Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

Penyeludupan Karet dari Tembilahan dan Jaringan Wak Kolok dari Tumasik [Epos Medan Kota Dollar – 06)

8 September 2010   03:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:22 132 0
Kegiatan penyeludupan hasil perkebunan dan hutan dari pantai pesisir Timur sebenarnya --- adalah lanjutan pelayaran niaga sejak nenek moyang. PenjajahBelanda saja yang membatasi dengan blokade, dan menyatakan kegiatan itu penyeludupan.Begitu pula pemerintahan Penjajah Inggris melakukan hal yang sama terhadap pelayaran niaga Orang Melayu ke daerah pantai timur pulau Sumatera.

Armada pengangkutan malam ini --- berduyun-duyun rombongan membawa getah dengan semacam  speda dorongan--- speda dorongan  ditimbuni dengan bongkahan getah karet, memang ada pula yang telah diproses menjadi smoke sheet.Sejak malam gelap, dini hari rakyat upahan mengikuti route jalan tikus itu menuju dermaga di dekat Tembilahan dan sepanjang Sungai Indragiri.

Dalam rombongan itu terdapat juga kuda beban dengan muatan karet --- itu adalah moda transpor yang antik sejak jaman Nenek Moyang --- yang dipergunakan dalam Perdagangan antar pulau ke pelabuhan  dan di  Darat .Antara Pulau Sumatera dengan Semenanjung Melayu, menuju Pulau Pinang atau Tumasik (baca Singapura) --- itulah tujuan pelayaran dari kedua sisi daratan pulau dengan benua Asia.

Bandar besar yang menjadi pusat perniagaan Nusantara adalah Johor Malaka di Semenanjung --- Bandar ini menjadi inceran beberapa Kerajaan di Nusantara, jaringan perniagaan dari Bandar Malaka meliputi beberapa asal barang ekspor pulau Sumatera; dari Jambi, Palembang, Siak Indrapura, Rokan, Bilah, Labuhan Deli, Pulau Sicanang, Perlak, sampai Samudra Pasai. Ramai pelayaran perniagaan di sana sejak dahulu kala.

Kapal layar berjajar di dalam gelap sepanjang beberapa dermaga di Muara dan di Sungai Indragiri --- tampak pula yang sudah mulai membongkar sauh untuk secara bergelombang mengharungi Selat Malaka.

Di kedai kopi Tuk Langkat --- dua tiga nakhoda sedang berbincang --- mereka telah dilapori bahwa kapal-kapal mereka telah cukup dimuati dan segala perbekalan dan air telah pula dimuat ke kapal.

“Ncik Kobat setelah ke Tumasik jadi ke mana cik, sepulang dari sana ?”Tanya nakhoda Barus.Yang ditanya sudah berdiri, tampak wajah yang bersih itu dimainkan lidah cahaya lampu kedai.

“Dari Tumasik, aku akan mengangkut bibit para, dari Tauke Siauw ke pedalaman Palembang --- dari sana konon tersedia gaharu dan cendana ke Pulau Pinang, dari Pulau Pinang akan mengangkut garam ke Pulau Sicanggang, karena sudah amanat Tengku Sulung untuk mengangkut para pejuang Deli Tua dan Sunggal yang akan bermigrasi ke Kedah dan Pulau Pinang”.

SejakPemberontakan Sunggal (1872) dipadamkan oleh Penjajah Kolonial Belanda dengan mengadu domba buruh Cina yang dipersenjatai --- membuat anasir Rakyat dan para Temenggung serta para Tengku yang tidak puas terhadap pengaturan tanah Onderneming, merencanakan pemberontakan lagi pada awal tahun 1902.Persiapan pemberontakan ini diperkirakan Sultan Deli dan, Sultan Langkat Tanjung Pura --- akan lebih dahsyat karena konon penyeludupan senjata dari Semenanjung Melayu bukan main banyaknya.

Kapal-kapal perniagaan Melayu dari Semenanjung biasa mengambil arah jauh dari Selatan --- berlayar dari Pulau Pinang, menyeberang ke Pesisir timur Sumatera dengan menyinggahi beberapa pelabuhan dan Bandar --- di titik itu mereka selain membawa barang kebutuhan Sumatera, seperti tekstil, keramik, kapas dan garam --- mereka juga menyeludupkan senjata api untuk para Temenggung dan Ningrat yang anti dengan pemerintah Belanda dan onderneming, terutama Jaringan Wak Kolok yang menyiapkan senjata untuk kekuatan rakyat penentang Belanda.

Tekanan politik para Temenggung dan Tengku serta Elite Melayu, Simalungun dan Karo telah berhasil berdiplomasi, yang bersifat win-win --- petani-petani mendapat hak tanah untuk pertanian, Sultan Deli dan Sultan Langkat tidak boleh semena-mena memberikan tanah untuk dijadikan Orderneming asing --- sebagai gantinya pentolan dan anasir pemberontak dianjurkan untuk bermigrasi ke Semenanjung Melayu………………

Kapal nakhoda Kobat telah merapat di pelabuhan Kuala Pulau Sicanang --- menurunkan muatan tekstil dan kapas --- kemudian dimuati pula dengan lada, getah jelutung, kapur barus, kopi dan getah damar. Biasa kalau kapal nakhoda Kobat singgah di pelabuhan ini --- kapal dimuati dengan kuda Batak yang sangat terkenal dalam perdagangan ke Malaya …………..kali ini kapal dirubah menjadi kapal penumpang yang akan membawa kaum pembangkang dari Pesisir Timur.

Yang mengatur migrasi ini dilakukan oleh seorang Buron pemerintah Kolonial , dia adalah Wak Kolok, seorang pangeran dari Tanjung Morawa yang selama ini meng-organisir sabotase dan pencurian daun tembakau Onderneming.Dari Tumasik Wak Kolok menghimpun perniagaan kaum Melayu --- yang jaringannya sepanjang pesisir barat Semananjung Melayu yang berhadapan dengan pelabuhan-pelabuhan sepanjang pesisir Timur pulau Sumatera.

Anasir Wak Kolok dengan para Temenggung, Pangeran pembangkang, dan Kepala-kepala Marga yang mengatur perdagangan hasil pulau Sumatera dan mengirim bibit atau kebutuhan pulau Sumatera. Jalur penyeludupan di Tembilahan pun bagian dari kekuatan perang ekonomi kaum Melayu melawan Belanda, Portugis  atau pun Inggris --- semacam perang intelijen dan gerilya ekonomi yang sangat potensil mengancam onderneming di Pesisir Timur Sematera.

“Selamat datang Tengku !” Salam Nakhoda Kobat sambil berpelukan dengan Tengku Sulung yang menjadi mata rantai Wak Kolok.Kemudian mereka berbicara pelan-pelan seperti berbisik-bisik.Tampak Tengku Sulung menyerahkan seuncang uang emas ke tangan Nakhoda Kobat --- itu pembayaran para penumpang migrasi sejumlah 125 orang dewasa dan anak-anak..Pembayaran senjata biasa dibarter dengan kargo hasil hutan dari pedalaman Sumatera timur bagian utara. Yang tadi telah dimuat.

“Tarik jangkar !”Tampak Pawang Cik Mat Parang Tajam memberi aba-aba --- kapal layar yang tidak mengenal letih itu akan melayari Selat Malaka tujuan Pulau Pinang --- dari sana akan ke Johor-Malaka atau lanjut ke Tumasik --- dan menyeberangi Selat Malaka kembali, menyusuri dari berbagai pelabuhan dari selatan Sumatera menuju ke utara --- selain pengangkutan barang niaga, kapal itu mengangkut pula senjata dan mesiu jaringan Wak kolok.

Ada 9 kapal yang digunakan oleh jaringan itu mengangkut senjata dan mesiu --- cara penyeludupan senjata api itulah yang juga menyuplai modal pertempuran Pasukan Tuanku Tambusai dan pasukan Padri Tuanku Imam Bonjol melawan Belanda.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun