Dengan amanat konstitusi tersebut, kita harus mempertanyakan bagaimana dan ke mana saja anggaran yang bersumber dari rakyat tersebut digunakan serta sejauh mana efektivitasnya. Banyak ditemukan permasalahan di lapangan yang seolah diabaikan, mulai dari dana BOS yang tidak transparan, KIP yang tidak tepat sasaran, honor guru yang sering macet, hingga manipulasi dana bantuan untuk siswa oleh pihak sekolah.
Setiap akhir semester genap, banyak sekolah dasar berlomba-lomba mendapatkan calon peserta didik baru, seringkali dengan menggunakan berbagai cara, termasuk menjemput bola ke rumah-rumah calon siswa dan memberikan iming-iming berupa uang atau atribut sekolah seperti seragam, sepatu, tas, dan alat tulis. Jumlah siswa menjadi penting bagi keberlanjutan sekolah karena besar bantuan dana BOS ditentukan oleh jumlah siswa yang ada.
Ironisnya, alih-alih fokus pada peningkatan kualitas dan prestasi, sekolah-sekolah menggunakan cara-cara pragmatis yang tidak mendukung penumbuhan budaya pendidikan yang baik. Dengan banyaknya siswa, besar pula bantuan dana BOS yang diterima sekolah. Sejak 2020, aliran bantuan dana BOS dari Kementerian Keuangan ditransfer langsung ke rekening sekolah tanpa pengawasan yang ketat, membuka celah bagi oknum kepala sekolah untuk menggelapkan dana tersebut.
Banyak aliran dana negara bocor di sektor pendidikan akibat ulah oknum sekolah yang leluasa tanpa pengawasan. Meskipun nilai korupsinya kecil, jika dilakukan secara kolektif oleh banyak sekolah, kerugian negara akan terasa sangat besar. Data dari Kemendikbud menunjukkan terdapat sekitar 436.707 sekolah di Indonesia.Â