Dulu bukit itu hanya ditumbuhi kaso --- atau ada juga yang menyebutnya gelagah.Di dekat jalan memang ada ditanam pohon pisang --- ke arah lembah mengarah ke utara ada rumpun bambu surat kuning dengan sebatang Jeunjeung. Lantas anak bukit yang dulunya berisi pohon beringin dan sejumlah pohon kawung --- lantas tanaman kuno akar-akaran.Tidak seorang pun ada yang berniat menaiki kedua bukit itu.
Di seberang kedua bukit itu ada sekolah SD desa --- paling-paling anak sekolah bermain di kaki bukit sebelah utara yang penuh rumpun bambu surat dan bambu gombong --- Pak Djana Kepala Sekolah pernah ingin membuat lapangan volley di situ, tetapi tidak diijinkan pemilik tanah. Jadi lapangan badminton dan volley sekolah tetap di lembah depan sekolah --- tetapi pak Eman dan pak Empad selalu marah-marah, karena bola volley selalu merusak dinding gedek rumahnya, atau genteng selalu melorot atau pecah-pecah.
Dari pelataran sekolah SD bisa melihat dusun lain di bawah kaki bukit --- tetapi paling indah memandanglembah dan sawah dari bukit di depan sekolah, dipisahkan oleh jalan desa. Kenangan sekolah SD telah lama ditinggalkan Ade Killa, ia tidak pernah melewati bukit berhutan tumbuhan kaso itu lagi --- ia pergi dan pulang sekolah SMP melalui lembah, terus menuruni bukit, menyeberangi Cigadung melalui dua jembatan gantung. Penuh kenangan anak-anak remaja yang bersekolah di SMP.
Dia sudah mendengar setammat SMP ia akan dikawinkan dengan Momon --- ia tidak menyukai tampang dan prilaku Momon. Tetapi ia harus tunduk dengan pilihan orang tuanya --- Orang tuanya membutuhkan lelaki untuk membantunya mengerjakan sawah. A’a Asep satu-satu saudara lelakinya sedang kuliah di IPB.
Dua bulan sebelum pernikahannya, Ade Killa berkenalan dengan Roi, anak pemilikbukit kaso itu.Roi adalah anak SMA di Cianjur, ia ganteng dan sangat luas pengetahuannya --- Ade senang mengisi waktunya turut mendaki bukit bersama Roi, selama libur Roi mengawasi pekerjaan pembabatan kaso dan menanami bibit jeunjeung di bukit dan lembah itu. Indah sekali berpegangan tangan menuruni lereng bukit --- terpleset dengan berangkulan.Bangun lagi, jatuh lagi --- celana jeans mereka sudah bernoda lumpur dan tanah.
Berguling-guling terjatuh di kaki bukit di utara kebun --- mereka tidak lantas bangun.Roi menghimpit tubuh Ade, mereka berpagut bibir, berciuman lama sekali. Pelukan erat dan ……….mereka terguling lagi. Berpagut lagi.Dalam kenangan Ade Killa, itulah ciuman yang sangat indah dan menyesakkan nafas dan dadanya. Ia ingin menikmati adegan ulang semacam itu.
Ia telah menjadi istri Momon --- pemuda desa itu walaupun berotot, tetapi baunya tidak merangsang Killa.Bahkan terkadang ia mau muntah meladeni pagutan suaminya. Ia sering memalingkan wajahnya setiap kali suaminya akan menyiumnya.Tapi akhirnya ia hamil juga………dan melahirkan. Kenanganpelukan dan pagutan Roi-lah yang membakar nafsunya setiap kali ia bersenggama dengan Momon. Malah belakangan, setelah ia melahirkan bayinya --- ia selalu menolak melakukan senggama dengan Momon.
Bagi Killa mendengar cerita orang tentang kedatangan keluarga pemilik bukit itu selalu menjadi pemicu kenangan indah beberapa kali beradegan dengan Roi --- Memang tidak selamanya Roi yang datang ke situ, malah setelah ia menikah Roi jarang sekali terdengar mendatangi kebun itu.
