Prof. Dr. Sri Edi Swasono mencantumkan paragraf dalam Sambutannya ; "Sudah sejak lama, prof. Dr. Sritua Arief memuliakan Bung Hatta sebagai Bapak Ekonomi Kerakyatan, sebagai tokoh pemikir strukturalis Indonesia. Prof. Dr. Sritua Arief tidak salah menobatkan Bung Hatta sebagai tokoh pemikir strukturalis terkemuka di dalam jajaran pemikir-pemikir strukturalis dunia seperti Gunder Frank, Gunnar Myrdal, Raul Prebisch, Celso Furtado, Samir Amin, Theotoneo dos Santos, dan lain-lainnya. Bahkan sebenarnya Bung Hatta, sebagai pejuang kemerdekaan Indonesia yang menentang penjajahan dan sistem ekonomi sub-ordinasi yang diberlakukan terhadap Hindia Belanda sebagai negara jajahan. Bung Hatta telah lebih dahulu menyadari pemikiran strukturalis daripada tokoh-tokoh pemikir Barat. Bung Hatta, tidak ketinggalan Bung Karno tentunya, termasuk pioner dalam pemikiran strukturalis. Dengan sadar, Bung Hatta menegaskan perlunya merombak sistem ekonomi kolonial menjadi sistem ekonomi nasional. Beliau menolak sistem ekonomi eksploitatif oleh kaum kapitalis penjajah terhadap anak negeri terjajah, menampik hubungan ekonomi "Tuan-Hamba" yang diskriminatif dan anti emansipasi. "
Sambutan itu meletakkan peran sosok Prof Dr. Sritua Arief, dalam hubungannya dengan Ideologi Demokrasi Ekonomi yang menjadi ide dalam Falsafah Pancasila. Dr. Sritua Arief salah satu ekonom yang gigih menggugat konsep ekonomi yang dijalankan selama Pemerintahan Orde Baru --- ia yang sejak dini mengingatkan bahaya, hutang luar negeri yang akan menyeret Indonesia dalam perangkap "Tuan-Hamba".
Hutang luar negeri Indonesia --- yang dilakukan Pemerintah dan Swasta di era Pak Harto, awalnya dimulai krisis moneter di Thailand --- bagi Indonesia selanjutnya dialami sebagai Tsunami Krisis, yang menenggelamkan Indonesia dalam kubangan kemiskinan dan kesengsaraan --- Menjadikan krisis moneter itu multi-dimensional yang gelombangnya berlarut-larut hingga kini. Indonesia mengalami krisis IPOLEKSOSBUD HANKAM.
Koreksi gerakan Reformasi sudah benar, hanya konsep penuntasan-nya yang bertele-tele, tanpa langkah-langkah yang ideologis --- tegas dan mantap. Bangsa ini masih bermain dalam irama kekuatan asing yang ingin tetap melakukan Sub-ordinasi terhadap Indonesia.
Profesor Mubyarto dalam bukunya Ekonomi Pancasila, Gagasan dan Kemungkinan, LP3ES, 1987. dalam Pengantar-nya , "Dalam keadaan di mana sistem perekonomian masih belum mapan benar, yang masih merupakan sistem " gado-gado" dari bermacam-macam sistem yang tidak jelas dan tidak murni lagi, maka amat sulitlah merumuskan arti dan pengertian ‘keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia' yang merupakan tujuan perjuangan dan pembangunan bangsa. Apa yang tercantum dalam P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) barulah berupa norma-norma yang dianjurkan, tanpa sanksi-sanksi yang dapat dipaksakan.. (bold dari penulis)
Rentetan sejarah perekonomian Indonesia dapat dirunut sejak proklamasi 1945 sampai sekarang --- banyak ide koreksi untuk menggunakan momentum "melaksanakan suasana batin ideologis untuk melenyapkan ide kapitalistis ‘Tuan-hamba' --- tidak dilakukan". Maka terkatung-katunglah Ideologi Demokrasi Ekonomi yang telah disumbangkan para pendiri Republik Indonesia itu.
