Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

Rehabilitasi Maya, Korban Narkotika yang Nyaris Modar [Mini Cerpen 81 - Novelet 01/5]

3 Juli 2011   12:31 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:58 218 0

Dokter Dumadi Sugeng menganjurkan agar masuk Program Rehabilitasi di Nutug --- dalam keputusan asa bapak dan ibu memutuskan menurut nasehat Guru Ngajinya --- menitipkan Maya di Pesantren di Parung Kuda, program rehabilitasi di Pesantren ada proses penyembuhan dan pengisian rohani.Konon puteri Pak Djali Dulgani bisa sembuh dan kini melanjutkan studi di Malaysia.

Ini adalah bulan ketiga Maya nyantri di Pesantren --- seolah ia mendapat hidayah, ia merasa tentram mengikuti program rehabilitasi narkotik cara Pesantren --- ia telah melakukan tobat. Sepanjang hari ia mengisi hidupnya dengan zikir dan melakukan pengajian. Terkadang mengikuti diskusi dan seminar yang dilakukan bersama sesama santri. Terkadang program gabungan bersama santri lelaki , para santri lelaki berdiam di komplek lain, bangunan sekolah dan asramanya  terletak di lembah sebelah barat --- kampus mereka. Ia selalu memandang ke arah komplek yang bergenteng warna hijau itu.

Memang selama di Pesantren ada kegemaran yang selalu asyik dilakukan Maya. Berkhayal seperti jaman kanak-kanaknya dulu.

Di kebun Maya menyandarkan dirinya di batang pohon pepaya --- mengkhayalkan pepohonan dan bebukitan di sana ………dan dikejauhan Gunung Salak diselimuti awan putih menyeluruh --- di sana kompleks pesantren putera berwarna hijau.Dalam diskusi di emper sayap kanan mesjid --- ketika membahas buku Mi’raj Ruhani, Tuntunan‘Amali Shalat ‘Arifin, karya Imam Khomeini --- ia mengagumi sosok Aminurrasyid, santri lelaki, ia berdebar ketika melihat lengan pemuda itu ada gambaran tattoo.Apakah ia sedang dalam program rehab juga ?

Dalam satu kunjungan bapak dan ibu mengabarkan bahwa, Kyai telah menawarkan perjodohan Maya dengan seorang ustadz, guru kelas di Aliah --- ia juga mempunyai program untuk melanjutkan studi ke Malaysia.Maya hanya terdiam membisu, ia sangat menghormati Sang Kyai yang setiap ceramah atau berucap,sangat cerdas menggunakan kata-kata dan kalimat. Bagi Bapak dan ibu, diamnya Maya berarti setuju.

“Bapak, Ibu biarlah Maya endapkan dulu --- Maya mau berunding dengan Ibunda Nyai………………..”

Kecelakaan overdosis yang merenggut nyawa Rita dan hampir mencekik kehidupan Maya --- Ia terkadang hampir-hampir tidak mengerti mengapa ia bisa meredam belitan adiksi itu --- “Itulah hidayah Allah, Ia yang Maha Menentukan barangsiapa yang dikehendakinya, janganlah mendekati atau mengecap barang laknat dan haram itu lagi. Memikirkannya pun jangan lagi --- hapuskan dari perbendaharaan Jiwa dan Sensualitas.Allah menciptakan ribuan Cita rasa yang lezat-lezat di Dunia maupun di Akhirat kelak”. Kata Kyai Amiruddin suatu saat sewaktu ia mengeringkan rambutnya bersama teman-temannya.

(Setiap mandi ia merasakan betapa kurusnya ia kini --- tulang selangkanya menonjol, lengannya hanya meninggalkan sedikit otot, rambutnya pun menipis --- ia merasakan otot dadanya pun luntur. Ia merasa benar-benar telah menjalani kehidupan yang sia-sia selama ini. Ia sama sekali tidak mau memikirkan atau disusupi pikiran tentang narkotika. Kini setiap kali melintas pemikiran semacam itu. Ia gantikan dengan petuah dan ajaran Sang Kyai atau Ibu Nyai, ber-istigfar-lah --- ada seorang ustadzah yang ia kagumi. Bukan saja ia cantik dan cerdas memberikan Ilmu Tauhid. Tetapi Ustadzah itu kini cantik molek wujudnya --- cerdas pula jalan pikirannya.Ia ingin merintis jalan Sang Ustadzah)

Dari permukaan cermin dipandanginya bibirnya yang pernah ia kagumi --- dilumat beberapa pacarnya …………….Astagfirullah al ‘adzim !Ia kembali meraih buku B.J. Habibie Detik-Detik yang Menentukan --- Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi. Memang dulu ia pernah bercita-cita ingin menjadi politikus wanita.Tetapi ambisi remajanya menghanyutkannya ke fakultas tehnik.Pergaulannya menghempaskannya ke lantai becek narkotika.“Astagfirullah al ‘Adzim”.Setiap kaliyang menyangkut benda itu, ia memohon ampun. Itulah metode pribadinya.

Di malam yang sepi ia membuka jendelanya yang menghadap timur --- ia membiasakan membuka jendela itu setiap kali ia akan sholat Tahajjud. Selintas komet terbang menghilangke arah bumi. Ia tersenyum mengenang cerita neneknya almarhum. “Nyatakan doamu setiap kamu melihat bintang jatuh !”.Ia berdoa, ya Allah Yang Maha Mengerti bahwa Budaya Manusia semuanya didasarkan simbol-simbol, dan hakikatnya Manusia adalah makhluk yang lemah. “Ya Allah aku hambamu yang lemah, berikanlah kekuatan”.Setelah shalat subuh nanti, ia akan turut rombongan jogging mendaki bukit ke barat sana --- ia ingin mengikuti program Arung Jeram bulan depan.

“Ibu Nyai, saya ingin berbakti kepada kedua orang tua yang selama ini bersusah payah dan terus-menerus saya susahi --- saya bertobat umi …………………..umi telah mendengar rencana Kyai menjodohkan saya ?”Nyai mengangguk dan tersenyum --- lantas memeluk dengan kasih sayangnya. Terasa tubuh wanita yang sebaya ibunya itu --- masih kekar dan keras kenyal. “Ya Allah kembalikan tubuhku seperti semula Ya Allah !”

Panjang lebar Nyai memberikan tausiahnya, dengan sejumlah tamsil dan riwayat serta beberapa Hadist Rasullah tentang Taubat dan Kepatuhan pada Ayah bunda. Terasa ia beruntung menjadi santri dan terus menerus dibimbing pengajian.

“Umi, ada rahasia kehidupan saya yang belum pernah saya ungkapkan --- dulu hal semacam itu bukanlah aib bagi saya dan teman-teman. Hidup kami benar-benar bergelimang kenikmatan --- “Astagfirullah………………umi “Maya menelungkupkan wajah dan badannya keharibaan pangkuan Nyai.Nyai membelai dengan kasih sayang, menentramkan hati santrinya yang selalu ia ingin mantabkan Iman dan Jiwanya.

“Nyai kiranya saya tidaklah pantas sebagai istri Ustad ‘Ahid, nyai”

“Kyai telah menyiapkan semua hal rohani dan jasmani kalian berdua”

“Tapi Umi --- saya bukanlah wanita yang suci nyai.Tidak pantas bagi ustadz yang baik itu --- biarlah Kyai memilih jodoh yang lain bagi Sang ustadz. “Kembali Maya di dalam pelukan Sang Nyai.

(Bersambung Novelet 01/6)

*)Foto ex Internet

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun