Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Sekilo Beras, Setengah Kilo Gula, Plus-plus [Planet Kemiskinan-19]

7 September 2010   11:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:23 65 0
Selepas sholat subuh Mak Maryam telah berhias seperti akan berangkat menyambut hari kebesaran --- ia telah memakai sarung dan kebayanya yang paling jreng, ia amati wajahnya di cermin --- muka kriputnya sangat ia kenali, digerak-gerakannya tulang punggung dan pinggangnya. Ia merasa fit.Ia akan menuju ke rumah Mak Casbandi.

Mak Casbandi juga sudah duduk menunggu di depan rumahnya yang reyot --- anaknya si Kadir belum bangun --- si Tua ini walau pun  telah bersolek bersih dan, memakai bajunya yang paling patut.Ia bergegasberberes-beres, menggeser letak beca anaknya, agar ia bebas untuk menyambut tamunya.Mak Casbandi, telah rabun matanya --- maka teman sebayanya terkadang memanggilnya si Rabun.Biar pun subuh itu masih gelap, ia merasakannya seperti biasa saja..

“Assalumu alaikum “

“Alaikumussalam “ . Dua wanita tua itu saling tuntun, seperti layaknya orang yang akan menuju ke tempat perhelatan --- yang meriah dan menggembirakan hati.

Kalaulah kita bisa membuka hati mereka --- hati dua wanita itu layaknya dua gadis remaja yang akan ke pesta di sekolahnya. Niscaya adegan ini mengharukan hati kita.

“Sahur jam pira mau Yam ?”

“Jam dua, langsung tidak tidur lagi --- tes sholat subuh aku pakaian lengkap --- kita jangan tertinggal, nanti keburu ramai, Bun”Maryam yang menuntun mempercepat langkahnya..Pagi hari telah semu terang.

Di jalan mereka bertemu dengan ‘Laskar Rakyat” dengan berbagai baju warna-warni --- wajah sumringah dan penuh harapan. Maryam dan teman yang dituntunnya mempercepat langkahnya.

“Gajian --- gajian………..wayae’ “Mang Misrail bersorak-sorai dengan teman-temannya pensiunan tukang beca --- suara mereka sudah tidak ada yang jelas betul ngomongnya --- lelaki gagah yang telah ompong.Bahkan Mang Jali datang tertatih-tatih dengan tongkatnya.

“Minggir tak tutuk kowe Sarjan !”serunya karena temannya asyik bercengkrama menghalangi jalannya. Itu jam 5 pagi --- kelompok Rakyat miskin mulai bergerombol di pagar luar Show-room mobil “ Pacitan Bong”

Memang Boss Show Room itu --- Haji Margono Bong ada hajat.Ia bekas pelaut yang dulunya tinggal di Kampung Melayu Semarang, tepatnya di jalan Petek --- setelah ia tua ia ikut pindah ke kota isteri mudanya di Cirebon. Isteri mudanya itu diberinya modal membuka show-room --- walaupun ia tidak asli Wong Cirebon, tetapi karena jiwa sosial isterinya, Hajjah SitiJazirah --- Margono cepat terkenal dan berpengaruh di Cirebon.

Isteri pertama Margono Bong, konon orang Cina Sarawak. Dari isteri pertamanya ia memperoleh delapan anak --- sedang dari Bu Jazirah anaknya hanya tiga.

Perawakan Haji Margono tinggi besar --- wajahnya hitam legam, tidak jelas apa ia keturunan Tambi, atau hitam karena terbakar matahari. Kini ia telah tampil di teras tokonya,

“Bapak Ibu………Anak-anakku dan semua hadirin Assalamualaikum warakhmatullah wa Barakatuh …………Tahun ini kita berjumpa lagi, ada sedikit rizki, saya harap jangan rusuh, jangan ricuh --- teratur saja ya.Bapak Ibu masuk dari pintu selatan nanti keluar dari pintu utara--- Insya Allah semua kebagian…………Wassalam” Sambutan Haji Margono disambut dengan antusias para pria-wanita jompo, tidak kurang ratusan tukang beca dan manusia rombeng telah ancang-ancang di luar pagar --- mulai berdesakan, dan mengayunkan badan --- nenek dan anak-anak menjerit-jerit tergencet.

Panitia dan Satpam Kere mulai mengatur memakai pentungan kayu atau bambu. Pintu dibuka sedikit --- lima manusia kere terpincang-pincang dan terbungkuk-bungkuk mengatur sarungnya yang pada melorot. Dengan sigap beberapa lelaki dan wanita miskin menyerbu pintu selatan. Hilang……….ke dalam bangunan dengan folding gate itu.

Begitulah di luar pagar manusia kere berayun ber-irama, menjerit , menangis dan mengaduh-aduh untuk mencapai pintu selatan mereka terhuyung-huyung, terpincang pincang, berkaki ayam --- melemparkan sandalnya yang putus, meninggalkan hartanya tergeletak di halaman.“Sabar—sabar, semua kebagian”

Entah berapa rombongan yang telah masuk ke jalur show room --- mengikuti alur menuju tempat pembagian.Yang kehilangan songkoknya clingak-clinguk penuh kuatir seperti seekor monyet yang tercolek terasi. Bodoh-bodoh waspada !

Ada seorang lelaki cacat dengan baju compang camping saat memungut topinya yang terjatuh, langsung terinjak-injak oleh rombongan yang menderu-deru dengan tenaga penuh --- dua tiga wanita dan lelaki terguling-guling, menjerit-jerit “ Aduh, tolong biyung !”.

Si Cacat yang kumal itu tergeletak nafasnya satu dua --- seorang wanita dengan sikap gelap mata memungut karungnya --- turut berayun-ayun di depan pintu selatan.Dorong-dorongan, suara tangis anak-anak dan bayi miskin --- tergencet tidak ada yang mempedulikan.Mang Tabir Satpam melerai.. Ibu dengan bayinya tersungkur, anak bayi itu meraung melengking seperti suara anak monyet. Tidak ada yang menghiraukan.

Seorang nenek tua tersungkur tidak bangun lagi. Diangkat ke emper…………

Dari pintu utara mengalir Manusia Kardus yang miskin dengan muka ceria, menenteng bungkusan plastik--- semua tersenyum tertawa-tawa.Seperti anak sekolah mendapat ijin pulang lebih awal --- saling berceloteh, mensyukuri rejeki dan nikmat --- tidak ada yang menoleh ke arah hiruk pikuk di selatan --- niat untuk beradu otot pun mereka tidak selera lagi. Telah mensyukuri --- lolos dari pergulatan yang mematikan itu.

Ada sembilan korban babak belur ataupingsan diurus oleh panitia di emper toko itu. Seorang wanita tua menyeka mulutnya yang berdarah-darah, langsung pingsan menyusul korban yang terdahulu --- giginya copot dua yang selama ini menghiasi wajahnya yang peyot seperti roman muka si Cepot.

“ Ya Allah……..ya Rabbi tolonglah si Raabuuuun, “ Mak Maryam menangis menjerit-jerit memeluki badan Mak Casbandi yang pingsan dibaruti dengan minyak angin --- satu tangan kirinya menyeka-nyeka kening sahabatnya ………..dan satu tangan lagi memegang erat seplastik pembagian sembako ; satu kilo beras, setengah kilo gula pasir, dengan dua bungkus mie instant.

Mak Rabun digotong ke beca sukarelawan--- nafasnya tinggal satu dua…………mereka menuju Puskesmas Jagasatru.Mak Maryam terus kumat-kamit membaca doa sambil memeluk sahabatnya itu. “ aku akan membagi dua rejeki hari ini …………bisa enggak ya si Rabun turut lagi mengantri di empat tempat ……….ke Tangkil, ke kampus, ke rumah Ayib dan ke ‘Graksan…………..wah parah si Rabun mungkin tidak bisa lagi bergulet…………” di dalam hati Mak Maryam berkata-kata,  meneteskan airmatanya memandang masa depan pergulatan hidupnya. “ Bun --- kita bagi dua rejeki hari ini ya bun………….”

Dikeluarkannya uang sepuluh ribuan merah ungu dari rongga teteknya.Kedua makhluk lemah dan miskin itu tersenyum menyukuri rejeki hari itu…………..

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun