yang wajar-wajar saja dan rasional --- dan bersikap bersyukurlah.
Karena azab-NYA sungguh pedih, bagi Orang yang Tidak tahu Bersyukur.
[MWA] (Features – 56 Trilogi 1/3; Resolusi Kemenangan ke Tahun 2012)
*)Ilustrasi ex Internet