Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

He, Indonesia Mengapa Jadi Beringas dan Buas ? [Kesadaran Nasional - 24]

30 September 2010   00:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:51 373 0
[caption id="attachment_273840" align="aligncenter" width="298" caption="Pemimpin --- Tanggap Darurat, Ini Awal Bencana Nasional. Bencana tidak datang tiba-tiba !"][/caption] Di beritakan Etnis tertentu --- dari ciri fisik-nya.   Dulu beberapa Jenderal yang menguasai Ibukota Jakarta Raya, sebagai Panglima --- bahkan yang mempunyai predikat Ahli Intelijen --- bisa kecolongan para demonstran, para mahasiswa dari Propinsi Timor Timur, yang kuliah di UNS Solo atau perguruan Tinggi di Pulau Jawa .  Mereka melakukan konsentrasi di Jakarta,  lantas melompati pagar kawasan Kedutaan Negara Asing.  Itulah permulaan kekalahan Diplomasi NKRI --- mengundang tekanan Internasional.  Modar --- Timor Timur, Merdeka ! Ciri fisik mereka tidak ter-deteksi (?)  Kok sekarang menjadi predikat ? Tahun 50-an --- baca tahun 1950-an --- pers baru merdeka, di Koran Minggu, banyak memelihara pembaca dengan berbasis organisasi pemuda kesukuan, dan lain-lain --- ala Jong Java, Jong Celebes, Naposo Bulung, entah apa lagi --- penulis masih kanak-kanak (sampai sekarang sangat berkesan komentar seorang pembaca) --- Hentikan perkumpulan berbasis kesukuan !  Memang saat itu banyak bermunculan organisasi ke-pemudaan demikian yang bergabung di Majalah atau Koran Mingguan.  Memanfaatkan kegiatan kepemudaan dan pemasaran. Hentikan perkumpulan berbasis kesukuan !  Ingat Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 .  Sangat berkesan polemik itu, bagi penulis yang saat itu masih kanak-kanak.  Ada Sumpah Pemuda  yang demikian Nasionalistis, Patriotis, dan bersifat Unitarisme ! Maka dibubarkanlah organisasi-organsasi yang demikian dari sponsorship Media itu --- diganti dengan Organisasi atau Klub berdasarkan Horoscope --- meng-organisasikan 12 lambang Horoskop menjadi 4 kelompok  --- 3 Lambang dalam satu Organisasi. Alasan-nya itu tadi Rakyat Indonesia sudah di-sumpahi ! Itu dulu --- manusia Indonesia masih kental Kecerdasan Nasionalisme-nya.   Kini telah tergerus oleh Individualisme, Kemiskinan, Ketamakan, Keserakahan, Ketidak-pastian Hari Depan --- dan Lemahnya Kepimpinan dalam Pemerintahan dan ke-Negaraan. Amuk massa --- antara Desa A dengan Kampung B,  persis prilaku kaum primitif --- perang batu, pentungan kayu, golok, ketapel, panah jaman dulu --- bakaaaar !   Bunuuuuuuh.   Mushala  yang dibangun dengan swadaya dibakar, rumah reyot dan  rumah mewah , dibakar.  Alasan yang remeh temeh sebagai pemicu --- yang mengherankan itu, kok demikian bodoh anasir di dalam masyarakat Indonesia ?   Budaya Retrogresif penyebabnya.   Tidak lain. Anak mahasiswa --- calon bakalan manager, legislator, birokrat, tentara, polisi, jaksa atau hakim --- bertempur mati-matian , memang ada yang mati konyol --- fasilitas  yang selalu diperjuangkan dengan demonstrasi --- setelah terwujud --- dihancurkan dan dibakar.  Goblok ! Siapa gurunya ?  Orang Indonesia yang merdeka --- tetapi memang Pemimpin yang memberi Suri Teladan positif sudah tidak pernah ada lagi (?). Itu anak didik (20 persen APBN) --- intelektual-nya, kematangan kecerdasan-nya hanya se-begitu ?.  Perang batu, ketapel, bom Molotov, demonstrasi pakai tinja, dan destruktif --- lha, mengapa Indonesia malah mundur ?   Budaya Retrogresif itu, Bung Pemimpin ! Menjelang akhir Milinium yang lalu --- awal milinium yang ini . Di Kalimantan Barat, Orang Indonesia menenteng kepala orang Indonesia yang tidak tahu diri.  Mengapa tidak tahu diri, karena Kecerdasan Sosial-nya minim dan berkurang --- tidak ada istilah Suku Asli dan Penduduk Pendatang --- yang ada pepatah Nenek Moyang !   "di mana Bumi dipijak, di situ Langit dijunjung". Kalau merantau --- carilah Induk Semang yang akan mengayomi, bangunlah negeri bersama-sama.  Jangan Mentang-mentang.  Apalagi mengakali orang yang tenang dan bersahaja.  Jangan Tamak --- ketamakan akan memendam dendam ! Jangan tebar kesombongan intelektuil, apalagi yang bersifat koruptif.  Akan memendam dendam ! Indonesiamudah sekali dipecah-belah atau diproses Balkanisasi.  Waspadalah ! Kebiasaan perang suku saja harus di-enyahkan, kok malah memelihara dendam kesumatan --- Negara dan Birokrat sibuk dengan trik koruptif, bukannya melihat ke depan dengan Visi Kebangsaan --- Memang ada Visi dan Misi dibuat di buku ,  digantungkan dan ditempel di dinding-dinding Birokrasi --- tetapi tiada makna, karena tidak dimengerti oleh para manajer birokrasi dan si Rakyat yang ngoh. Bagaimana Rakyat tidak ngah-ngoh, tidak terasa maknanya, dan tidak di-Alami  praxis-nya.  Apanya ? Pemimpin, waspadalah --- terlalu banyak dendam di dalam Bangsa ini.  Sumpahilah mereka setiap 28 Oktober, kalau tidak matching dengan  Kenyataan yang di-Alami, tunggu saja pemicunya.   Remeh temeh --- hasil pendidikan "Bom bersumbu ledak yang pendek".   Mahal sekali proses pendidikan di dalam Bangsa ini --- tetapi tidak link dan match dengan Kebutuhan  proses Kesatuan Bangsa. Pemimpinlah yang bersalah. Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Bukan untuk melihat horizon yang kabur atau gelap --- tetapi hakekatnya adalah melebur diri untuk memandang Visi yang jelas.  Kemakmuran Bersama.  "Berat sama dipikul --- enteng sama dijinjing ! " Kongres Pemuda Indonesia pada tanggal 27-28 Oktober 1928, yang dihadiri Jong Java, Jong Sumatra, Jong Bataks Bond, Jong Celebes, Sekar Roekoen, Pemuda Indonesia, Pemoeda Kaoem Betawi dan Perhimpunan Pelajar-pelajar Indonesia --- menyumpahi diri mereka : Sumpah Pemuda yang mengakui Satu Nusa, satu Bangsa, dan Satu Bahasa. Setelah Merdeka hanya satu, bukan yang lain : lakukan proses National Building dan National Character --- jangan bertele-tele dengan kategori naïf : Penduduk Asli dengan Kaum Pendatang. Sudah difusi dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928.  Indonesia-ku ! Pemimpin Sadarlah ! Jalan panjang Indonesia --- tidak bisa dimerdekakan dengan banyak kekeliruan, dalam Memimpin Negara, membuat Legislasi, menyusun dan menggunakan  APBN, memberi Grasi dan Remisi kepada para Koruptor, bertele-tele dalam menegakkan hukum, menyusun organisasi pemerintahan, melaksanakan Reformasi 1998, manajemen memilih dan melatih Birokrat dan Aparat , membiarkan Kebijakan yang merugikan Hari Depan Bangsa tanpa proses hukum.  Apalagi  kekeliruan dalam mengelola Sumber Daya yang Ada dan Sumber Daya Waktu.  Fatal risikonya ! Sed fugit interea, fugit irreparabile tempus, sementara itu waktu meluncur cepat, bahkan meluncur tak terkejar ( Publius Vergilius Maro) Ille dies primus leti primusque malorum/causa fuit, hari itu adalah penyebab pertama dari kematian dan kerusakan ( idem ). Dalam kasus Indonesia --- iyya tampaknya (?).

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun