Mohon tunggu...
KOMENTAR
Money

Planet Kemiskinan (08) Sepatu Cina!

22 Februari 2010   05:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:48 337 0
"Tiga malam ini saya sukar tidur, memikirkan nasib kita --- coba lihat karung di pojok sana --- sepatu kita tidak berhasil saya pasarkan. Semua mengatakan stok masih ada. Ada tanda-tanda kita harus berganti haluan " Pak Ojo menghantarkan ganjalan di hatinya kepada delapan anak buahnya. Anak-anak buahnya tertunduk miris, dapat menduga apa yang bakal terjadi.

"Tadi malam saya sholat istiharah. Mohon Allah memberkati usaha kita. Saya berputus asa sudah --- sudah mendengar teman-teman kita di Kawalo, Cibeurih, Tanjung, dan banyaklah . Menyerah."

Anak-anak itupun, sebenarnya telah mendengar. Banyak pengrajin sepatu tutup atau mengurangi pekerjanya. Inilah giliran mereka.

"Mohon maaf, Bapak menyerah, mulai hari ini bapak menghentikan produksi. Sejak kemarin bapak sudah tidak mampu membeli bahan --- hutangpun telah bapak minta ditunda "

Sebenarnya anak-anak itu ingin secepatnya Pak Ojo memutuskan, siapa diantara mereka yang di-PHK. Mengerti keadaannya. Semua pekerja sudah membicarakan bakalan terjadi PHK massal. Desa-desa mereka di semua kecamatan kini murung. Murung bangsa-ku !

"Mohon maaf bapak terpaksa menunda produksi sepatu kita. Bapak mencoba membuat sandal, sandal pesanan hotel --- biar kita bisa bertahan. Tetapi tidak bisa menanggung semua...........Mamat, Robin dan Dedek, mulai hari ini carilah kerja di luar dulu.

Untuk belanja kalian, bapak beri masing-masing Rp. 300 ribu --- dan ibu mau menanggung belanja kalian di minggu ke-empat sejak hari ini, selama tiga minggu masing-masing seratus ribu rupiah "

Anak-anak itu, bukanlah anak-anak sebenarnya. Mereka adalah kepala rumah tangga. Si Mamat beranak dua, si Robin satu, dan si Dedek ayah dari dua anak. Mereka yang tadinya menahan nafas --- menghembuskan nafas --- melepaskan beban. Terbayang hari-hari yang menakutkan. Bagaimana mencari rejeki buat anak isteri selanjutnya.

Ketiga-nya sempoyongan, dengan menggenggam uang tigaratus ribu--- alangkah mulianya hati keluarga Pak Ojo dan isterinya. Banyak dari mereka yang di-PHK begitu saja . Tanpa apa-apa, karena bossnya juga segera akan karam, kalau tidak menemukan jalan keluar.

Bagi Dedek, ia harus keluar desanya --- sudah empat tahun ia menikah belum pernah ia berpisah dengan anak istrinya. Istrinya menangis terisak-isak sewaktu empat hari lalu ia berpamitan. Ia peluk istrinya, anak-anaknya diciumi. Ini hari kelima ia menjelajahi jalan dan gang di Jakarta. Ia turun pangkat menjadi tukang sol sepatu !

Ia berteduh di bawah jembatan penyeberangan. Hujan menghalangi langkahnya --- ia merasa terharu terus sepanjang perantauannya ini. Tiap hari ia menemukan sepatu Cina yang harus diperbaiki, di-lem dan dijahit. Ia tidak mengerti mengapa orang Indonesia begitu bodoh membeli sepatu Cina yang mudah rusak.

Mengapa sepatu Tasik tidak dibeli orang Indonesia ?

Semua tukang sol sepatu bercerita sekarang jarang menemukan sepatu Bogor atau Tasik yang rusak untuk diperbaiki.

Dedek kuatir isteri dan anaknya akan mengalami busung lapar kemudian jadi berita di tivi. Ia akan malu sebagai suami dan ayah.

Dulu berita kurang makan di tivi --- tidak diacuhkannya, memang begitu orang Indonesia, sejak Menteri sampai rakyat biasa. Berita orang lapar, anak-anak kurang makan. Dianggap, hanya salah budaya saja. Kurang gizi karena makan tidak teratur. Apa yang mau dimakan ?

Sekarang gambaran di tivi itu kembali menari-nari di pelupuk matanya --- ia menangis, matanya menjadi kabur. Pandangan-nya kabur. Hari hujan lagi --- ia hanya makan dua kali sehari, hanya mi instant atau nasi murah di warteg. Ia takut anak istrinya busung lapar.

Hidup Dedek dirasakannya berubah, ia tidak bisa kalau malam berunding lagi dengan istrinya, tidak bisa bermain-main dengan anak-anaknya. Ia terkapar di atas lantai beralaskan karton dan sarungnya.

Di sana bergelimpangan teman-teman sekampung, yang sekarang menjadi tukang sol sepatu di Jakarta.

Mengapa hidup kami harus berubah ?

Kemana kebahagiaan yang kemarin-kemarin ?

Mereka biasanya hanya mandi sekedarnya di kali buteg, hitam dan amis. Dedek merindukan air segar yang mengalir di kali desanya.

Bahkan seperti air keruh di sawah dan kolam mereka, tidak bisa lagi ditemukan di Jakarta. Air yang dianggap bersih harus dibeli dan dibayar di Jakarta.

Mereka jarang mengganti baju operasi-nya. Menghemat.

Begitu mereka berbaris, berhamburan dari rumah sewa bersama itu. Tampak seperti barisan tentera Nazi, yang kalah perang --- meninggalkan Leningrad. Mereka memang orang-orang Indonesia yang kalah perang dengan Sepatu Cina.

Mereka barisan orang kumal. Dari topi, pakaian-nya sampai alas kakinya. Kumal !

Dedek orangnya melankolis --- ia brebes mili --- matanya berkaca-kaca. Tidak mengerti mengapa sepatu Tasik bisa kalah dari sepatu Cina. Ia rindu isterinya, ia rindu anak-anaknya..............

Rakyat tidak tahu Perdagangan Internasional, tidak mengerti ACFTA, dan tidak mengerti mobil mewah.

Mereka hanya mengerti Menteri harus-nya orang pintar. Gaji-nya besar dan makmur. Paham Time management --- ACFTA itu sejak 2001 lho !

Kalau mereka, hanya Orang Bodoh yang suka salah memilih  Pemimpin-nya.  Orang dari Planet Kemiskinan

Ayo nyanyikan "PADAMU NEGERI" !   Ayo Rek, Rek ayo Rek.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun