Globalisasi mengacu pada penyebaran ilmu pengetahuan dan budaya dari berbagai wilayah dunia ke seluruh penjuru, sehingga batas-batas antarnegara menjadi semakin samar dan tidak lagi jelas. Proses ini menciptakan keterhubungan global yang melampaui batas-batas geografis dan negara.
Secara umum, Globalisasi merupakan proses integrasi dunia yang tercipta melalui pertukaran pandangan, produk, ide, serta berbagai elemen budaya. Kemajuan di bidang transportasi dan telekomunikasi, seperti munculnya telegraf dan internet, menjadi faktor utama yang mempercepat proses ini. Akibatnya, terjadi peningkatan saling ketergantungan dalam aktivitas ekonomi dan budaya di tingkat global. Beberapa ahli berpendapat bahwa globalisasi dimulai pada era modern, namun ada juga yang melacak asal mula fenomena ini jauh lebih awal, bahkan hingga zaman penjelajahan Eropa dan penemuan Dunia Baru. Sebagian lainnya juga berpendapat bahwa globalisasi bisa jadi sudah ada sejak milenium ketiga sebelum Masehi.
Istilah "globalisasi" merujuk pada perubahan yang terjadi secara luas dan mendalam di seluruh dunia, mencakup aspek-aspek global yang melibatkan berbagai negara. Istilah globalisasi di bahasa arab sering disebut sebagai "al-'aulamah," yang terkadang diartikan sebagai "al-'alamiin," yang merujuk pada seluruh dunia atau alam semesta. Konsep serupa juga dapat ditemukan dalam Al-Qur'an, salah satunya melalui kata kāffah, yang berarti menyeluruh, dan disebutkan sebanyak lima kali dalam teks tersebut. Kata al-‘ālamīn, yang berarti seluruh dunia atau alam, juga sering ditemukan dalam Al-Qur'an, sebanyak 62 kali. Selain itu, kata "yughayyirū yang berarti perubahan.
Secara etimologis, Konsep Globalisasi berasal dari Amerika, yang mengacu pada penyebaran ide atau fenomena ke berbagai tempat secara meluas ke berbagai belahan dunia. Amerika Serikat memiliki peran yang signifikan dalam memperkenalkan konsep ini ke banyak negara. Meski demikian, penting untuk tetap waspada terhadap dampak globalisasi dan menjaga sikap yang seimbang terhadapnya. Ketika sebuah negara memperkenalkan ide atau cara hidup baru, sering kali hal tersebut dianggap sebagai model yang diikuti oleh negara-negara lain.
Bahasa Inggris, istilah ini dikenal sebagai "globalization," sementara dalam bahasa Arab, istilah yang serupa adalah "al-'aulamah." Sementara itu, kata "al-alamiyah" juga digunakan untuk menggambarkan konsep yang serupa, meskipun dengan nuansa yang sedikit berbeda, yang dapat diartikan sebagai universalitas ajaran Islam, yaitu bahwa ajaran Islam bersifat global dan mencakup seluruh umat manusia.
Di sisi lain, Globalisasi dalam konteks kontemporer sering dipandang sebagai upaya dari negara Barat, khususnya Amerika Serikat, untuk menguasai dunia dalam aspek politik, ekonomi, dan budaya. Negara ini merasa memiliki kekuatan global berkat kemajuan dalam bidang sains, teknologi, dan militer. Menurut Al-Jabiri, globalisasi dapat dilihat sebagai penyebaran budaya Amerika di seluruh dunia, yang mencerminkan ketidakseimbangan hubungan antara negara-negara Barat dan Timur, yang seringkali berujung pada eksploitasi. Fenomena ini dapat dianggap sebagai bentuk baru imperialisme yang lebih halus, mengingat metode penjajahan tradisional telah tidak lagi diterima oleh komunitas internasional.
Globalisasi modern kerap kali identik dengan westernisasi, yaitu pengaruh dominan budaya Barat terhadap budaya non-Barat. Hal ini mencakup nilai-nilai materialistik dan pragmatis yang dominan dalam budaya Barat, seperti penerimaan homoseksualitas, pornografi, dan kehamilan di luar nikah sering kali bertentangan dengan banyak ajaran agama dan nilai moral yang dianggap universal. Sebaliknya, ajaran Islam sangat menekankan nilai-nilai kemanusiaan yang mulia, seperti persaudaraan kehormatan dan keadilan. Dalam hukum syariat Islam, terdapat enam prinsip utama yang bertujuan untuk menjaga agama, akal, fisik, harta, garis keturunan, dan martabat setiap orang. Ajaran Islam juga menekankan nilai-nilai universal yang menjadi pedoman hidup bagi umat manusia, menawarkan solusi terhadap berbagai masalah yang dihadapi oleh masyarakat global.
Beberapa karakteristik Islam dan globalisasi antara lain:
1.Globalisasi telah mengubah pemahaman tentang waktu dan ruang. Dengan kemajuan dalam akses informasi dan komunikasi yang cepat, batas-batas geografis dan waktu menjadi semakin kabur.
2.Ketergantungan ekonomi antarnegara kini menjadi hal yang umum. Hal ini disebabkan oleh efisiensi produksi barang tertentu di negara lain, yang menyebabkan saling ketergantungan dalam hubungan ekonomi antarnegara.
3.Salah satu ciri utama globalisasi adalah pertukaran informasi yang semakin cepat, yang memungkinkan akses pengetahuan secara lebih mudah dan cepat.
4.Masalah-masalah global seperti pemanasan global, kerusakan lingkungan, dan dominasi industri tertentu semakin terlihat sebagai dampak dari globalisasi.
5.Globalisasi mendorong interaksi antarbudaya yang lebih erat, mempercepat pertukaran budaya, dan memfasilitasi pertemuan yang lebih sering antar kelompok nasional yang berbeda.
6.Aliran komunikasi yang lebih cepat dan mudah memungkinkan interaksi instan tanpa memedulikan jarak atau waktu.
7.Keterbukaan dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk politik, sosial budaya, dan bisnis, menjadi salah satu ciri khas globalisasi.
Berikut beberapa pengertian globalisasi menurut beberapa ahli:
1.Malcolm Waters
Menurut buku Informasi dalam Konteks Sosial (2020) karya Rhoni Rodin, Malcolm Waters menjelaskan bahwa globalisasi adalah sebuah proses sosial yang menyebabkan batasan geografis dalam aspek sosial dan budaya menjadi semakin tidak relevan, tercermin dalam kesadaran manusia.
2.Thomas L. Friedman
menyatakan bahwa globalisasi memiliki dua dimensi, yaitu ideologi dan teknologi. Dimensi ideologi meliputi kapitalisme dan pasar bebas, sementara dimensi teknologi mencakup kemajuan teknologi informasi yang menyatukan dunia.
3.Princeton N. Lyman
mendefinisikan globalisasi sebagai perkembangan pesat dan saling ketergantungan antara berbagai negara di dunia dalam bidang perdagangan dan keuangan.
4.Menurut Anthony Giddens,
yang dikutip dari buku Demokratisasi dan Globalisasi (2022) karya Hesri Mintawati, globalisasi adalah kondisi di mana banyak orang menyadari bahwa mereka terlibat dalam dunia yang terus berubah tanpa bisa mengendalikannya.
5.Peter Drucker
menjelaskan bahwa globalisasi adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan proses-proses inti dalam ekonomi global, seperti penyebaran komunikasi global secara instan, pertumbuhan perdagangan internasional, dan pasar uang global.
6.Selo Soemardjan
mendefinisikan globalisasi sebagai proses pembentukan sistem organisasi dan komunikasi antar masyarakat di seluruh dunia, yang mengikuti sistem dan aturan yang sama.
7.Martin Albrow,
dalam buku Menembus Badai Ekonomi (2018) karya Patta Rapanna dan Yana Fajriah, menyatakan bahwa globalisasi mencakup seluruh proses yang melibatkan penduduk dunia, yang pada akhirnya menghubungkan mereka dalam komunitas global.
8.Menurut Scholte,
globalisasi adalah peningkatan hubungan antarnegara, di mana setiap negara tetap mempertahankan identitasnya, namun semakin saling bergantung satu sama lain.
9.Laurence E. Rothenberg
mendefinisikan globalisasi sebagai percepatan interaksi dan integrasi antara individu, perusahaan, dan pemerintah dari berbagai negara.
10.Emanuel Ritcher
menjelaskan globalisasi sebagai jaringan kerja global yang secara bersamaan menyatukan masyarakat yang sebelumnya terpisah dan terisolasi.
a)Dampak Positif
Globalisasi memberikan pengaruh terhadap pendidikan Islam serta dunia pendidikan secara luas. Penelitian yang dilakukan oleh Nawi menyimpulkan bahwa terdapat sejumlah dampak positif yang dirasakan akibat hadirnya globalisasi, di antaranya :
1.Kemudahan dalam mengakses informasi.
2.Pendidikan dilaksanakan secara profesional dengan standar internasional.
3.Pendidikan menjadi lebih bersifat kompetitif.
4.Terwujudnya tenaga kerja yang berkualitas dan mampu bersaing.
5.Munculnya berbagai inovasi dalam bidang pendidikan.
Islam perlu mengambil sikap yang selaras dengan kepentingan dan nilai-nilai yang dianutnya dalam menghadapi arus globalisasi. Jika globalisasi dianggap membawa dampak Jika globalisasi memberikan dampak positif, seperti mempromosikan perdamaian, toleransi beragama, dan keadilan yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam, maka pendekatan yang mendukung dapat diterapkan. Sebaliknya, jika globalisasi membawa dampak negatif yang bertentangan dengan ajaran agama, seperti sekularisasi yang tidak selaras dengan nilai-nilai Islam, sikap menolak akan lebih tepat. Selain itu, pendekatan kompromi juga bisa dipertimbangkanl, diambil jika Islam menghadapi kesulitan untuk menentukan sikap antara kedua pilihan tersebut. Pendekatan ini muncul dari interaksi yang intens antara agama dan peradaban manusia dalam konteks global. Namun, hal ini tidak berarti Islam harus menyerah atau tunduk pada pengaruh globalisasi.
Islam dapat berperan sebagai kekuatan counter-hegemoni terhadap pengaruh globalisasi, menghadapi tantangan tersebut dengan kecerdasan tanpa harus berkonfrontasi secara langsung, mengingat pesatnya perubahan yang dibawa oleh globalisasi. Hal ini menunjukkan pentingnya bagi Islam untuk merumuskan strategi yang bijaksana guna mempertahankan eksistensinya di tengah dinamika global.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa globalisasi memberikan dampak positif dan negatif bagi dunia Islam, di antaranya adalah:
1.Akses untuk menuntut ilmu agama menjadi lebih mudah berkat hadirnya internet, yang memungkinkan umat Muslim memperdalam pemahaman tentang agama dengan lebih luas.
2.Perkembangan teknologi telah meningkatkan kemudahan dalam menuntut ilmu, menjadikan proses belajar lebih efektif dan memungkinkan akses pendidikan ke berbagai tempat.
3.Umat Islam kini dapat lebih mudah memperoleh pemahaman tentang ajaran agama melalui media massa yang menyediakan berbagai informasi keagamaan.
4.Kehadiran internet sebagai bagian dari kemajuan teknologi memudahkan umat Muslim dalam mensyiarkan agama, sehingga kebermanfaatan dakwah dapat dirasakan lebih luas oleh seluruh umat.
b)Dampak Negatif
Selain dampak positif yang telah disebutkan, globalisasi juga membawa dampak negatif terhadap pendidikan Islam dan dunia pendidikan secara umum.
Pertama adalah komersialisasi pendidikan. Globalisasi mendorong peningkatan keterlibatan publik dalam dunia pendidikan, yang pada gilirannya memunculkan komersialisasi. Tujuan pendidikan yang semula adalah untuk menjalankan amanah dan sebagai bentuk ibadah, kini beralih menjadi upaya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya melalui sektor pendidikan.
