Mohon tunggu...
KOMENTAR
Lyfe Artikel Utama

Bicara Soal Skripsi, Mahluk yang Dianggap Seram, Apa Benar?

5 April 2015   18:22 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:30 193 2

Saya yakin kebanyakan dari para Kompasianer di sini sudah melewati fase perkuliahan. Sudah menjadi orang-orang hebat dengan caranya sendiri. Tidak aneh jika Anda yang membaca artikel ini sudah pernah merasakan manis dan getirnya Skripsi, mahluk yang banyak disegani oleh mahasiswa pada umumnya. Sampai-sampai saking diseganinya, ada juga mereka yang terpikir untuk beli skripsi (menyuruh orang mengerjakan skripsi atas nama kita). Luckily, saya sekarang sedang berhadapan dengan mahluk itu. So, sebetulnya skripsi itu apa dan kenapa skripsi banyak disegani oleh mahasiswa? Separah itukah skripsi?

Menurut Arikunto (2002) skripsi adalah muara dari semua pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh sebelumnya, diterapkan dalam menggali permasalahan yang ada agar dapat diperoleh temuan yang bermanfaat. Sederhananya, skripsi itu karya akhir sebagai mahasiswa. Hajat besar mahasiswa setelah bertahun-tahun bergelut di dunia perkuliahan.

Setiap jurusan perkuliahan menerapkan skripsi dan tugas akhir yang berbeda-beda. Seperti di bidang psikologi dan ilmu sosial pada umumnya harus mencari fenomena, kemudian di dunia teknik akan berkaitan dengan praktikum, sampai dunia desain atau arsitektur yang biasanya tugas akhirnya dalam bentuk final project. Tentunya, keragaman jenis skripsi dan tugas akhir itu menyebabkan beban di setiap mahasiswa beda-beda. Apalagi mengingat bahwa setiap individu punya batas kerentanan stress yang berbeda juga. Namun, pada umumnya mahasiswa yang sedang menjalani skripsi akan menemukan titik dimana ia mengakui:

I am stress.”

Saya akan memberikan gambaran singkat apa saja yang harus dilakukan dalam skripsi, terutama di bidang studi saya yakni sosial. Secara garis besar skripsi adalah penelitian, sotugas utama mahasiswa yang sedang mengontrak mata kuliah skripsi adalah membuat penelitian. Mulai dari memilih apa yang akan diteliti, membuat rancangan penelitiannya yang tepat, membahasnya berdasarkan teori yang selama ini kita pelajari (atau bahkan yang belum pernah dipelajari sekalipun), hingga mempertanggungjawabkan penelitian itu dalam sidang.

Berat?

Tergantung.

Hambatan-hambatan yang biasanya ditemui mahasiswa di fase ini bisa datang dari dalam diri maupun luar diri. Faktor internal bisa dari will power atau kesungguhan kita dalam mengerjakan. Nah, di sini nih, biasanya virus prokrastinasi (perilaku menunda mengerjakan sesuatu) akan menyerang. Sederhananya, penyakit malas kita justru hambatan kita sendiri. Faktor eksternal muncul dari hal-hal yang tidak bisa dikendalikan. Misalnya, kebetulan dapat dosen pembimbing yang sulit diajak koordinasi, teori yang belum banyak berkembang sehingga sulit dapat referensi, hingga... sulitnya perizinan dan meminta responden.

Namun, tidak sedikit juga mahasiswa yang mengalami fiksasi (jalan buntu) dalam hal pembahasan. Kok, rasanya udah digali semua, masih aja kurang terus. Biasanya, permasalahan ini muncul dalam penyusunan Latar Belakang Masalah dan Bab 4 yakni Pembahasan. Di momen seperti inilah menjadi momen yang menguji will power setiap mahasiswa. Keadaan tertekan, stress, dan fiksasi membuat kebanyakan mahasiswa berhenti mengerjakan dan menarik diri dari pergaulan. Alienasi. Hingga akhirnya terjadilah istilah ‘mahasiswa veteran’ atau mahasiswa yang sudah lama kuliah dan belum lulus-lulus.

Parah?

Tergantung.

Kedengaran sangat parah karena diperkuat oleh stigma yang turun menurun disampaikan pada adik tingkat: Skripsi susah loh, yang tabah ya. Dan bisa jadi sangat parah bagi individu yang rentan akan situasi tertekan dan stress. Jadi, menurut saya pribadi dan sesuai pengalaman pribadi, salah satu faktor yang membuat skripsi begitu disegani adalah karena stigma turun temurun itu. Mendengar cerita kakak tingkat bahwa skripsi itu ribet dan berat, membuat banyak orang sudah membentuk skema di pikirannya. Mengatur persepsi kita bahwa skripsi itu sulit dan menakutkan. Padahal? Padahal tergantung.

Kalau dipikir-pikir, sesungguhnya skripsi itu adalah kesempatan terakhir kita untuk mengeksplorasi hal-hal apa saya yang sudah kita dapatkan selama perkuliahan. Sidangnya pun toh, tidak akan jauh-jauh dari penelitian sendiri. Kasarnya, kalau memang skripsi itu dibuat sendiri harusnya kita akan mudah menjelaskannya. But... again, selalu ada faktor lain yang membuat skripsi bukan hanya sekedar menyelesaikan dan mempertanggungjawabkan penelitian. Theses is also about procedure. Prosedur kadang lebih bisa membunuh dibandingkan penelitian itu sendiri. Harus begini lah, begitu lah, sebelum akhirnya bisa seminar dan sidang. Harus inilah, itulah, sebelum akhirnya bisa ambil data ke responden.

Tapi, intinya, pada dasarnya skripsi itu sudah jadi satu paket lengkap perkuliahan. Jadi, mau tidak mau, bisa tidak bisa, harus tetap dijalani. Satu pesan yang pernah disampaikan oleh saudara dan teman saya:

Enjoy the process.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun