Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 adalah tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri. Menurut Undang-Undang tersebut yang tertera dalam Pasal 26 Ayat (2f) disebutkan bahwa “TKI yang diberangkatkan wajib memiliki KTKLN.” Kemudian dalam Pasal 62 Ayat (1) ditegaskan bahwa “TKI yang ditempatkan di luar negeri wajib memiliki dokumen yang dikeluarkan oleh Pemerintah.” Pemerintah dalam hal ini adalah BNP2TKI.
KTKLN, ya ....lagi-lagi kartu ini membuatku merasa tidak nyaman dalam kepulanganku kali ini untuk menghabiskan masa cutian tiap dua tahun sekali di tanah air. Pasalnya aku belum memiliki kartu identitas yang diwajibkan untuk dimiliki oleh setiap TKI itu. Untuk mengobati ketidaknyamanan perasaanku maka terpaksalah aku harus membuat kartu itu agar sewaktu-waktu jika ditanya oleh si petugas imigrasi di bandara Juanda sewaktu keberangkatanku ke Singapura kembali aku bisa menunjukkan kartu identitas tersebut itu.
Cerita-cerita ngeri tentang bagaimana susahnya mendapatkan kartu itu yang kudengar dari teman-teman sempat menyiutkan nyaliku agar aku membatalkan saja niat untuk membuat kartu itu. Antrian yang panjang juga sulitnya prosedur-prosedur yang harus dipatuhi sampailah segala urusan yang melibatkan UUD (Ujung-Ujungnya Duit) hampir-hampir meranabkan semangatku untuk mendapatkan kartu itu.
Namun, tepatnya pada tanggal 18 Desember 2012 secara tiba-tiba semangat membara untuk membuat kartu itu muncul kembali di benakku. Maka pada tanggal itu juga aku menelfon kantor pembuatan KTKLN yaitu UPTD P3TKI Surabaya yang beralamat di Jalan Jagir Wonokromo No. 358 Surabaya di nomor telefon 0318415858.
“ Hallo.... Jam berapa kantor pembuatan KTKLN tutup?” tanyaku pada si petugas dalam telefon itu.
“Kantor tutup jam satu siang, Ibu.” Jawab seorang staff laki-laki dengan nada yang cukup sopan. Spontan kulirik jam tangan yang melingkar ditangan kiriku. Ah... ternyata jarum jam sudah menunjukkan angka 15:02 menit. Wah...terpaksalah aku tidak bisa membuat KTKLN hari ini juga, bisik hatiku.
“Bagaimana Pak jika saya membuat KTKLN di Bali, kebetulan saya mau jalan-jalan ke Bali?” tawarku renyah.
“Di Bali kantornya sering tutup Bu, tidak seperti di Surabaya, sebaiknya Ibu bikin di Surabaya saja,” jawab Bapak staff itu sambil menawarkan sebuah solusi kepadaku.
“Hari Sabtu buka ya Pak kantornya?” tanyaku sekali lagi.
“Sabtu dan Minggu tutup Bu, dan ini berlaku pada seluruh kantor pembuatan KTKLN se-Indonesia.”
“Baik Pak, terimakasih atas infonya.” Telefon langsung kumatikan.
Hitung dan menghitung hari akhirnya kuputuskan aku akan membuat KTKLN pada hari Jum’at tanggal 21 Desember 2012 di Surabaya karena pada hari Seninnya tepatnya tanggal 24 Desember aku harus terbang ke Singapura kembali. Tanggal 18 Desember sore itu adalah perjalananku ke Bali dengan menaiki bus malam dari terminal Bungurasih di Surabaya dan bus yang kunaiki tiba di terminal Bali pada hari Rabu tanggal 19 Desember di pagi hari.
Karena aku tidak ingin terlepas kesempatan untuk membuat KTKLN di Surabaya, maka terpaksalah aku nginap di Bali hanya satu malam saja, jadi dengan begitu untuk hari Jum’atnya aku bisa membuat kartu itu di Surabaya.
Jadwal bus yang kuaniki tiba di terminal Bungurasih Surabaya dari terminal Ubung Bali adalah tanggal 21 Desember sekitar jam empat atau lima pagi hari. Namun sialnya bus yang kunaiki terperangkap dalam kemacetan panjang yang terhitung hampir selama enam jam di Gilimanuk sewaktu hendak menyebarang dengan feri ke Ketapang. Ah.... benar-benar sudah di paras gila transportasi darat dan laut di Indonesia.
Kulirik lagi jam yang melingkar di pergelangan tangan kiriku. Waktu menunjukkan jam setengah satu siang dan saat itu bus yang kunaikai baru memasuki halaman terminal Bungurasih untuk mengandang. Dibenakku timbul seribu tanya, haruskah aku membatalkan niatku untuk membuat KTKLN karena waktu yang sudah tidak mengizinkan lagi, tapi....TIDAKKKKK!!!.....aku tidak mau putus asa, maka aku coba menelpon kantor pembuatan KTKLN di Surabaya sekali lagi.
“Hallo....jam berapa kantor tutup Bu?” tanyaku pada si penjawab telefon seorang perempuan.
“Kantor tutup jam dua Bu,” jawab Ibu Staff singkat.
Plongggg!!! Spontan perasaanku lega dengan jawaban yang diberikan itu, karena kantor tidak tutup seperti pada jawaban staff yang kutanya pada hari Selasa lalu.
Akhirnya dengan pertolongan seorang Bapak yang bekerja di Pertamina aku pergi ke kantor itu dengan menaiki mikrolet. Mikrolet yang kunaiki pun mangkal lama sekali di Bungurasih. Kendaraan ini hanya akan berjalan jika penumpang yang menaikinya penuh.
Jam satu siang lebih mikrolet baru mulai berjalan, namun sialnya sewaktu memasuki Jalan Ahmad Yani hujan deras pun mengguyur. Di dalam mikrolet dialog orang ribut-ribut tiba-tiba kudengar, antara dua orang penumpang dan si kenek. Mereka marah-marah lantaran si kenek menarik ongkos dengan jumlah yang tidak sama dengan penumpang lainnya. Penumpang lain ditarik Rp 3000 per orang tetapi mereka berdua ditarik Rp 4000 per orang. Alasan si kenek sih mereka berdua menaiki mikrolet melalui perantara jadi si kenek itu harus membayar perantaranya. Akhirnya dua orang penumpang mengancam minta diturunkan di tengah jalan dan mau menaiki taksi. Itulah secuil cerita ketidakadilan yang sempat menghiasi perjalananku menuju kantor pembuatan KTKLN. Secuil kisah itu akhirnya terus dan terus bermain difikiranku.
Jam 2:30 sore aku baru nyampai di kantor UPTD P3TKI. Kalau menurut jawaban staff yang aku telefon tadi tentunya jam segini kantornya sudah tutup. Namun... lagi-lagi aku tidak mau putus asa. Aku terus untuk meneruskan langkahku ke kantor itu, apapun yang terjadi aku siap menghadapi. Alhamdulilah, ternyata kantornya masih buka dan juga masih melayani.
Akhirnya aku bergegas ke Loket nomer satu untuk mendaftarkan diriku untuk proses lanjut pembuatan KTKLN itu. Kusodorkan persyaratannya ke seorang petugas , yaitu: 1 lembar fotokopi paspor, 1 lembar fotokopi “workpermit”, 1 lembar fotokopi surat perjanjian kerja dari KBRI, dan 1 lembar fotokopi asuransi kerja dari Singapura yang dibelikan oleh majikan. Setelah arsip-arsip diperiksa oleh si petugas, tiba-tiba si petugas bilang: “Maaf pendaftaran Mbak ditolak karena tidak membawa paspor asli, atau work permit asli, ataupu tiket pesawat.”
Sejenak darahku meluap dengan kata-kata itu. “ Bu, saya tidak mau membawa dokumen yang asli karena saya takut hilang. Kalau sampai terjadi kehilangan yang akan bertanggungjawab siapa?” bantahku dengan emosi.
“Maaf Mbak kami tidak bisa membantu, kalau Mbak membawa tiket pesawat kami masih bisa bantu,” jawabnya ringan.
“ Kalau begitu dengan terpaksa saya tidak akan bikin KTKLN Bu, karena hari Senin saya sudah harus terbang.”
“Silahkan....,” jawabnya sambil meningalkan aku yang masih berdiri di depan cermin loket.
Sejenak aku menjauh dari loket satu itu untuk berfikir gimana caranya agar aku tidak pulang dengan sia-sia. Dalam benakku aku ingin telefon ke staff KBRI Singapura yang aku kenal, tapi apakah daya batre HPku sudah habis.
Alhamdulilah....tiba-tiba aku teringat akan kata-kata Pak Zalfi, seorang staff KBRI yang mewawancarai majikanku saat menandatangani surat perjanjian kerja. Beliau menasehatkan agar surat perjanjian kerja yang asli dibawa sewaktu pembuatan KTKLN.
Akhirnya pembuatan KTKLN-ku diproses, dan aku dikenakan biaya gratis, juga aku tidak disuruh untuk membeli asuransi maupun matrei .
Cuma yang membuatku tak habis berfikir dan bertanya, penting sangat kah kartu ini untuk dimiliki oleh setiap TKI? Di mana sih letak kepentingannya? Aku balik ke Singapura saja di imigrasi Juanda tidak ditanyakan apa-apa tentang keberadaaanya. Akhirnya kartu ini kugunakan sebagai penghuni dompet lapukku.
Tapi....ahhhh!!!.....Kartu ini terbukti memang sungguh ajaib kan!!!!. Ajaibnya sih karena sudah bisa membuat marah para TKI dan aktivis pembela TKI, dan juga banyak orang-orang yang kantongnya tebal di Indonesia berkat menggunakan kedok “kartu ajaib” ini.