Kedua, munculnya pengelompokan berdasarkan status sosial. Dengan adanya keterbukaan media sosial dan komunikasi saat ini, berbagai kelompok sosial muncul yang kadang memiliki kecenderungan materialistik dalam membentuk kelompok, sehingga terjadi pemisahan sosial. Kelompok-kelompok ini sering kali terus mempertahankan eksistensinya, bahkan hingga muncul fanatisme berlebihan yang membuat mereka sulit berinteraksi dengan kelompok luar atau kelompok yang dianggap setara.
Ketiga, bahaya yang ditimbulkan oleh internet dan dunia maya. Dampak ini mulai terlihat, baik dari segi fisik, seperti munculnya masalah kesehatan yang dirasakan terlalu dini, seperti gangguan pada mata, postur tubuh, dan lainnya, maupun dari segi psikologis, seperti anak-anak yang menjadi lebih introvert, merasa sedih, mudah marah, dan sebagainya.
Keempat, erosi budaya lokal. Masuknya budaya asing melalui kemajuan teknologi berdampak pada aspek budaya, di mana budaya Barat yang dibawa oleh teknologi semakin mendominasi, mencakup cara hidup, cara berpakaian, cara berbicara, dan kebebasan bertindak. Semua ini berkontribusi pada terkikisnya budaya lokal.
Kelima, ketergantungan. Ketergantungan yang dimaksud di sini mencakup berbagai aspek, seperti ketergantungan terhadap teknologi, ketergantungan terhadap dunia luar yang dianggap luar biasa, ketergantungan pada gaya hidup modern, dan ketergantungan pada budaya asing yang menyebabkan individu sulit mandiri, lebih memilih cara yang instan dan cepat, serta cenderung mengembangkan kebiasaan konsumtif terhadap produk-produk dari kemajuan dan modernisasi.
B.Tantangan Pendidikan Islam dalam Menghadapi Arus Globalisasi
Husni Rahim mengungkapkan bahwa masa depan pendidikan Islam akan dipengaruhi oleh tiga faktor eksternal utama: globalisasi, demokratisasi, dan liberalisme Islam. Untuk memudahkan pemahaman, Syahrin Harahap berusaha mengklasifikasikan ciri-ciri unifikasi global dengan beberapa poin penting.
Pertama, ada peralihan dari konflik ideologis dan politik menuju fokus pada bisnis, investasi, dan hiburan, dengan perubahan dari keseimbangan kekuasaan menuju keseimbangan kepentingan.
Kedua, hubungan antar negara atau masyarakat beralih dari ketergantungan menjadi saling ketergantungan, di mana hubungan tersebut bergantung pada jenis negosiasi yang dilakukan.
Ketiga, batas-batas geografis hampir tidak lagi memiliki peran fungsional, karena lebih dipengaruhi oleh kemampuan untuk memanfaatkan keunggulan komparatif dan kompetitif. Keempat, persaingan antar negara semakin dipengaruhi oleh perlombaan dalam teknologi tinggi.
Namun, globalisasi juga Globalisasi menciptakan budaya dunia yang bersifat mekanis dan efisien, seringkali mengabaikan nilai-nilai dan norma yang dianggap tidak efisien secara ekonomi. Dampak negatifnya terlihat dalam lingkungan pendidikan, seperti munculnya dokumen palsu, tradisi mencontek di kalangan mahasiswa, serta plagiarisme dalam penulisan skripsi, tesis, dan disertasi. Selain itu, globalisasi mempercepat komersialisasi pendidikan, di mana institusi pendidikan lebih fokus pada keuntungan. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai apakah rasio pendidikan akan terganggu dan apakah pelatihan akan terabaikan. Fenomena ini berisiko merendahkan nilai-nilai ilmiah, karena siswa hanya mempelajari ilmu tanpa memahami esensinya, yang pada akhirnya menghasilkan generasi yang cerdas namun kurang seimbang dalam pengetahuan, memungkinkan kemampuan mereka disalahgunakan, misalnya untuk tujuan negatif seperti menyontek.
Selain itu, globalisasi juga berkontribusi dalam memutuskan hubungan asli dengan sistem politik modern, yang menimbulkan dampak negatif seperti munculnya nepotisme, birokrasi, dan otoritarianisme. Tantangan besar lainnya yang harus dihadapi oleh pendidikan Islam elain itu, globalisasi juga berperan dalam memutuskan hubungan asli dengan sistem politik modern, yang menimbulkan dampak negatif seperti munculnya nepotisme, birokrasi, dan otoritarianisme. Tantangan besar lainnya yang harus dihadapi oleh pendidikan Islam adalah:
a) Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kerja sama pendidikan Pendidikan Islam dalam membentuk peradaban dan kebudayaan modern saat ini menjadi bahan pertanyaan, terutama terkait dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) telah menyebabkan pendidikan Islam mengalami penurunan fungsi, terutama karena fokus utamanya yang lebih pada aspek moral dan spiritual. Banyak pihak berpendapat bahwa pendidikan Islam kurang menekankan aspek praktis dan pragmatis, seperti penguasaan teknologi. Sebagai akibatnya, pendidikan Islam kesulitan bersaing di kancah global dalam hal budaya.
Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam perlu menghadapi tantangan perkembangan IPTEK dengan cara menguasainya, agar generasi Muslim tidak tertinggal dalam kemajuan budaya yang terus berkembang. Dalam konteks ini, ada dua pertanyaan penting yang perlu diperhatikan, yaitu: (1) bagaimana perkembangan IPTEK dapat diselaraskan dengan nilai-nilai ajaran Islam, dan (2) bagaimana pendidikan Islam dapat berkontribusi terhadap kemajuan IPTEK di masa depan.
b) Demokratis
Selain itu, demokratisasi juga menjadi faktor Yang berdampak pada pendidikan Islam di Indonesia. Awalnya, tuntutan demokratisasi lebih berkaitan dengan perubahan sistem politik negara dari otoriter ke demokratis, namun seiring waktu, demokratisasi juga meluas ke sistem manajerial di berbagai sektor, termasuk pendidikan. Demokratisasi pendidikan Islam memerlukan sistem pendidikan yang terpusat, terpadu, dan mandiri untuk mendukung terciptanya sistem pendidikan yang lebih fleksibel, independen, dan adaptif.
c) Aspek Budaya
Di bidang kebudayaan, perkembangan yang sangat pesat terjadi, terutama karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (terutama melalui jaringan komputer) serta perubahan dalam praktik sosial. Pendidikan Islam tidak hanya berfungsi untuk mengidentifikasi nilai-nilai moral dalam menghadapi dampak negatif globalisasi, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana nilai-nilai moral tersebut dapat berperan sebagai kekuatan pembebasan untuk mengatasi kemiskinan, kebodohan, serta keterbelakangan sosial, budaya, dan ekonomi. Fenomena ini menunjukkan bahwa perubahan dalam berbagai bentuk dan sistem, baik yang bersifat individu maupun global, dapat terjadi dalam waktu yang relatif singkat.
C.Madrasah dalam Menjawab Era Globalisasi
Madrasah adalah lembaga pendidikan yang berfokus pada pengajaran agama Islam, di mana siswa diajarkan berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan agama, seperti Al-Qur'an, hadis, fiqh (hukum Islam), tauhid (ilmu tentang Tuhan), akhlak (etika Islam), serta bahasa Arab. Selain itu, madrasah juga sering mengajarkan ilmu pengetahuan umum, seperti matematika, sains, sejarah, dan bahasa, dengan tujuan untuk menghasilkan lulusan yang tidak hanya berpengetahuan agama yang mendalam, tetapi juga memiliki keterampilan umum yang relevan dengan kehidupan di masyarakat.
Secara tradisional, madrasah dikenal sebagai institusi pendidikan yang berorientasi pada pengembangan akhlak dan keimanan, serta penerapan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari. Di banyak negara, madrasah menjadi tempat utama untuk pendidikan anak-anak Muslim, meskipun pada zaman modern ini, banyak madrasah yang mengintegrasikan kurikulum umum untuk meningkatkan daya saing lulusan mereka di dunia global. Madrasah juga berperan sebagai pusat pengembangan komunitas Muslim dan penguatan identitas agama, serta memberikan pemahaman tentang pentingnya menjaga keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat.
Namun, di tengah pesatnya perkembangan globalisasi, madrasah menghadapi tantangan besar untuk terus meningkatkan kualitas pendidikan yang mereka berikan sambil tetap menjaga identitas Islaminya. Globalisasi telah menyebabkan perubahan besar dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam bidang pendidikan. Kemajuan dalam teknologi informasi dan komunikasi perubahan kurikulum yang semakin berorientasi pada kompetensi global, serta meningkatnya tuntutan penguasaan bahasa asing adalah beberapa contoh tantangan yang harus dihadapi oleh madrasah
Namun demikian, banyak madrasah di Indonesia masih menghadapi berbagai kendala dalam menghadapi tantangan globalisasi ini. Salah satu masalah utama yang paling terlihat adalah keterbatasan fasilitas dan infrastruktur. Banyak madrasah yang masih kekurangan fasilitas seperti laboratorium, perpustakaan, akses ke teknologi informasi, dan ruang kelas yang memadai. Keterbatasan ini menghambat proses pembelajaran yang seharusnya dapat mengikuti perkembangan teknologi dan metode pembelajaran yang lebih modern. Hal ini sejalan dengan temuan penelitian oleh Akhyar yang menyebutkan bahwa fasilitas yang kurang memadai di madrasah menjadi salah satu faktor penghambat dalam meningkatkan kualitas pendidikan.
Selain itu, kualitas sumber daya manusia (SDM) juga menjadi isu penting. Kurangnya pelatihan berkelanjutan dan pembaruan kompetensi bagi guru-guru madrasah menyebabkan mereka kurang siap dalam mengintegrasikan teknologi dan metode pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan globalisasi. Seperti yang diungkapkan oleh Sintasari, peningkatan kompetensi guru sangat dibutuhkan untuk menyelaraskan diri dengan perkembangan teknologi dan dinamika global saat ini.
Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam diharapkan dapat menghasilkan generasi muda Muslim yang utuh, tidak terpecah dalam kepribadiannya, serta memiliki iman, pengetahuan, dan akhlak yang mulia. Terdapat lima peran utama yang dapat dikembangkan oleh madrasah dalam membentuk generasi Muslim, yaitu:
1.Sebagai sarana untuk menanamkan nilai-nilai ajaran agama Islam.
2.Sebagai tempat untuk melestarikan tradisi keagamaan dalam komunitas Muslim.
3.Sebagai wadah untuk membentuk akhlak dan kepribadian yang baik pada generasi muda Muslim.
4.Sebagai penjaga moralitas bangsa yang saat ini tengah menghadapi krisis moral (dekadensi) yang serius.
5.Sebagai lembaga pendidikan alternatif yang dapat dipilih oleh umat Muslim.
Peran ideal madrasah ini sangat penting untuk mengantisipasi pengaruh budaya global yang dominan, terutama budaya Barat yang sering kali membawa pengaruh negatif, seperti pola hidup materialistis, sekuler, materialistik, serta gaya hidup bebas yang bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Islam. Jika peran-peran madrasah dapat dijalankan secara optimal, maka akan terbentuk generasi muda Muslim yang bijaksana, utuh kepribadiannya, dan tidak mudah terpengaruh atau merasa bingung dalam menghadapi arus budaya global. Generasi seperti inilah yang diperkirakan mampu menghadapi tantangan yang dibawa oleh globalisasi.
Modernisasi dan industrialisasi telah menciptakan suatu tatanan masyarakat yang bersifat hedonis-materialistis, di mana kebahagiaan indrawi dan kebebasan individu tanpa batas menjadi prioritas utama, dengan nafsu sebagai pendorongnya. Hal ini seringkali merendahkan nilai-nilai kemanusiaan (humanisme) dan mengabaikan prinsip-prinsip moral yang seharusnya menjadi dasar kehidupan, yang akhirnya menyebabkan dekadensi moral. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya perbaikan yang mengarah pada kemajuan dan perkembangan untuk mencapai kesejahteraan manusia secara utuh dan humanis.
Dalam upaya untuk memperbaiki dan mengatasi kondisi yang mengkhawatirkan dan membahayakan, seperti hedonisme dan materialism, dengan menekankan pentingnya memiliki landasan yang kuat sebagai dasar dalam setiap tindakan. Landasan ini harus berupa orientasi yang memberikan arah yang jelas dan pedoman yang harus diikuti, yang memberikan makna dan tujuan bagi upaya tersebut sehingga dapat dinilai sebagai hal yang baik, layak, dan bermartabat. Dengan demikian, upaya tersebut dapat memberikan kritik dan evaluasi terhadap realitas yang dihadapi berdasarkan informasi yang ada.
Agama, sebagai pedoman hidup yang mengajarkan nilai-nilai, memberikan motivasi dalam kehidupan dan berfungsi sebagai alat penting untuk pengembangan serta pengendalian diri. Agama memainkan peran kunci dalam perkembangan dan pembentukan rasa kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu, agama harus dipahami, diyakini, dan diamalkan oleh setiap individu, termasuk masyarakat Indonesia, agar menjadi dasar dalam membentuk kepribadian dan menjadikan seseorang manusia yang utuh. Pendidikan agama di madrasah memiliki peran yang sangat penting dalam hal ini. Kepribadian dan pola pikir peserta didik sangat dipengaruhi oleh pendidikan agama di madrasah, yang juga tidak terlepas dari pendidikan yang diberikan di keluarga dan masyarakat.
Perkembangan pesat globalisasi informasi seringkali menimbulkan dampak negatif, seperti penurunan moral dalam masyarakat, termasuk pola hidup permisif, pornografi, dan penyalahgunaan alkohol, dan nilai-nilai materialistis-biologis. Dampak buruk dari pesatnya perkembangan teknologi informasi ini adalah masuknya berbagai kebudayaan, terutama kebudayaan Barat, yang terus menggerus kebudayaan dan norma-norma yang telah ada. Dalam konteks ini, dekadensi moral yang menyebar di masyarakat, seperti budaya hidup permisif, menjadi tantangan serius yang perlu diatasi. Pola hidup yang serba bebas, dengan alasan hak privasi, hak individu, dan hak asasi manusia, semakin berkembang dalam masyarakat. Perbedaan utama antara visi pendidikan agama dan pendidikan umum di madrasah adalah terletak pada fokusnya pada pembentukan karakter. Pendidikan agama menekankan pembentukan akhlakul karimah atau budi pekerti yang mulia sebagai tujuan utama. Oleh karena itu, evaluasi dalam pendidikan agama tidak hanya didasarkan pada hasil ujian atau nilai yang diperoleh, tetapi lebih pada penilaian terhadap sikap dan perilaku peserta didik dalam kehidupan sosial mereka, baik di madrasah, di rumah, maupun di masyarakat.
Visi pendidikan agama yang dulunya jelas kini mulai kehilangan arah, terlihat dari maraknya kenakalan remaja, tawuran, penyalahgunaan narkoba, dan kriminalitas di kalangan remaja usia madrasah. Meskipun terlambat, upaya untuk mengembalikan visi ini tetap perlu didukung. Kita harus turut berperan dalam merumuskan cara untuk mengimplementasikan konsep pendidikan budi pekerti secara maksimal dan berkelanjutan. Selain itu, kita juga perlu memberikan kontribusi berupa kritik dan masukan terkait penerapan pendidikan agama yang berbasis budi pekerti dan hak asasi manusia. Diharapkan, konsep-konsep ini dapat tidak hanya menjadi teori yang harus dihafalkan untuk ujian, tetapi bisa menjadi landasan dalam cara berpikir, bertindak, dan menentukan sikap anak-anak bangsa, sebagai penerus generasi masa depan.