Bukit dan lembah kaso itu kini telah menghijau --- selain jeunjeng juga ditanam jati dan mahoni, juga pohon buah-buahan.Di pagar kebun itu banyak pohon bunga bougenville dan golden --- sehingga desa mereka kini tambah indah, dulu memang jarang penduduk menanam bunga-bungaan yang tidak bisa dimakan.Apalagi bunga golden, ia tetap berbunga sepanjang tahun --- menguning,keindahan bunga itu menggoda kenangan Ade Killa selalu --- dari jendela rumahnya ia bisa melihat bunga menguning meningkat memanjang sampai ke puncak bukit.
Percekcokan dan perkelahian pasangan itu makin sering --- orang tua Killa juga menyesal, karena Momon kini tidak mau membantu mengurus sawah --- ia sering menghilang bersama teman-teman pemuda desa, yang malas, yang lebih suka kumpul-kumpul di pinggir jalan besar --- menenggak miras dan berjudi kecil-kecilan.Dapat ditebak perkawinan itu gagal --- mereka bercerai.
Setelah Killa menjanda, orangtuanya membuatkan warung untuk usahanya --- setiap kali ia pulang belanja dari pasar, ojek pasti melewati punggung-punggung bukit menuju desanya --- melewati kebun keluarga Roi selalu memicu kenangan indahnya.
Permainan keindahan kenangan itu sekarang menemani malam-malam sepinya.
“Emak dulu tidak setuju Ade melanjutkan hubungan dengan Roi --- perkawinan dengan orang kota selalu pasti akan menjadi ajang permainan saja…….. Ade akan menjadi piaraan orang kota.Apalagi Roi masih sekolah De “ Itu kalimat emak tiap kali membahas penyesalan Killa tidak melanjutkan hubungan dengan Roi --- Itu alasan dulu.
Sebagai janda di desanya --- posisinya tidak menguntungkan. Pasti harga tawarnya rendah --- paling-paling ia menjadi istri kedua atau gundik dari pamong desa atau orang kaya.Ada pemikirannya untuk merantau menjadi TKW ke Saudi, tetapi dalam hatinya ia masih mengharapkan dapat bertemu dengan Roi.Masih cintakah dia ?Dulu itu apakah Roi sebenarnya menyintai-nya dengan tulus ?
Killa janda baru berumur 19 tahun, beranak satu.Ia wanita cantik,kulitnya mulus berwarna kuing langsat --- gigi putihnya rapi.Kalau ia memakai pakaian wanita kota.Penampilannya masih seperti gadis muda. Kalau ia sedang mandi, ia sering mematut tubuhnya --- dadanya bagus, masih belum jatuh , dan buah dada itu masih kenyal dan berbentuk mengadah.Ia tersenyum puas dan optimis.
Ia tidak pernah mandi ke sungai kecuali sumur rumahnya kering di musim panas --- ia tahu sudah banyak lelaki meminta dirinya kepada bapak. Ia tetap menolak, walau si calon adalah Pak Camat.Kenangan bukit indah itu yang selalu menggoda malam-malam sepinya.Ia ingin mencari kesempatan bercinta lagi dengan Roi.
“Killa harus segera memilih jodohmu --- si Pifi harus ada biaya sekolahnya.Sebaiknya memilih Pak Camat atau Haji Juli juragan konveksi. Tidak baik terlalu lama menjanda “ Suatu saat demikian desakan emaknya.Ia berdiam diri tidak menjawab.
Bulan Juni terdengar Roi datang ke kebun --- Killa menyusul ke bukit itu dengan ojek.Pohon jeunjeung telah dipanen --- kini kebun itu indah sekali, pohon jati dan mahoni berjajar, seperti tiang-tiang yang lurus berbaris ke segala arah --- di punggung bukit dulu ada pelataran dengan gubug, dari mana dapat memandang ke utara memandang bukit yang tinggi menjulang, dari sana bisa memandang ke timur ………..jauh memandang bukit-bukit yang dulunya kebun karet. Ke selatan dan barat tidak bisa melhat apa-apa --- telah penuh dengan pohon bambu di perbatasan, dan ke barat masih tetutup puncak bukit milik Roi --- sehingga terasa teduh. Mereka bercakap-cakap memperbincangkan masa lalu.Gubuk sudah tidak ada di sana.
Mereka berjalan menyusuri deretan pohon-pohon, tetap menuju ke puncak --- genggaman tangan Roi terus menggoda nafsu kerinduan Killa. Dari sana memandang ke arah lembah di timur, terlihat dusun dengan berbagai corak warna --- agak ke utara terlihat dusun perumahan Killa, ia tidak bisa memastikan yang mana rumahnya.
Sudah berkali-kali Roi datang ke kebun itu --- makin sering. Ia sangat tergoda dengan percintaan bersama Killa --- pekerjaan mereka berkejaran, berpelukan dan ciuman, ciuman, ciuman yang makin dalam dan makin dalam. Tetapi Killa tetap menolak bersetubuh --- biar dia hancur bergulingan, biar semua pakaian telah disampirkan. Ia tetap menolak bersetubuh.
“A’ak kalau kamu benar-benar menyintai aku --- nikahi aku ………..memang aku wanita desa, tetapiaku tidak mau bunting di luar nikah”
“Aku tidak mungkin menikahi kamu dalam waktu dekat, aku masih kuliah --- paling tidakmasih membutuhkan dua tahun lagi --- masa kamu bisa puas dengan cara begini ?”
“Aku hanya meladenia’ak, karena kamu lelaki bujangan --- aku tahu kamu membutuhkan pelampiasan ---- aku sudah cukup puas dengan ciuman, belaian tanganmu --- aku bukan berkorban untuk memuaskan-mu. Aku melakukannya iklas dan juga mencapai kenikmatan bersama-mu --- tidak-kah kamu dengarkan dengusan-ku setiap kali mengusahakan puncak kepuasan-mu.Tetapi aku tidak mungkin berbuat lebih dari itu --- kita harus menikah lebih dahulu ………… bahkan aku tidak menuntut cara pernikahan atau syarat macam-macam aku hanya menyintai-mu…”
Mereka berpakaian kembali, menuruni bukit di bawah barisan pohon.“De. Kunamakan bukit ini Hutan Robin Hood ………..aku bahagia di desa ini”
“Kalau a’ak menikahi aku --- berani terus terang pada keluarga-mu ?”Mereka saling pandang, tersenyum, tiada jawaban.Killa berhenti dan menyandarkan diri di batang pohon mahoni --- angin semilir, seharusnya desa itu memasuki musim panas yang kering, tetapilangit di barat telah tampak gumpalan awan berat akan hujan.
“Kalau a’ak tidak menikahi aku --- saudara lelaki-ku telah mengancam, agar kita putus saja --- katanya aku harus segera kawin dengan siapa pun.Menjadi janda selalu menjadi pergunjingan orang……….”Saling berpandangan --- Roi berusaha menyium Killa, ia mengelak dan melarikan diri ………….ia tertangkap dan mereka terpeleset.
Tersenyum dan kemudian tertawa --- tertawanya orang yang sedang bercinta.
“Ingat pohon itu ……….kamu duduk, kita belum pernah membuka pakaian seperti belakangan ini …………aku melakukannya untuk membahagiakan a’ak ………….tetapi mungkin yang tadi adalah yang terakhir untukmu say….”Merekasaling berpandangan lagi, Roi tidak menjawab --- ia ingat adegan di bawah pohon mangga yang rindang itu.
Di dekat mobil, Roi berusaha meraih Killa untuk menyiumnya --- Killa hanya dingin, dan membiarkan bibirnya dipagut Roi.Langkah gontai menuruni bukit Hutan Robin Hood, telah makin nyata percintaan itu tidak mungkin dilanjutkan.Ia butuh cinta, ia butuh seks, ia butuh suami ---- tetapi ia harus sadar pengorbanan ada batasnya --- yakni antara tumpukan dosa dan pertaubatan.
Ia melambaikan tangannya, dan memutuskan tidak akan menemui Roi lagi ---- jalan yang menurun menuju dusunnyaitu, makin mendorong tangisan-nya --- air matanya deras berlinang menetes di dada dan jalanan menuju dusunnya. Hutan Robin Hood bukanlah jodohnya.