Mengenang Letjen R. Soeprapto, salah seorang pejuang ideologis Pancasila --- diakhir tahun 1996 beliau mensponsori --- Rantap MPR tentang Pelaksanaan Demokrasi Ekonomi. Ia dengan organisasinya Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IP-KI) bekerjasama dengan Lemhannas, menyelenggarakan Seminar Demokrasi Ekonomi untuk melahirkan Rancangan Penetapan MPR. Untuk mengkoreksi perjalanan sistem ekonomi Orde Baru saat itu.
Sepanjang tahun 1997 ia melakukan kegiatan pemaparan Rantap Demokrasi Ekonomi itu --- Perjuangan-nya belum kesampaian, terjadi krisis moneter --- masuklah proses Reformasi --- Indonesia kalang kabut, sampai sekarang sistem perekonomian kita masih belum sejalan dengan Konstitusi --- belum mapan, seperti gambaran Prof Mubyarto tersebut di atas.
Letjen R. Seprapto menulis buku, Refleksi 10 Tahun Reformasi, Memurnikan Reformasi dan Meluruskan Amendemen UUD 1945, Editor Feris Yuarsa, Penerbit Ara Communication, Jakarta, Mei 2008. Di halaman depan buku itu, ia menulis Puisi "Bangkitlah Indonesiaku", terdiri enam bait berisi 34 kalimat. Dikutipkan dua bait pertamanya :
Terang, gelap..............Itulah kehidupan
Ratusan tahun, negara kita hidup dalam kegelapan
Saat bangsa lain menjajah, jeritan...............
Tangisan rakyat terngiang di mana-mana
Tak bisa dibedakan antara siang dan malam
Semua terasa sama
Letupan api di malam hari, itu hal yang biasa................
Jeritan anak-anak di siang hari karena kelaparan,
Itupun hal yang biasa................
Rakyat meronta-ronta, mengemis di tanah airnya sendiri,
apakah itu hal yang biasa............?
Bung Hatta telah tiada, Prof. Dr. Sritua Arief dan Prof. Mubyarto pun telah tiada, begitu pula Letjen R. Soeprapto ................dari dua bait Puisi warisan di atas . Terngiang di benak, kalimat ................. " Rakyat meronta-ronta, mengemis di tanah airnya sendiri, apakah itu hal yang biasa...............? "
Untuk senantiasa mengingatkan kita pada sejarah perekonomian Indonesia, saat yang lalu, kini dan nanti --- pergunakanlah momentum saat ini untuk mengoreksi.
Dalam Penutup Prof. Dr. Sritua Arief menuliskan "................Indonesia dan rakyatnya akan kembali menjadi koloni asing bersamaan dengan semakin intensifnya internasionalisasi modal, perdagangan dan produksi oleh pihak asing di Indonesia (lihat Sritua Arief, "Who Murdered the Rupiah ?" dalam majalah Inside Indonesia, Melbourne,Australia edisi Oktober 1998 dan "Mekanisme Pasar Bebas dan Demokrasi Ekonomi, Harian Republika , 30 Desember 1999). Internasionalisasi modal, perdagangan dan produksi ini semakin intensif dalam ekonomi Indonesia sebagai akibat dampak Persetujuan Putaran Uruguay yang diratifikasi dalam zaman Orde Baru dan semakin intensifnya lilitan hutang luar negeri dan operasi investasi asing. Kesemuanya ini akan menimbulkan kemiskinan rakyat Indonesia yang lebih parah........."
Kenang-kenanglah ide mereka --- Mereka telah membawakan Visi Kemerdekaan Indonesia --- mereka telah melaksanakan Misi Ideologis Preambule dan Undang-undang Dasar 1945 Amendemen. Demokrasi Ekonomi !