(1)
Ia hamil, James mau lepas tangan kalau Rita tidak setuju janin itu digugurkan --- Rita bukan tidak setuju menggugurkan janin itu, kalau memang James tidak mau bertanggungjawab, ia bukan juga takut mati --- karena Heroin, Sabu dan paling enteng Inex sudah pasti juga akan menghantarkan ajalnya. Ia tidak menyesali itu semua --- karena memang telah terlambat.
Rita hanya sangat kuatir anak itu pun akan lahir cacat. Ia tidak mau menjadi ibu yang menyaksikan anaknya mengesot-ngesot. Cacat.
Rita mula-mula ingin segera kembali ke rumah kost-nya --- bukan untuk beristirahat, tetapi ingin segera memerangi mual dan mulutnya yang terasa gersang --- ia ingin memuaskan rasa ketagihannya. Ia ingin menjauh dari masalah yang kini mengepungnya --- “Tetapi Ya Tuhan mengapa engkau pertemukan aku dengan ibu yang menderita kehilangan anak itu tadi ?”
Ketika ia bersandar di batang pohon mahoni di tepi jalan, ia ingat pembicaraan dengan mamanya di Medan --- via telepon. “Ya, mam belum dibeli mobil itu, duitnya masih ada ma --- aku masih memilih-milih merk ma “ . Ia merasa menjadi anak yang sial dangkal, terus-menerus membohongi dan menipu mama dan papanya --- proyek terakhir ini, mobil untuk kuliah. Duitnya telah tinggal 50.jutaan --- 150 juta telah dihamburkan untuk bersenang-senang dengan teman-teman dan James. Pesta Narkoba dan Seks.
Ia telah mencegah mama jangan datang ke Jawa --- ia yang akan pulang ke Medan. Sebenarnya ia takut dan kuatir bertemu keluarganya. Mereka akan menyumpahi wajahnya yang kini ciut --- dengan rahim dan perut yang mengembang. Bahu pun tampak melengkung --- seperti tubuh yang memendam penyakit dalam.
Rita hamil tiga bulan --- ia beranjak, menyusuri jalan kecil --- ia tidak perlu lagi pindah ke tempat kost yang mempunyai halaman parkir. Cerita dan impian itu telah berakhir. Uang untuk membeli mobil telah menjadi nikmat menuju kematian. Narkotik (ampun Ma !).
“James, aku ingin bertemu --- temani aku 'ngisap' "
“Sorry ya --- sore ni aku terlanjur janji pada isteri, mengantar ke dokter --- ia mengalami jamur di vaginanya”. Rita bereaksi cepat. Mematikan telpon (Mampuslah kau James --- lelaki bedebah !)
Jamur, “anak ini pun kalau kulahirkan niscaya cacat --- berbulan-bulan aku menjamur --- ampun, kini malah mulutku pun berjamur”
“Memang aku harus memilih mati atas hidupku sendiri "--- ia benamkan uncang warna dark-blue itu, ke dalam pojok tasnya.. Ia merasa sedikit limbung --- ia ingat si Jilbab tadi menganjurkan ia test HIV/Aids di Puskesmas. Konon dengan menelan obat, kematiannya bisa ditunda --- tetapi janin ini --- tidak mempunyai bapak biologis, tidak pula sempurna ………………..dan “aku pun tidak mungkin lagi berhadapan dengan mama papa secara sempurna”
“Kapan juga harus mati. Aduh !” Rita memanggil taksi. Ia mencoba mengajak Maya.
(2)
Yuni menggeletar begitu menuju pintu yang dibukakan oleh Pak R.Soehardi yang memberikan konseling --- ia melakukan penjelasan yang sangat manusiawi --- kena di hati Yuni, ia ikhlas menerima kenyataan bahwa ia akhirnya menerima risiko perkawinan dengan Ir. Bogawonto.
Satu-satunya pertanyaan yang keluar dari mulut Yuni --- “Pak, saya terima bala ini --- pak, dengan demikian apakah bekas suami saya juga positif ?”
“Ya dapat penularan dari dia --- kecuali anda juga mempunyai pasangan ekstra seks yang lain, atau faktor resiko lain. “Kan anda tidak mencoba narkotika suntik ‘kan ?” Yuni menggeleng lemah , ia menyusul Pak Soehardi yang telah membukakan pintu.
Langkah-langkah Yuni menjadi gontai setelah mendapati tubuhnya telah positif dierami virus HIV --- tubuhnya menggeletar, dipeluknya erat-erat tas cangklongnya --- di sana ada obat ARV. Bibirnya mengeletar, teringat dua bocah yang ikut suaminya --- walaupun konseling tadi mengatakan bahwa yang bisa menularkan kepada bayi itu adalah ibu --- mengingat umur kedua bocah itu, mungkin masa kehamilan dan kelahiran mereka sewaktu Yuni belum mengidap virus ganas itu.
Di angkot Yuni menangis bersembunyi di pojok --- menyesali perkawinan dan perceriannya yang penuh kesialan yang tidak pernah terbayangkan dahulu. Kini ia kuatir sekali Andris dan Maxi bisa pula tertular atau malah terbawa pula dalam jaringan pecandu narkotika.
“Bogawonto, sialan kamu --- segala kehidupan-ku dan anak-anak-ku hancur semua !” Yuni mengutuk bekas suaminya.
Hati Yuni perih --- lambungnya nyeri, dadanya sesak . “ penyakit susulan yang bisa mengintainya banyak sekali “ Yuni berbatuk-batuk…..kering, ia takut sekali kalau ia akan mengidap TBC --- “aduh bagaimana karier-ku ?” Hati Yuni was-was, airmatanya kembali menetes.
Bagaimana cita-cita menjamin hari depan kedua anak-anaknya ? “Bapak ibu ampunilah aku --- maafkan ibu, aku menyesal tidak mendengar nasehat dan petuahmu --- mungkin kesialan ini tidak perlu bapak ibu ketahui……….” Kembali Yuni menyesali hidupnya.
(3)
Jam 20.45 Bapak dan ibu dilapori, bahwa Maya dan temannya Rita telah berada di rumah sakit ---- Mereka tiba di rumah sakit, kenyataan ditemukan; Rita telah meninggal overdosis …………….Maya masih dirawat di UGD untuk diselamatkan , nafasnya masih ada --- satu-satu. Ibu pingsan dan bapak tersandar di bangku beton yang dingin di instalasi darurat itu……………..
“Jojo --- tolong ke mari, cari alamat orang tua si Rita --- ia telah meninggal overdosis” Bapak kembali terduduk, dan ia pun menangis --- mengapa anaknya mencoba-coba mengisap narkotika. Ia menyesali dan ia pun pingsan, digotong pula dan diletakkan di kereta pemeriksaan.
Di luar meraung pula ambulance lagi --- ternyata membawa pasien korban narkotika lagi. Dari daerah Semplak. Dokter Silvy tampak tegang --- kemudian mendiskusikan kemungkinan merujuk pasien-pasien HIV/Aids ke rumah sakit penampungan.
Terdengar bisik orang-orang bahwa begitu banyak sekarang penderita AIDS --- ini hari ada dua yang mati; Rita dan satu lelaki yang konon terdampar di villa-nya. Mati membusuk, juga korban narkotika dan AIDS.
Orang bergidik dan merasa jijik membayangkan prosesi pemandiannya. Mayat Rita nasibnya menanti Orang tuanya dari Medan.
Sepasang orang tua Maya --- yang menangis dan masgul di kamar khusus bagi Maya . Ibu berdoa terus tidak putus-putus.
Sementara itu di Ruang Tunggu Airport Polonia Medan sepasang orang tua Rita sedang disadarkan dan dihibur --- karena sang mama menjerit-jerit penuh kekecewaan. Ia merasa tidak kurang apa pun dalam mendidik dan mengasihi Rita. Mengapa kamu harus mati overdosis ?. Semua keluarganya panik --- antara pahit dan getir. Gadis Rita mati sengsara.
(bersambung Novelette 01/5)
*)Foto ex Internet