Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Lagi-lagi tentang Sambal --- Sambal Bucik yang Revolusioner [Features -45]

10 September 2011   10:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:05 556 1
[caption id="attachment_130602" align="aligncenter" width="400" caption="Setiap Jaman membawa Hasil Budayanya --- kalau Masyarakat itu Dinamis dan Cerdas --- Kebudayaan adalah Dunia Alat Manusia untuk Menantang Masalah Jaman. Revolusi juga membawa Budayanya sendiri --- Cara mencari Nafkah dan melakukan Konsumsi. Produktif dan Konsumtif. Setelah Kaya Budaya Menabung untuk Investasi. Budaya akan Tumbuh Progresif."][/caption]

Wah, wah --- untuk Sambal saja bisa di-Ensiklopedia-kan, tiap daerah di Indonesia bisa mempunyai beberapa jenis sambal, lantas ada pula  jenis sambal yang “hanya matching” dengan masakan tertentu.  Ada pula karena menyangkut selera, jaman --- Sambal bisa membawa kenangan dalam kehidupan..

 

Katakanlah Sambal Bucik --- sambal yang dikenang secara terbatas.  Sambal ini sangat beken di kalangan Keluarga M. Joesoef, perantau dari Padang Panjang. Sewaktu muda ia berani merantau ke Sumatera Timur, ke kota dollar.  Medan ini bung !

 

Membentuk keluarga dengan menikahi Gadis Melayu setempat.

 

Ya, memang Sambal tergolong makanan inferior, kalau dikaitkan dengan “jaman tidak enak” --- sambal adalah kawan akrab dengan Orang Miskin.

 

Sambal adalah kuliner Indonesia yang sangat akrab dengan kemiskinan.  Setelah jaman merdeka, jaman orde lama, jaman orde baru, jaman reformasi, dan kini jaman Super Korupsi --- walaupun sambal telah naik pangkat, menjadi idola di  restoran-restoran. Sambal tetap dekat dengan Orang Miskin.

 

Jaman Jepang Orang Indonesia terpaksa makan hanya Nasi + Garam, sudah bersyukur ---- di atas itu satu kelas, makan Nasi dengan Sambal.

Memang Sambal adalah Budaya Orang Miskin.  Karena sampai sekarang ada satu Keluarga Petani (Jakarta ke Desa Miskin itu l.k. 110 km) yang biasa dikunjungi --- tiap hari makan Nasi dengan Garam, paling hebat dengan sambal “Goang”.

 

He, Bung ini sudah Merdeka 66 tahun !  Biarin.

 

Sudah Merdeka 66 tahun masih makan nasi plus Sambal Goang doang.  Kejam.

 

Sambal Goang mereka itu :  Cengek atau Cabe Rawit digerus dengan garam. Nggeus, nasi disuapkan ke mulut.  Nikmat.

 

Sambal goang di restoran-restoran, rumah makan di sepanjang Cikampek- Pamanukan --- sudah naik kelas dan pembudayaan. Resepnya ditambahi Bawang Merah --- bahkan bawangnya digoreng setengah matang. Jadi sambal goangnya yang lezat dan gurih, karena ada unsur minyaknya.

 

Lebih hebat sambal goang dengan minyak Jelantah --- tetapi Orang Kota-an takut.  Karena bersifat  Carsinogen --- pemicu Kanker, minyak sekali pakai, langsung dibuang.  Takut terkena Penyakit Kanker.

 

Ini resep Sambal Jelantah. Bbetul-betul mengandalkan Minyak Jelantah sebagai penyedapnya --- karena bekas menggoreng macam-macam.

 

Bahan : cabe secukupnya, 2 siung bawang putih, garam secukupnya, 3 sendok makan  minyak jelantah bekas menggoreng ikan asin.  Ini sudah modern (plus bumbu penyedap), dalam keluarga kami, tidak pernah memakai “bumbu penyedap  --- bisa menyebabkan bodoh dan kebodohan !  Mengkonon.

 

Membuatnya ?  Gerus saja.

 

Cabe merah, cabe rawit, kemiri goreng atau dipanggang, terasi sesendok teh,  garam,  gula, asam jawa --- digerus kasar --- masukkan potongan tempe, hingga tempe rata terkena sambal. Ini  Sambal Tempe favorit Mertua lelaki !

 

Kalau tempe diganti  dengan Daun Kemangi.  Enak juga, namanya Sambal Kemangi.  Gampang  tur Enaeuk !

 

Ini Sambal juga namanya --- ini bisa sebagai penyedap masakan berkuah : soto, sup, rawon, pindang atau apa saja  ---- sediakan Sambal Cabe Rawit. Membuatnya  : 50 gram cabe rawit, kemudian dihaluskan. Tambahkan air panas sebanyak 3 sendok makan, aduk sampai rata.

 

Oh, mau praktis lagi --- cabe rawit dikukus berapa suka, biarkan si penikmat mengambil sesukanya --- ia memplites sendiri sesuai kebutuhan.

 

Sambal menjadi sangat favorit karena sebenarnya --- bumbu dasar cabe bawang garam plus ini-itu, sudah memberikan nuansa kuliner yang sedap mengundang selera.  Bahkan.

 

Bahkan anda boleh melakukan Inovasi !

 

Asamnya saja anda ganti --- cita rasanya bisa meledak-ledak.  Cobalah anda ganti-ganti asamnya : asam jawa, ganti dengan belimbing wuluh sudah lain lagi rasa resep itu. Dan bisa menjadi semacam Obat Herbal.  Untuk sakit apa ?  Tergantung khasiat si asam.

 

Ini asam yang lain yang bisa mempunya side-effect yang efektif sehat ---- ada asam Binjai (Orang Betawi menamakan Kemang) enak sekali menjadi asam sambal.  Mangga muda , cocok sekali untuk menikmati Pindang Meranjat.  Apa pula itu ?

 

Wah silahkan saja ber-improvisasi --- Sambal mangga muda cocok dengan Pindang Meranjat (kuliner Wong Palembang).  Kalau ada sambal, atau memang sudah diniatkan --- bisa juga untuk dicocolkan dengan Singkong Rebus.  Warisan Jaman Perang Kemerdekaan.  Sudah jaman Jepang sukar, jaman perang-perang lebih sulit lagi, karena semuanya akan dikorbankan untuk mempertahankan Kemerdekaan.

 

Sambal Bucik --- Semua anak muda Keluarga kami, semua ikut Perang Gerilya, termuda 14 tahun adalah Cik Yung, adik ibu --- Nenek sangat risau karena Cik Yung ikut bertempur di perkebunan dan hutan-hutan, enggak tentu tenttu makan dan tidur.  Di kejar-kejar Pengkhianat dan Mata-mata, dikejar KNIL, dikejar tentara Inggris dan Gurkha.  Ia ikut long-march dari Sibolangit, Tiga Juhar, lantas Bangun purba  sampai ke di basis mereka di daerah Galang.

 

Nenek selalu saja mengusahakan kiriman  Srundeng, bahkan dendeng ragi (kalau menantunya mendapatkan daging), buat anak bau kencurnya yang turut berjuang --- apa lagi setelah pasukan mereka berada dekat dengan kota kecil tempat kami mengungsi.

 

Dalam pengungsian lauk andalan kami adalah Srundeng dan Sambal Bucik --- mudah membuatnya dan tahan lama.  Enak pula, karena dalam pengungsian penulis adalah peserta termuda --- berpangkat cucu pula. Tentulah Nenek sangat memperhatikan makan untuk si kesayangan.

 

Dalam rombongan Pengungsi itu hanya penulis dan nenek --- ayah-ibu entah mengungsi ke mana, di kota perkebunan, karena mereka harus mencari nafkah, berdagang. Sambil berjuang.

 

Oh, ya  adik-adik ibu yang perempuan, gadis-gadis remaja juga masuk perjuangan --- sebagai “Srikandi”, bertugas di Front Belakang.  Dapur Umum dan Tim Kesehatan atau PMI (Palang Merah Indonesia).  Mereka adalah tante-tante tersayang; Encik, Busah, dan Bucik.

 

Cik Yung tertembak di front dekat perkebunan di Tebing Tinggi --- Nenek panik ingin menemukan jenazah puteranya.  Ada kabar susulan ia hanya tertembak di bahu dan lengan kirinya.  Para Srikandi berkunjung ingin menghibur ibu mereka.  Bucik membuatkan Sambal andalan-nya yang terkenal enak.  Memang enak --- lantas kiriman untuk ekstra voeding  Cik Yung telah dibawa Sang Kurir, Wak Iyot sais Kereta Lembu.

 

Sungguh lezat Sambal Bucik --- kuliner kami  apabila kami berkumpul.  Di musim panas enak, apalagi di musim hujan.  Cik Yung berkali-kali dikirimi.  Sampilah ia sembuh dan meneruskan perang gerilyanya.

 

Sambal Bucik berbahan : cabe merah, cabe rawit (terserah mau pedas galak, perbanyak), bawang merah dan bawang putih, garam, (gula), terasi atau blacan --- digiling halus, lantas digoreng dengan banyak minyak kelapa yang harum

 

 Ini ledakannya --------- goreng lembut Kacang Kedele, dan masukkan ke dalam sambal gorengan tadi.  Aduh meledak-ledak pedas dan kunyahan syabas.  Sungguh lezat setiap kali menyuapkan nasi, atau kerak nasi, atau apa saja yang didapat untuk mengganjal perut yang lapar.

 

Kini telah berpuluh tahun tidak berjumpa dengan Sambal Bucik --- ia pun telah mangkat dalam perantauannya di Banten.  Tetapi karena “Pembantu cuti Mudik”, maka berbagi tugas menyapu halaman, mencuci pakaian, bersih-bersih rumah, dan memasak.  Penulis kebagian tugas menyiapkan sambal --- macam-macam sambal warisan nenek.  Dan yang praktis dan lezat, penulis juga membuat Sambal Bucik untuk cucu-cucu.

 

Merdeka !   Sekali Merdeka tetap Merdeka !  (Makanya, Negara enggak boleh  Gagal) [MAW]

 

 *)Foto ex Internet.

 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun