Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik Pilihan

Tidak Ada Perang yang "Profitable"

24 Agustus 2022   00:00 Diperbarui: 24 Agustus 2022   00:03 390 7
Inilah permasalahan dari sebagian saudagar, selalu menghitung apa saja dari untung rugi secara materi. Perang Rusia - Ukraina yang sudah berlangsung 26 minggu dengan perkiraan korban jiwa lebih dari 40,000 jiwa dikatakan oleh seorang menteri, sebelumnya seorang saudagar sukses, sebagai perang yang akan lama karena "profitable" dan bagaimana kita bisa mengambil keuntungan dengan membeli minyak murah dari Rusia. Kalau itu adalah moral cerita dari perang ini, maka membeli minyak murah tidak ada moralnya sama sekali.

Perang Rusia - Ukraina tidak terjadi begitu saja, kebetulan saya mengikuti prosesnya semenjak Amerika Serika, ketika itu Presiden George Bush Junior, meminta Ukraina untuk melucuti senjata-senjata nuklir peninggalan Uni Soviet yang mereka miliki dengan imbalan keanggotaan NATO. Permasalahannya, janji keanggotaan NATO ini tidak pernah dikonsultasikan dengan anggota-anggota NATO lainnya di Eropa. Ketika, Ukraina sudah membuang senjata-senjata nuklirnya dan menagih janji keanggotaan NATO, terjadi perselisihan antara AS dan sekutu-sekutunya di Eropa. AS ingin Ukraina menjadi anggota NATO, sedang hampir semua sekutunya di Eropa menolak keangotaan Ukraina karena hal ini akan memancing kemarahan Rusia. Pada akhirnya, mayoritas anggota NATO menolak keanggotaan Ukraina, tetapi mereka tidak menyatakan secara tegas menolaknya melainkan dengan menggunakan kata "menunda sementara" keanggotaan Ukraina. Hal ini yang memberikan alasan kepada Rusia untuk menyerang Ukraina, memang ada alasan-alasan sampingan lainnya.

Perang selalu datang bersama-sama dengan bencana lainnya. Persis seperti metafora tentang nubuat yang dikenal dengan "The Four Horsemen" (empat penunggang kuda) yang selalu tampil bersama yaitu masing-masing mewakili Perang, Pemberontakan, Krisis Pangan (Kelaparan), dan Wabah Penyakit (Pandemi). Empat bencana ini selalu hadir bersamaan, bila ada satu yang terlihat, maka yang tiga lainnya akan muncul kemudian. Perang Rusia - Ukraina ini akan berlarut, ketika Rusia menyadari bahwa Uni-Eropa telah melakukan salah perhitungan dengan mengembargo Rusia, dan Rusia membalasnya sehingga Uni-Eropa akan mengalami krisis enerji dan pangan, dan berlanjut pada krisis lainnya yang akan muncul.

Dimulai dari Jerman, negara penopang ekonomi Uni Eropa ini akan mengalami krisis enerji, tentu saja Rusia akan membiarkannya. Runtuhnya ekonomi Jerman akan meruntuhkan Uni Eropa. Dulu, ketika Tembok Berlin runtuh, maka runtuh pula negara-negara Blok Timur Eropa. Saat itu, Vladimir Putin adalah agen KGB di Jerman Timur, dan dia harus bersusah payah berpindah-pindah mencari tumpangan untuk pulang ke Rusia. Mungkinkah sejarah akan berulang kembali, tapi kali ini terjadi di Blok Barat? Bisa jadi, runtuhnya Uni Eropa adalah mimpi terindah Putin untuk mengobati pengalaman buruk masa lalu.

Vladimir Putin sendiri adalah seorang yang loyal, termasuk loyal terhadap prinsip hidupnya. Kesan  ini didapat dari cerita-cerita mengenai perjalanan hidupnya, salah satunya adalah ketika menjabat Wakil Walikota Moskow, secara fisik ia menyelamatkan Walikota Moskow dari amukan massa demonstran di Moskow. Kesetiaannya mencuri perhatian Presiden Boris Yeltsin, yang ketika itu sedang sakit-sakitan, bahwa orang ini bukan seorang oportunis, dan mempunyai loyalitas yang tinggi.  Setelah peristiwa itu, Presiden Yeltsin mengangkat Vladimir Putin menjadi Perdana Menteri Rusia.

Menurut pandangan saya, perang ini tidak "profitable" dilihat dari kerusakan dan korban jiwa di kedua belah pihak, dan tidak ada perang yang tanpa sebab, maksudnya hanya untuk memperlama perang demi keuntungan yang meragukan. Pengetahuan saya tentang perang ini memang tidak sempurna, tapi nampaknya ketika suatu bangsa pergi berperang harus mempunyai kepercayaan yang masuk akal mengenai keadilan dan penyebab keharusannya, karena tidak ada yang bisa diperbaiki setelah itu. Setelah orang-orang pada mati, tidak ada yang bisa dihidupkan kembali. Tidak ada perang yang "profitable", masyarakat akan menanggung biaya prajurit-prajurit yang cacat, janda-janda, anak-anak yatim, dan lingkungan yang hancur.

Di jaman Victoria Inggris dulu, ada seorang kritikus seni bernama John Rushkin yang mengkritik perilaku para saudagar yang memperkaya dirinya sendiri. Dia yang memperkenalkan kata "ilth" yaitu lawan kata dari "wealth" (kekayaan). Sementara, "wealth" atau kekayaan adalah hasil dari suatu usaha/kegiatan, maka "ilth" adalah kerusakan dan kesulitan yang dihasilkan oleh usaha/kegiatan yang itu juga. Menurutnya, dalam menghitung keuntungan suatu usaha/kegiatan, tidak bisa hanya menghitung angka-angka yang terlihat saja, tetapi "ilth" harus dipertimbangkan dalam hitungan untung/rugi. Misal, usaha pertambangan harus dimasukkan ongkos dari kerusakan fauna, flora, polusi yang mengganggu kesehatan, dst. Perang juga begitu, biaya "ilth" yang harus dibayar besar sekali, apalagi ini terkait peradaban manusia, ada prinsip-prinsip yang harus ditegakkan. Jangan mengesankan mumpung ini lagi perang, persetan dengan negara lain palingan tidak makan burger, yang penting kita bisa beli minyak murah. Paling tidak, carilah tata bahasa yang enak di kuping dan di hati.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun